SAMSARA (2011)

4 komentar
Sekitar 20 tahun yang lalu, sutradara Ron Fricke dan produser Mark Magidson berkolaborasi membuat sebuah dokumenter non-naratif berjudul Baraka yang mendapat banyak pujian berkat keberhasilannya menampilkan berbagai keindahan dari segala hal dan tempat di seluruh dunia. Sampai pada tahun 2006 lalu keduanya memutuskan untuk bergabung kembali dan membuat Samsara. Setelah melakukan penelitian dari berbagai sumber termasuk photobook dan YouTube, proses syuting dimulai pada tahun 2007. Prosesnya sendiri dilakukan di 25 negara dan berjalan selama empat tahun lebih. Selain memakan waktu lama, berbagai perjuangan ekstra keras juga dilakukan dalam membuat film ini. Seperti melakukan pendakian di daerah Arizona selama empat jam "hanya" untuk mengambil gambar yang muncul selama delapan detik di filmnya! Bahkan demi mendapatkan gambar para jamaah haji di Ka'bah, sebuah gedung setinggi 40 lantai dibangun. Kata Samsara sendiri mempunyai makna perputaran hidup yang terjadi berulang kali mulai dari kelahiran, penuaan, kematian hingga kelahiran kembali. Lewat Samsara kita akan diajak melihat berbagai macam hal mulai dari gambar-gambar indah dari alam di seluruh dunia, lokasi-lokasi kuno dan bersejarah, sampai kehidupan modern di gedung-gedung beritngkat, pabrik makanan, restoran cepat saji dan masih banyak lagi.

Tentu saja Samsara memberikan pada penontonnya gambar-gambar indah yang seringkali membuat saya terperangah akan kemampuan film ini menangkap berbagai pemandangan-pemandangan tersebut. Memang saya seperti melihat sebuah photobook tentang pemandangan alam, tapi setidaknya Samsara bukan hanya menampilkan gambar yang indah tapi juga punya hal untuk diceritakan. Tidak hanya gambar alamnya yang indah, gambar tentang dunia modernnya pun tidak kalah menarik meski beberapa kali dibanding indah lebih terasa disturbing (pabrik pengolahan ayam, peternakan babi, orang-orang obesitas makan secara ganas mungkin tidak akan bisa dinikmati oleh beberapa penonton). Satu hal yang sering dikritik oleh beberapa review yang sudah saya baca tentang film ini adalah tidak adanya keterangan nama-nama lokasi yang dimunculkan, sehingga banyak penonton yang sebenarnya merasa tertarik dengan keindahan lokasi tersebut namun tidak tahu letak sesungguhnya. Saya sendiri sempat merasakan kebingungan akan hal itu, tapi kemudian saya menyadari mungkin saja ini semua disengaja oleh Ron Fricke. Memang semua itu adalah tempat yang berbeda di penjuru dunia, namun sebenarnya semua tempat itu adalah satu, berada di Bumi dimana segala kehidupan yang menjadi subjek film ini berada. Sekali lagi semua yang ada di film ini adalah sama, dan mengalami siklus kehidupan yang sama.

4 komentar :

Comment Page:

HOUSE AT THE END OF THE STREET (2012)

1 komentar
Semenjak Winter's Bone nama Jennifer Lawrence jadi salah satu aset paling panas Hollywood. Selain tergabung dalam dua franchise besar yakni X-Men dan The Hunger Games, Jennifer Lawrence juga sempat membintangi film macam Like Crazy dan The Beaver-nya Jodie Foster. Bahkan namanya juga dijagokan mendapat nominasi Oscar (lagi) untuk Best Actress lewat penampilannya di Silver Linings Playbook. Seolah karir aktris yang baru berumur 22 tahun ini nyaris tanpa cela dengan mampu menyeimbangkan kualitas dan sisi komersil. Tapi entah bagaimana ceritanya Jennifer Lawrence bisa terdampar di sebuah film seburuk House at the End of the Street. Mungkin dia mengambil peran ini untuk memperluas jangkauan genre filmnya, tapi saya rasa masih ada banyak film horror/thriller yang punya kualitas jauh lebih baik daripada film yang sesungguhnya punya trailer cukup menyeramkan ini. Disini Jennifer Lawrence berperan sebagai Elissa, seorang gadis SMA yang baru saja pindah rumah dan tinggal bersama sang ibu (Elisabeth Sue). Mereka berdua pindah ke pinggiran kota tersebut dengan harapan bisa memulai hidup baru dengan lebih damai dan bahagia. Tapi ternyata terdapat sebuah misteri dan sejarah kelam di tempat tersebut. Dalam rumah yang berada di seberang rumah mereka berdua ternyata sempat terjadi sebuah tragedi berdarah.

Beberapa tahun yang lalu seorang gadis cilik bernama Carrie-Ann membunuh kedua orang tuanya dengan sadis lalu menghilang entah kemana. Kabar mengatakan ia mati tenggelam. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Carrie-Ann masih hidup didalam hutan. Elissa sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan ketakutan warga akan kisah tersebut. Dia malah berteman akrab bahkan mulai jatuh cinta dengan Ryan Jacobson (Max Thieriot) yang tidak lain adalah kakak laki-laki dari Carrie-Ann yang sekarang tinggal sendirian dirumah tersebut. Jujur di beberapa bagian saya merasa House at the End of the Street bagaikan sebuah usaha untuk membuat sebuah horror/thriller  yang mirip dengan Psycho-nya Hitchcock, hanya saja dengan tingkat kecerdasan cerita yang jauh berada dibawah. Kisah seorang pria anti-sosial yang menyembunyikan wanita yang merupakan orang yang ia sayangi di sebuah rumah misterius, lalu terjadi pembunuhan dan pada akhirnya terdapat twist di akhir memang kurang lebih mengingatkan saya pada Psycho. Bahkan adegan paling akhir di film inipun adalah sebuah kopian dari adegan penutup dalam film Hitchcock tersebut.

1 komentar :

Comment Page:

MAGIC MIKE (2012)

3 komentar
Bintang keberuntungan nampaknya sedang bersinar terang pada Channing Tatum. Semenjak Step Up yang dirilis tahun 2006 lalu, nama Tatum memang mulai menanjak sebagai aktor tampan yang digemari banyak wanita. Dia mulai muncul dalam film besar macam G.I. Joe: The Rise of Cobra hingga Dear John, sebuah drama tearjerker dari novel Nicholas Sparks yang mampu menggeser Avatar dari puncak Box Office. Tapi baru di tahun 2012 ini popularitas Tatum mencapai puncaknya. Membintangi total empat film, semuanya mendapat hasil yang memuaskan. The Vow berhasil mendapat pemasukkan hampir $200 Juta. Meskipun pendapat kritikus tentang film ini tidak terlalu baik, tapi kebanyakan memuji akting Tatum dan chemistry yang ia tampilkan bersama Rachel McAdams. Saya sendiri cukup menyukai drama romantis tersebut. 21 Jump Street malah lebih hebat lagi dengan meraih pendapatan diatas $200 Juta dan disebut sebagai salah satu komedi terbaik tahun ini. Kolaborasi pertama Tatum dengan Soderbergh lewat Haywire memang tidak terlalu sukses di pasaran, tapi kualitas film dan akting Tatum kembali mendapat pujian. Barulah pada kolaborasi kedua mereka ini kesuksesan mencapai puncaknya. Pendapatan 20 kali lipat dari bujetnya yang hanya $7 Juta dan dan masuk beberapa daftar film terbaik 2012.

Magic Mike sendiri dibuat berdasarkan kisah hidup Tatum sebelum ia menjadi aktor Hollywood. Pada saat usianya baru menginjak 18 tahun, Tatum pernah bekerja sebagai stripper di Tampa, Florida. Dalam film ini, Tatum berperan sebagai Mike yang merupakan stripper andalan di Xquisite Strip Club milik Dallas (Matthew McConaughey). Dalam kesehariannya, Mike tidak hanya bekerja sebagai stripper. Di siang hari ia bekerja disebuah tempat konstruksi dan punya mimpi untuk membuka usaha custom furniture. Suatu hari di tempat konstruksi, Mike bertemu dengan pemudian berusia 19 tahun, Adam (Alex Pettyfer). Tidak butuh lama bagi keduanya untuk bersahabat, dan pada akhirnya Mike menawarkan sebagai stripper pada Adam. Awalnya Adam sama sekali tidak berkeinginan menjadi stripper, tapi karena hutang budi pada Mike dan keinginan untuk mendapatkan uang yang banyak, Adam akhirnya bersedia. Tidak butuh waktu lama bagi Adam yang dikenal dengan sebutan The Kid untuk menjadi bintang baru dalam klub tersebut. Mike sendiri terus menjaga Adam, sebagai bentuk janjinya kepada Brooke (Cody Horn), kakak dari Adam yang juga perlahan meninggalkan kesan lebih pada Mike.

3 komentar :

Comment Page:

COLDPLAY LIVE 2012

3 komentar
Mylo Xyloto Tour yang digelar oleh Coldplay mulai 26 Oktober 2011 di Madrid hingga berakhir pada 31 Desember 2012 nanti di Barclays Center, New York adalah rangkaian tur paling sukses yang pernah dibuat oleh band ini. Bagaimana tidak, meski "hanya" menggelar 86 konser yang notabene salah satu yang paling sedikit dalam sejarah tur Coldplay (bandingkan dengan Viva La Vida Tour yang mencapai 170 konser) tur untuk promosi album Mylo Xyloto ini berhasil mendapatkan pemasukan total diatas $175 juta dengan presentase tiket yang terjual mencapai 99% secara keseluruhan! Jika coba dihitung maka sudah lebih dari 2 juta orang yang menonton konser ini. Angka-angka tersebut masih akan bertambah, karena sampai pada tulisan ini dipublikasikan, Coldplay masih menyisakan tiga kali konser lagi. Para personel Coldplay sendiri merasa bahwa tur kali ini adalah tur terbaik yang pernah mereka lakukan. Salah satu yang paling dikenang dari tur ini adalah pembagian LED wristband kepada para penonton konser yang membuat setiap konser bertaburan warna-warni yang begitu indah. Sempat ada kabar Coldplay merugi karena harus menggelontorkan dana besar lewat pembagian gelang tersebut, tapi mereka tetap tidak mempermasalahkan hal itu. Yang penting bagi mereka adalah mampu memberikan pertunjukkan terbaik pada penonton dan bagi mereka sendiri. Luar biasa!

Film ini akan mengambil tempat di berbagai lokasi konser Coldplay mulai dari Stade de France, Madrid, Glastonbury Festival sampai gig kecil macam La Cigale. Live 2012 dibuka dengan lagu Mylo Xyloto yang seperti biasa dilanjutkan dengan Hurts Like Heaven yang dimainkan di Stade de France. Sebuah pembukaan yang begitu menghentak lewat lagu bertempo cepat yang dimainkan dengan penuh energi oleh Coldplay ditambah warna-warni lampu yang menghujani panggung dari berbagai sudut. Lirik lagu yang sesekali muncul juga disajikan dengan penuh warna-warni. Kemudian langsung dilanjutkan dengan lagu In My Place yang tentunya disambut nyanyian kompak oleh para penonton. Tentu saja bagian reff adalah momen terbaik lagu ini dimana Chris Martin berlarian, melompat kesana-kemari diiringi oleh penonton yang bernyanyi bagian "Yeaah, How long must you wait for it?" dan semburan kertas warna-warni yang makin membuat epic lagu ini. Setelah opening luar biasa ini akan ada sebuah intermission yang menampilkan wawancara dengan para personel Coldplay. Film ini secara bergiliran akan menampilkan wawancara dengan personel Coldplay setiap beberapa lagu selesai dimainkan.

3 komentar :

Comment Page:

TOTAL RECALL (2012)

Tidak ada komentar
Film Total Recall rilisan1990 yang disutradarai Paul Verhoeven dan dibintangi Arnold Schwarzenegger sudah masuk kategori klasik di jajaran science-fiction. Mendapat tiga nominasi Oscar dan memenangkan satu diantaranya (Best Visual Effects) serta berhasil meraih pendapatan diatas $260 juta membuat status klasik memang layak disematkan pada film tersebut. Sampai 19 tahun kemudian seorang Kurt Wimmer yang menulis naskah untuk film -film seperti Equilibrium, Ultraviolet, Law Abiding Citizen hingga Salt memulai proses untuk menulis naskah remake dari film klasik tersebut. Sempat digosipkan akan dibintangi lagi oleh Schwarzenegger, pada akhirnya sosok Douglas Quaid diperankan oleh Colin Farrell. Sedangkan karakter Lori, istri Doug yang di film aslinya diperankan oleh Sharon Stone digantikan oleh Kate Beckinsale, dan tokoh Melina akan diperankan oleh Jessica Biel. Tentu saja rencana pembuatan remake yang disutradarai oleh Len Wiseman (Underwold, Live Free or Die Hard) ini banyak mendapat tentangan mengingat film aslinya sudah menjadi klasik yang tentu saja tidak perlu dibuat ulang. Apalagi salah satu kekuatan Total Recall ada pada naskahnya yang penuh satir, misteri dan mempunyai twist cerdas. Tapi para Wimmer dan Wiseman menjanjikan pendekatan serta jalan cerita yang berbeda pada remake ini.

Dalam versi terbarunya ini bukan kisah tentang Bumi dan Mars yang disorot. Pada akhir abad 21, dunia baru saja dilanda perang dunia ketiga yang menghancurkan mayoritas peradaban, Saat itu, kehidupan di Bumi hanya tinggal tersisa di dua lokasi, yaitu United Federation of Britain (UFB) yang merupakan pusat peradaban penuh teknologi dan penuh kemewahan, sedangkan yang satunya berlokasi di sekitar Australia dan disebut sebagai The Colony yang diisi oleh masyarakat kelas menengah kebawah. Douglas Quaid adalah salah satu penghuni Colony yang setiap harinya bekerja sebagai buruh pabrik pembuatan robot di UFB. Meski sudah menjalani pernikahan yang bahagia dengan Lori, Doug merasakan kebosanan dalam hidupnya yang terus berputar dalam rutinitas yang monoton. Karena itulah untuk mendapatkan memori yang lebih menarik ia memutuskan datang ke Rekall untuk menanamkan memori baru, dimana ia memilih memori sebagai seorang agen rahasia. Lalu sama seperti versi aslinya, sebelum sempat menanamkan memori baru, Doug justru diburu oleh para tentara pemerintah. Ternyata Doug memang pernah menjadi seorang agen rahasia, dan kini ia harus lari dari kejaran para tentara dan mencari tahu identitas dirinya yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

DIARY OF A WIMPY KID: DOG DAYS (2012)

Tidak ada komentar
Saya sangat menyukai seri buku Diary of a Wimpy Kid yang dikemas dengan begitu unik dan lucu. Namun apa yang saya temui di film pertamanya adalah sebuah sajian yang sama sekali tidak lucu. Sosok Greg yang di buku meskipun sok tahu tetap bisa terasa lucu dan simpatik, di filmnya berubah menjadi salah satu protagonis paling menyebalkan sepanjang sejarah perfilman. Untung dalam film keduanya kekurangan tersebut berhasil diperbaiki. Greg menjadi tidak semenyebalkan film pertama meski masih belum selucu versi bukunya. Meskipun tidak pernah menyamai kualitas di bukunya, adaptasi film Diary of a Wimpy Kid nyatanya cukup laris di pasaran. Kedua film pertamanya berhasil meraup laba diatas $100 juta yang artinya franchise film ini masih akan berlanjut. Film ketiganya yang bertajuk Dog Days mengambil pendekatan yang cukup berbeda dari dua film pertamanya. Jika sebelumnya satu film berdasar dari satu buku, maka dalam Dog Days, dua buku langsung diadaptasi, yaitu The Last Straw dan Dog Days.

Kali ini Greg Heffley (Zachary Gordon) tengah berusaha menikmati liburan musim panas. Liburan musim panas yang ideal bagi Greg adalah bisa bermain game selama seharian penuh. Namun pandangan ayahnya (Steve Zahn) sangat berbeda. Bagi sang ayah, liburan musim panas yang ideal bagi anaknya adalah beraktivitas diluar rumah seperti berolah raga atau camping. Sedangkan sang ibu (Rachael Harris) malah beranggapan bahwa kegiatan harian dalam liburan musim panas sebaiknya dihabiskan dengan membaca buku dan mendiskusikannya bersama. Tentu saja ini bukanlah liburan musim panas yang diinginkan oleh Greg. Untungnya nasib baik masih berpihak pada Greg disaat Rowley (Robert Capron) mengundangnya untuk ikut datang ke country club, sebuah klub eksklusif dimana Rowley dan keluarganya adalah anggota disana. Diluar dugaan, Holly Hills (Peyton List), gadis yang selama ini disukai oleh Greg juga merupakan anggota dan mengajar tenis untuk anak-anak disana. Dari sinilah Greg berusaha menggunakan musim panas ini sebaik-baiknya untuk bisa mendapatkan Holly, meskipun tentunya banyak kebodohan yang ia lakukan. Disisi lain ia juga harus berusaha membuat ayahnya terkesan supaya ia tidak dimasukkan ke Spag Union, sebuah sekolah militer.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE HOBBIT: AN UNEXPECTED JOURNEY (2012)

1 komentar
Selama masa penantian rilisnya film ini, bukan hanya antusiasme yang saya rasakan tapi juga pesimisme. Bagaimana tidak? Trilogi TLOTR adalah salah satu trilogi terbaik sepanjang sejarah perfilman dan berhasil meraup pendapatan hampir $3 Milyar. Meskipun menggelontorkan bujet raksasa yang kabarnya hampir menyamai bujet dari trilogi TLOTR digabung menjadi satu, saya tetap merasa khawatir akan hasil akhir dari prekuel The Lord of the Rings ini. Alasan keraguan saya tidak hanya karena film ini adalah prekuel dari TLOTR, tapi juga dikarenakan banyaknya halangan dan cerita yang mengiringi proses syuting film ini, mulai dari mundurnya Guillermo del Toro dari kursi sutradara, tertundanya proses syuting saat Peter Jackson jatuh sakit, keputusan membuat novel yang "hanya" setebal 300 halaman ini menjadi tiga film (setelah sebelumnya sempat direncanakan menjadi dua film). Tapi salah satu kontroversi yang paling banyak dibicarakan tentunya adalah penggunaan High Frame Rate, dimana teknologi tersebut membuat The Hobbit akan muncul dalam tampilan 48 frames per second, atau dua kali lipat dari film pada umumnya. Masih banyak keraguan lain yang saya rasakan seperti fakta bahwa The Hobbit sebenarnya lebih ditujukan pada anak-anak, berbeda dengan trilogi TLOTR yang lebih kearah peperangan epic dengan suasana lebih kelam dan dewasa.

Bagian pertama dari trilogi The Hobbit ini akan membawa kita pada masa 60 tahun sebelum kejadian di Fellowship of the Ring, dimana Bilbo Baggins (Martin Freeman) yang saat itu "baru" berusia setengah abad bertemu pertama kali dengan sang penyihir Gandalf the Grey (Ian McKellen). Pertemua itu akhirnya berujung pada "kunjungan" 13 dwarf kerumah Bilbo. Para dwarf yang dipimpin oleh Thorin Oakenshield (Richard Armitage) ini sedang dalam perjalanan menuju Erebor yang merupakan rumah mereka yang sesungguhnya sebelum kedatangan seekor naga bernama Smaug yang memaksa para dwarf tersingkir dari sana. Perjalanan menuju Erebor bertujuan untuk mendapatkan rumah dan segala harta mereka kembali. Bilbo sendiri diminta untuk ikut dalam rombongan tersebut sebagai pencuri. Meski awalnya menolak, pada akhirnya Bilbo memilih untuk ikut dalam petualangan tersebut dan meninggalkan Bag End. Tidak akan ada perang besar-besaran yang mengancam dunia seperti dalam TLOTR, tapi masih akan ada beberapa rintangan seperti Orc, Troll, raksasa batu, dan tentunya yang paling ditunggu adalah kemunculan Gollum dan cincin miliknya yang seperti kita tahu akan diambil oleh Bilbo.

1 komentar :

Comment Page:

PIETA (2012)

Tidak ada komentar
Entah sudah berapa kali saya mengutarakan kekaguman saya pada sosok Kim Ki-duk lewat tulisan di blog ini. Film-filmnya yang penuh dengan makna dalam metafora meski seringkali menghadirkan konten kekerasan dan seksual tinggi, namun selalu mengagumkan. Tapi entah kenapa saya merasa beberapa filmnya yang rilis setelah The Bow atau tepatnya setelah tahun 2005 punya kualitas yang berada dibawah film-film Ki-duk sebelumnya. Antusiasme saya sempat meninggi saat mendengar kabar bahwa film terbaru Kim Ki-duk yang berjudul Pieta berhasil memenangkan film terbaik atau Golden Lion di Venice Film Festival sekaligus menjadi film Korea pertama yang memenangkan penghargaan tertinggi dalam salah satu dari tiga festival film paling bergengsi di dunia (dua festival lainnya adalah Cannes dan Belin). Film ini juga menjadi perwakilan Korea untuk Oscar 2013 nanti. Pieta sendiri merupakan bahasa Italia yang menjadi istilah dari karya seni baik itu lukisan sampai patung yang menggambarkan sosok Bunda Maria yang sedang menggendong jenazah Yesus. Pieta akan membawa kita kedalam kehidupan Lee Kang-do (Lee Jung-jin), seorang pria berumur 30-an tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai penagih hutang di sebuah tempat peminjaman uang. Tapi Kang-do tidak menggunakan cara yang wajar dan biasa dalam menagih hutang tersebut.

Kang-do akan membuat cacat orang yang berhutang entah itu dengan mematahkan tangan mereka di mesin sampai menjatuhkan mereka dari atas gedung supaya menjadi cacat lalu membuat mereka mendapatkan uang dari asuransi akibat cacat tersebut. Setiap hari Kang-do yang hidup sendirian melakukan pekerjaan sadis tersebut. Sampai suatu hari Kang-do didatangi oleh seorang wanita paruh baya (Jo Min-su) yang mengaku sebagai ibu kandungnya yang sempat membuang Kang-do saat masih bayi. Tentu saja Kang-do tidak semudah itu percaya akan kata-kata wanita tersebut. Namun berbagai perbuatan hingga perbuatan yang dilakukan oleh sang "ibu" lama kelamaan membuat Kang-do tersentuh dan mulai menemukan kebahagiaan dan rasa sayang setelah sekian lama hidup dalam kesendirian yang sepi dan kejam. Seperti film-film Ki-duk yang lain, Pieta juga mengandung unsur kekerasan dan seksual didalamnya dan konten itu sempat mengundang kontroversi. Tapi jika dibandingkan dengan film-film sang sutradara yang lain, Pieta jelas lebih "bersahabat". Beberapa adegan kekerasan nan sadis tidak ditampilkan secara gamblang meski masih tetap bisa membuat penonton mengimajinasikan adegan tersebut dalam pikiran mereka.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

NINJA KIDS!!! (2011)

2 komentar
Serial anime Ninja Kids atau Nintama Rantaro adalah salah satu tontonan favorit saya di masa kecil dulu. Bahkan sampai sekarang saya masih menyempatkan sesekali membaca komiknya. Daya tarik dari serial ini adalah pengemasan komedinya yang konyol dan penuh unsur slapstick yang kental dengan nuansa absurd. Hal yang sama berlaku juga pada karakter-karakter yang ada. Semuanya selalu punya kekonyolan masing-masing, tapi dibalik itu mereka punya ciri khas dan karakterisasi yang kuat, bahkan karakter minor sekalipun setidaknya punya sebuah ciri khas yang  membedakan mereka dengan karakter lainnya. Penuh kekonyolan dan keabusrdan yang menyenangkan adalah hal yang membuat saya menyukai kisah para ninja cilik ini. Tapi bagaimana jika ada film yang mengadaptasi anime ini dan disutradarai oleh Takashi Miike? Banyak orang yang mungkin akan kaget karena selama ini nama Miike lebih terkenal lewat film-film penuh darah yang mengumbar gore tingkat tinggi. Namun sebenarnya selama ini jangkauan genre yang dicakup oleh Miike jauh lebih luas dari sekedar film sadis, karena ia juga pernah menggarap film dengan tema kriminal (khususnya Yakuza), film musikal, komedi, adaptasi game, film samurai, dan tentunya film-film keluarga yang ringan, termasuk Ninja Kids!!! ini.

Film ini akan membawa kita pada awal pada saat Rantaro (Kato Seishiro) baru masuk ke akademi ninja.Rantaro sendiri berasal dari keluarga ninja yang miskin, dimana sang ayah dahulu adalah mantan ninja namun kini hanya bekerja sebagai petani biasa. Rantaro diharapkan oleh kedua orang tuanya bisa menjadi ninja kelas atas yang hebat. Di akademi ninja itu, Rantaro tergabung dalam kelas Ha, yang isinya adalah murid-murid yang bisa dibilang paling bodoh. Disana ia berteman dengan Kirimaru (Hayashi Roi) yang mata duitan dan Shinbei (Kimura Futa) yang jago makan dan tidur. Tahun awal kehidupan mereka di akademi ninja tersebut diisi dengan berbagai macam kekonyolan dan kebodohan dalam tiap pelajaran ilmu ninja yang diberikan. Pada paruh pertama kita masih belum akan disuguhi banyak konflik. Paruh pertama film masih diisi dengan perkenalan-perkenalan pada masing-masing karakter dalam film ini. Mulai dari Guru Doi yang dekat dengan anak-anak, Pak Guru Yamada yang senang berdandan sebagai perempuan, ibu kantin yang ketat soal makanan, kepala sekolah yang jago tapi sudah berumur, Yamamoto Shina sang wanita misterius, sampai Happosai si ninja jahat tapi konyol yang berkepala besar. Semua karakter mendapat kesempatan menampilkan ciri khasnya. Hebatnya lagi, tampilan mereka sama persis dengan yang selama ini kita kenal baik di anime ataupun manga-nya.

2 komentar :

Comment Page:

PARANORMAN (2012)

Tidak ada komentar
Setelah sukses menelurkan sebuah animasi stop-motion yang punya visual unik dan cerita yang bisa dinikmati oleh orang dewasa dalam Coraline, studio Laika kembali merilis sebuah animasi stop-motion dengan konten cerita yang lagi-lagi mengambil pendekatan kearah horror layaknya Coraline. Diarahkan oleh sutradara Sam Fell dan Chris Butler, ParaNorman akan membawa kita kedalam sebuah kisah horor tentang hantu, zombie hingga penyihir dalam balutan animasi. Meskipun tidak memiliki penceritaan sekelam dan seunik Coraline, jika dibandingkan film-film animasi lain jelas ParaNorman punya daya tarik tersendiri yang membuat orang dewasa sekalipun bisa menikmati filmnya dan anak-anak mungkin malah akan ketakutan menonton visualisasi zombie, penampakan hantu sampai teror penyihir yang menjadi klimaks film ini. Jadi siapakah Norman sebenarnya? Norman hanyalah bocah berumur 11 tahun yang sering dicap aneh oleh orang-orang disekitarnya, mulai dari tetangga, teman-teman disekolah, bahkan sampai keluarganya (khususnya ayah dan kakak perempuannya). Mereka semua menganggap Norman aneh karena pengakuan Norman yang katanya bisa berkomunikasi dengan hantu.
Kebiasaan Norman yang gemar menonton film horror khususnya zombie dan mengoleksi barang-barang yang berkaitan dengan zombie sampai kebiasaannya bicara sendiri membuat orang-orang menjauhinya. Di sekolah ia sering menjadi korban bullying. Dirumah juga sering dimarahi sang ayah karena sering mengatakan bahwa ia baru saja bicara dengan neneknya yang telah meninggal. Namun meski semua orang tidak percaya, kemampuan Norman tersebut memang benar adanya. Norman bisa berkomunikasi dengan orang mati bahkan hewan yang telah mati pun bisa ia ajak berinteraksi. Norman terus hidup dalam kesendirian, sampai suatu hari pamannya yang juga dicap sebagai orang aneh mendatanginya dan meminta Norman meneruskan pekerjaannya untuk menjaga supaya kutukan penyihir yang telah lama terkubur tidak bangkit kembali. Namun sayangnya semua terlambat dan sang penyihir pun bangkit, lengkap dengan sepasukan zombie yang meneror warga kota. Harapan semua orang kini justru terletak pada Norman yang selama ini mereka anggap sebagai anak aneh.
Seperti yang sudah sedikit saya tuliskan diatas, ParaNorman berhasil menyuguhkan sebuah visual yang jelas pantas dikategorikan bagus. Jujur saya masih lebih suka dengan visualisasi yang ada di Caroline karena lebih tearas unik dan punya aura 'main-main' yang kuat, sedangkan film ini terasa lebih mainstream, tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kekuatan visual ParaNorman apalagi jika dibandingkan dengan film-film animasi rilisan Hollywood lainnya. Sebuah dunia horror penuh dengan hantu dan zombie menyeramkan sanggup muncul dalam film ini. Tentunya supaya penonton anak-anak tetap bisa menikmati, visualisasinya tidak hanya menuju kearah seram namun juga mengalami beberapa sentuhan yang membuatnya punya nuansa komedi. Tapi itu semua tidak pernah membuat suasana horor yang ada menjadi berkurang. Zombie yang muncul tetap bisa menciptakan suasana tegang, dan bisa mengagetkan layaknya film-film horor live action. Bahkan klimaks film saat sang penyihir muncul bisa membuat penonton anak-anak ketakutan. Sebuah adegan ditengah hutan saat sang penyihir berbisik pada Norman adalah salah satu adegan paling creepy dalam film ini. 

Untuk urusan cerita, ParaNorman sebenarnya tidak punya alur yang mengejutkan. Kita akan disuguhi sebuah kisah from zero to hero yang sudah ratusan kali muncul dalam film. Norman yang awalnya dicemooh dan dijauhi kemudian menjadi pahlawan. Namun sekali lagi beberapa pernak-pernik ceritanya yang cukup kelam dan aura horor yang ada membuat ParaNorman tidak lagi terasa klise dan membosankan. Jika ditilik lagi, sebenarnya film ini cukup kelam dalam ceritanya. Unsur kematian jelas sangat dekat dengan kisahnya. Lalu ada hal tentang kesalah pahaman yang berujung tragis. Tapi kemasan komedi yang ada membuat film ini tetap terasa ringan meski bagi para penonton dewasa atau penonton yang kritis akan bisa menangkap bagaimana kelamnya kisah dalam film ini. ParaNorman secara keseluruhan adalah sebuah kisah tentang bagaimana orang seringkali memandang orang lain dengan semena-mena dan semau mereka, padahal orang yang mereka judge secara negatif itu belum tentu memang buruk seperti yang terlihat di permukaan. Setidaknya para tokoh dalam film ini mengalami hal itu mulai dari Norman, para zombie hingga Aggie sang penyihir. 

Overall, ParaNorman patut mendapat pujian karena tetap berani mempertahankan suasana horror meskipun dibalut dengan bentuk animasi, dan disisi lain masih mampu terasa bersahabat dengan penonton anak-anak. Keberanian memasukkan unsur cerita yang cukup kelam juga patut dipuji, dan satu keberanian lagi yang cukup mengejutkan adalah adanya karakter gay dalam sebuah film animasi.


Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE CAMPAIGN (2012)

Tidak ada komentar
Jay Roach jelas bukan sutradara kemarin sore dalam dunia perfilman komedi jika kita melihat dari filmography yang ia miliki. Dia adalah orang yang menyutradarai semua film dari franchise Austin Powers. Jay Roach juga pernah menyutradarai Meet the Parents dan sekuelnya, Meet the Fockers. Tidak semua karyanya adalah film komedi yang bagus memang, tapi jika dibandingkan dengan sutradara komedi lain macam Dennis Dugan jelas Jay Roach punya kualitas jauh diatasnya. Kali ini berhubung suasana kampanye dan pemilihan umum sedang cukup hangat termasuk di Amerika Serikat yang pada November lalu baru saja menggelar pemilihan Presiden, Jay Roach membuat sebuah film yang mengangkat isu dan intrik politik yang terjadi dalam kampanye. Tentunya ini bukan sebuah film politik yang rumit dan serius, melainkan sebuah komedi yang penuh dengan lelucon seks yang konyol. Duo Will Ferrell dan Zach Galifianakis menjadi pemain utama, sedangkan beberapa nama besar lain seperti Jason Sudeikis, Dylan McDermott, Brian Cox hingga Dan Aykroyd menjadi pemeran pendukung. Jadi apakah The Campaign akan menjadi sebuah keberhasilan lain atau kegagalan berikutnya bagi Jay Roach....dan Will Ferrell?

Cam Brady (Will Ferrell) adalah anggota kongres dari partai Demokrat yang sudah menjabat selama empat kali berturut-turut sebagai wakil dari Distrik 14 North Carolina. Kali ini Cam kembali mencalonkan diri untuk kelima kalinya dan lagi-lagi menjadi calon tunggal yang berarti kemenangannya hanya tinggal menunggu waktu saja. Namun sebuah skandal seks membuat popularitasnya menurun di mata masyarakat. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh dua bersaudara Glen (John Lithgow) dan Wade Motch (Dan Aykroyd) yang merupakan sepasang pengusaha kaya yang korup. Motch bersaudara berniat membangun sebuah pabrik boneka yang berisikan tenaga kerja dari Cina supaya mereka bisa meraup jauh lebih banyak keuntungan. Untuk itulah mereka mencoba memajukan calon lain yang akan mereka kontrol untuk bisa mengalahkan Cam Brady. Pilihan jatuh kepada wakil partar Republik bernama Marty Haggins (Zach Galifianakis). Investasi jutaan dollar pun digelontorkan oleh Motch bersaudara untuk memenangkan Marty, termasuk mempekerjakan Tim Wattley (Dylan McDermot) sebagai manajer kampanye Marty. Masalahnya adalah, Marty dikenal sebagai orang yang bodoh, lugu dan aneh. Tentu saja persaingan antara dua calon yang sama-sama "tidak beres" ini akan menjadi ajang kampanye yang konyol.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

LOOPER (2012)

2 komentar
Peruntungan Joseph Gordon-Levitt tengah berada di puncak. Setelah selama ini lebih sering muncul di film-film indie dengan bujet kecil yang lebih sering diputar di festival-festival film, beberapa tahun belakangan namanya mulai jadi langganan film-film blockbuster. Untuk tahun 2012 saja dia sudah muncul dalam empat film, yaitu The Dark Knight Rises, Premium Rush, Looper, dan Lincoln garapan Steven Spielberg yang menjadi salah satu unggulan di Oscar tahun depan. Dalam Looper, Gordon-Levitt tidak sendirian karena ada beberapa nama besar lain seperti Emily Blunt, Paul Dano dan tentunya Bruce Willis yang memerankan versi tu dari karakter yang dimainkan Gordon-Levitt. Disutradarai oleh Rian Johnson yang selama ini lebih sering membuat film low bodget (termasuk Brick, sebuah film noir yang juga dibintangi Gordon-Levitt), Looper mendapat banyak pujian, dimana banyak yang mengatakan bahwa Looper adalah Inception-nya 2012. Pada akhirnya saya merasa pujian itu agak overrated, tapi tetap saja Looper adalah sebuah film action/sci-fi yang bagus dan bukan sebuah film time travel kacangan dengan efek CGI mewah namun cerita yang ala kadarnya.

Pada tahun 2044, perekonomian Amerika Serikat mengalami kehancuran dan membuat kehidupan disana tidak lagi kondusif. Kejahatan banyak terjadi dimana-mana dan organisasi kriminal menjadi raja. Bahkan pada saat itu 10% populasi penduduk mengalami mutasi yang menyebabkan mereka memiliki kekuatan telekinetik meskipun kekuatan tersebut tidak dalam jumlah yang besar. Mesin waktu sendiri baru ditemukan 30 tahun kemudian dan dengan segara penggunaannya dilarang akibat sering dipakai untuk tindak kejahatan. Salah satu tindak kejahatan yang sering dilakukan oleh mafia adalah dengan cara mengirimkan orang yang ingin mereka bunuh dari tahun 2074 ke tahun 2044 dengan menggunakan mesin waktu. Kemudian saat sang korban sampai ia akan langsung dieksekusi oleh orang yang disebut sebagai looper. Joe (Joseph Gordon-Levitt) adalah salah seorang looper termuda yang pernah direkrut dan selalu menjalankan tugas membunuhnya dengan baik. Namun pekerjaan sebagai looper tidak berjalan selamanya, karena ada kalanya pihak organisasi akan memutus kontrak para looper dengan cara mengirim versi masa depan dari anggota yang akan diputus kontraknya untuk kemudian dibunuh oleh anggota itu sendiri (disebut closing the loop). Joe sendiri akhirnya mengalami hal itu saat dirinya dari 30 tahun yang akan datang (Bruce Willis) harus ia bunuh.

2 komentar :

Comment Page:

LIFE OF PI (2012)

3 komentar
Novel Life of Pi yang ditulis oleh Yann Martel dan terbit pada tahun 2001 ini memang mendapat sambutan luar biasa dari para pembaca dan menjadi sebuah best seller. Novel inipun tidak lepas dari perhatian Presidn Amerika Serikat, Barrack Obama yang mendeskripsikan Life of Pi sebagai "an elegant proof of God, and the power of storytelling". Walaupun novelnya mendapat respon luar biasa, tetap saja banyak yang beranggapan bahwa untuk mengangkatnya kedalam media film sebagai hal yang nyaris mustahil. Beberapa nama sempat dikaitkan sebagai sutradara film ini mulai dari M. Night Shyamalan, Alfonso Cuaron sampai Jean-Pierre Jeunet. Semuanya berakhir dengan kegagalan dan makin menguatkan kesan novel ini sebagai sebuah kisah yang unfilmable. Sampai pada akhirnya datanglah Ang Lee sebagai sutradara. Lee sendiri sedang mencari momen kebangkitannya setelah Taking Woodstock gagal di pasaran dan tidak mendapat respon yang bagus dari para kritikus. Maka dimulailah proses pembuatan film yang berasal dari kisah yang katanya tidak mungkin difilmkan, dan filmnya sendiri akan muncul dalam format 3D!

Seperti yang kita tahu bahwa Life of Pi akan mengajak kita mengikuti petualangan Piscine Molitor atau yang dipanggil Pi (Suraj Sharma), seorang pemuda berusia 16 tahun yang harus berjuang hidup selama 227 hari diatas sekoci setelah perahu yang ia tumpangi tenggelam dan menewaskan semua anggota keluarganya. Selama terombang-ambing ditengah laut itu Pi tidak sendiri, karena ia juga bersama dengan Richard Parker, seekor Harimau Benggala yang sebelumnya adalah salah satu hewan di kebun binatang milik ayahnya. Tapi kisah yang akan disampaikan pada kita bukan hanya itu, karena diawal kita sudah diperkenalkan pada Pi yang sudah dewasa (diperankan Irfan Khan) dimana saat itu Pi sedang menceritakan kisahnya kepada seorang penulis (Rafe Spall). Kemudian kita akan dibawa melihat kisah hidup Pi sedari kecil yang penuh dengan warna-warni kehidupan. Sampai pada akhirnya setelah remaja Pi dan seluruh anggota keluarganya terpaksa pindah ke Kanada dengan menaiki perahu yang pada akhirnya akan membawa Pi pada sebuah petualangan luar biasa tersebut.

3 komentar :

Comment Page:

UNIVERSAL SOLDIER: DAY OF RECKONING (2012)

Tidak ada komentar
Setelah beraksi bersama dalam The Expendables 2, trio Van Damme, Dolph Lundgren dan Scott Adkins kembali muncul dalam satu film. Kali ini mereka bertiga muncul dalam sebuah franchise yang umurnya sudah 20 tahun, yaitu Universal Soldier atau yang dikenal juga dengan singkatan Unisol. Sebenarnya Universal Soldier: Day of Reckoning adalah seri keenam dalam franchise ini, namun banyak fans yang tidak menganggap dua film televisinya eksis (Brother in Arms dan Unfinished Business). Bahkan jika dirunut lagi, film keduanya yang masih dibintangi Van Damme, yaitu Universal Soldier: The Return kisahnya sudah tidak dianggap lagi dalam perkemabangan dunia Unisol. Film ketiganya yang rilis tahun 2009 lalu adalah kisah lanjutan dari film pertamanya dan tidak memperhatikan keberadaan film keduanya tersebut. Perilisan film ini sendiri sebenarnya punya momen yang cukup tepat karena nama ketiga pemain utamanya sedang mulai naik. Van Damme mulai diperhitungkan semenjak performanya yang dibilang Oscar-worthy dalam JCVD dan akhirnya bermain sebagai penjahat di The Expendables 2. Lundgren sendiri lewat dua film The Expendables kembali dikenal, sama juga dengan Scott Adkins.

Meski ada nama Van Damme dan Lundgren tapi fokus utama film ini lebih kepada karakter John yang diperankan oleh Scott Adkins. John yang hidup bahagia bersama istri dan puteri tunggalnya harus menghadapisebuah peristiwa mengenaskan saat di suatu malam rumahnya dimasuki beberapa orang bertopeng yang membunuh istri dan puteri John tepat didepan matanya. Salah satu dari orang itu diketahui adalah Luc Deveraux (Van Damme). John yang koma selama sembilan bulan terbangun dan mengetahui bahwa Deveraux kini menjadi pimpinan sebuah organisasi yang terdiri dari mantan Unisol yang dulu dikendalikan oleh pemerintah. Deveroux bersama dengan para Unisol tersebut termasuk Andrew Scott (Dolph Lundgren) berniat melakukan pembalasan terhadap pihak pemerintahan yang dianggap telah memperbudak pasukan Unisol tersebut. Disisi lain John terus berusaha mencari Deveraux untuk membalas dendam. Namun semuanya tidak sesederhana itu, karena John juga diselimuti misteri tentang dirinya sendiri dan mencoba mencari jawaban mengenai keberadaan dirinya.

Pada awalnya saat melihat trailer film ini saya masih skeptis akan kualitas filmnya, meskipun disitu saya melihat Van Damme sebagai antagonis yang jelas karakternya sangat berlawanan dengan sosok Luc Deveraux yang selama ini saya kenal dalam franchise Universal Soldier. Jujur penampilan Van Damme sebagai musuh dalam The Expendables cukup menarik bagi saya, namun saya tetap tidak yakin dengan kualitas film aksi kelas B macam ini. Apalagi saya sudah menonton Universal Soldier: Regeneration yang bagi saya sangat buruk dan membosankan itu (dan dalam film itu lagi-lagi hanya penampilan Van Damme yang menjadi daya tarik). Tapi kemudian muncul banyak review yang memuji film ini sebagai yang terbaik dibanding seri-seri sebelumnya dan mengambil pendekatan yang cukup berbeda. Pada akhirnya saya mengamini pernyataan tersebut. Sedari awal filmnya dimulai tensi sudah cukup menegangkan dengan pendekatan first person yang berujung pada pembunuhan tragis yang dilakukan Deveraux. Hingga film berjalan hingga pertengahan, tensinya cukup menegangkan. Sutradara sekaligus penulis naskah John Hyams memasukkan unsur horror yang membuat film ini jauh lebih menarik dan menegangkan sekaligus memberikan warna baru.
Konten kekerasan yang muncul juga cukup brutal dimana kita akan melihat adu jotos yang terasa keras, senapan memecahkan kepala, hingga tebasan golok yang memutuskan anggota tubuh. Hyams nampaknya sadar bahwa film aksi biasa seperti Universal Soldier sudah tidak lagi digemari oleh para penonton, dan sebuah film aksi yang hanya bermodalkan nama besar action hero sudah tidak mampu lagi menarik minat penonton. Seolah belajar dari keberhasilan The Raid yang penuh kekerasan, film inipun mengandalkan berbagai adegan kekerasan yang brutal. Dari situlah momen horror dalam film ini juga turut berhasil dibangun. Day of Reckoning khususnya di paruh awal memang tidak terasa layaknya film-film aksi standar yang asal pukul dan tembak. Bahkan eksplorasi tentang halusinasi yang muncul dalam beberapa adegan sembat membuat film ini memiliki sedikit rasa David Lynch. Ada juga sebuah momen yang bagi saya cukup disturbing dan membuat "sakit" mata dan telinga yang makin menguatkan rasa Lynchian dalam film ini. Saya simpulkan paruh pertama dari film ini terasa menarik, menegangkan, seru dan punya rasa yang terbilang unik jika dibandingkan dengan film-film Universal Soldier sebelumnya.

Sayangnya makin jauh filmnya berjalan, rasa yang unik itu terkikis sedikit demi sedikit. Mengikuti perjalanan John mengungkap rahasia jati dirinya dan memburu Deveraux bisa dibilang tidak terlalu menarik. Kejutan yang coba dihadirkan sudah sangat tertebak, bahkan semenjak film ini memulai konfliknya twist tersebut sudah dapat ditebak penonton. Momen drama yang ada juga tidak mampu membuat saya tersentuh. Kisah John yang berpotensi memberikan rasa tragis pada penontonnya tidak mampu menghadirkan apa yang diaharapkan akibat eksekusi yang biasa dan akting drama dari Scott Adkins yang jelas masih terasa kurang. Tapi tentunya jika bicara suguhan adegan aksi yang mana jadi tujuan dan senjata utama film ini harus diakui paruh kedua masih punya rentetan adegan aksi yang menghibur. Disinilah Scott Adkins unjuk gigi sebagai aktor laga yang menjanjikan. Memberikan Van Damme dan Lundgren peran pembantu juga keputusan bagus, karena biar bagaimanapun jika hanya mengandalkan Adkins seorang, daya tarik film ini akan berkurang. Setidaknya saya selalu terhibur saat dua nama besar itu muncul meski tidak pernah satu frame. Van Damme sebagai seorang villain yang baik dari kepala botak sampai karakterisasinya mengingatkan pada Walter Kurtz-nya Marlond Brando (Apocalypse Now) jelas menjadi scene stealer. Sedangkan Lundgren yang aktingnya jelas dibawah Van Damme masih mampu menghibur dengan baris dialog cheesy yang jadi andalannya.

Universal Soldier: Day of Reckoning adalah sebuah film aksi yang menghibur dengan nuansa yang cukup unik. Hanya saja durasinya yang kepanjangan (hampir dua jam) membuat daya tarik dan keunikannya jauh berkurang. Saya sendiri sempat bosan di pertengahan film dan memilih istirahat menonton sejenak. Andaikan durasi yang ada dipangkas sekitar 10-15 menit saja saya yakin film ini akan jauh lebih bagus. Tapi dengan hasil akhir yang ada sekarang, installment keempat (atau keenam) dari franchise yang panjang ini tetap terasa tidak mengecewakan dan bagi saya adalah yang terbaik diantara serial Unisol lainnya. Setidaknya berikanlah kesempatan pada film ini dan anda akan terhibur.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

BEASTS OF THE SOUTHERN WILD (2012)

4 komentar
Film debut dari sutradara Benh Zeitlin ini sudah mencuri perhatian sejak kemenangannya di Sundance Film Festival pada awal tahun ini. Puja puji terhadap film ini berdatangan. Ada yang mengatakan film ini adalah sebuah tontonan yang sangat indah. Bahkan sampai ada juga kritikus yang menyebut bahwa Beasts of the Southern Wild sebagai sebuah tontonan yang mengingakannya pada alasan kenapa ia begitu mencintai film. Kejayaan film ini tidak berhenti sampai disitu, karena sekitar empat bulan setelah berjaya di Sundance, giliran Cannes Film Festival yang menjadi ajang pembuktian film ini. Empat penghargaan berhasil diborong dalam festival film paling bergengsi tersebut. Dengan bujet minim yang tidak sampai menyentuh angka $2 Juta, pencapaian yang didapat film ini tentunya luar biasa. Saya sendiri memasukkan film ini dalam daftar tunggu teratas setelah membaca sebuah review yang membandingkan film ini dengan The Tree of Life milik Terrence Malick yang notabene adalah film terbaik tahun lalu bagi saya. Apalagi setelah trailer film ini dirilis dan membuat saya makin antusias menanti filmnya berkat keindahan dan suasana epic yang sanggup ditawarkan trailer tersebut. Kisahnya sendiri tentang seorang gadis cilik berusia 6 tahun bernama Hushpuppy (Quvenzhané Wallis) yang tinggal bersama ayahnya.

Hushpuppy dan sang ayah, Wink (Dwight Henry) tinggal di sebuah daerah yang bernama "Bathtub", sebuah tempat yang terisolasi dari dunia luar dan berada ditengah perairan yang dikelilingi oleh sebuah tembok. Singkatnya, "Bathtub" bagaikan sebuah tempat tinggal yang terletak di tengah bendungan dan tidak memiliki akses ke dunia luar. Meski begitu, semua warganya hidup dengan bahagia dan selalu diliputi kesenangan. Hushpuppy sendiri besar tanpa kehadiran sosok ibu yang disebut oleh ayahnya pergi dari tempat itu. Sang ayah selalu mengajarinya untuk hidup kuat dan mengajarkannya berbagai cara untuk bertahan hidup. Di sekolahpun Hushpuppy dan teman-temannya diajarkan bagaimana cara untuk bertahan hidup. Hal ini tidak lan karena "Bathtub" rawan terhadap badai besar yang bisa mengakibatkan tempat tersebut terendam oleh air. Kebiasaan hidup tersebut membuat Hushpuppy cukup dekat dengan alam sekitarnya, dimana ia sering mencoba mendengarkan detak jantung hewan yang ada hanya untuk mencoba mencari tahu apa yang ingin dikatakan dan dirasakan oleh hewan-hewan tersebut. Benar-benar sebuah kehidupan yang indah di tempat yang indah, sampai akhirnya badai raksasa yang ditakutkan datang.

4 komentar :

Comment Page:

THE TWILIGHT SAGA: BREAKING DAWN - PART 2

3 komentar
Seri terakhir dari Twilight Saga ini sudah ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak. Baik itu oleh para Twi-hard yang tentunya sangat menantikan akhir dari franchise film pujaan mereka ini ataupun oleh para Twi-haters yang sangat antusias menantikan berakhirnya saga ini karena bagi mereka mimpi buruk akan segera berakhir. Tanpa peduli berbagai komentar yang pro dan kontra tersebut saya tetap mengikuti saga ini hingga seri terakhirnya. Seperti yang saya tulis di artikel ini, Twilight adalah salah satu film yang paling berpengaruh pada perjalanan saya sebagai penikmat film. Film pertamanya sendiri bagi saya cukup menghibur, meski pada akhirnya New Moon saya akui adalah sebuah tontonan membosankan yang begitu buruk. Untungnya Eclipse mengalami peningkatan dan pada akhirnya datanglah Bill Condon yang menyuguhkan Breaking Dawn: Part 1 yang meski banyak dicaci kritikus bagi saya pribadi adalah film terbaik dari saga ini. Untuk film penutupnya yang masih digarap oleh Bill Condon ini sendiri banyak disebut sebagai bagian terbaik dari Twilight Saga dan disebut sebagai sebuah penutup yang pantas terhadap franchise berumur empat tahun yang sampai artikel ini ditulis total sudah mengumpulkan pendapatan diatas $3 Milyar dengan total bujet kelima filmnya yang tidak sampai menyentuh angka $400 Juta!

Kisahnya melanjutkan ending dari bagian pertama dimana Bella kini sudah bertransformasi menjadi vampir dan harus mulai membiasakan diri dalam kehidupan barunya sebagai makhluk abadi. Tapi bukan hanya itu yang harus ia hadapi, karena berbagai hal mengejutkan lain sudah menantinya, dimana salah satunya adalah saat Bella harus mengetahui fakta bahwa puteri yang baru saja dilahirkannya, Renesmee ternyata sudah di-"imprint" oleh Jacob. Namun dibalik segala konflik tersebut, Edward, Bella dan keluarga Cullen kembali dihantui oleh para Volturi. Kali ini masalah dengan Volturi dipicu oleh pelaporan salah seorang kerabat Cullen terhadap Volturi mengenai keberadaan Renesmee. Volturi tidak bisa menerima keberadaan Renesmee yang mereka kira adalah makhluk abadi alias vampir murni, dimana selama ini mereka selalu memusnahan vampir anak-anak yang dianggap tidak bisa menyimpan rahasia keberadaan mereka. Tentu saja keluarga Cullen tidak membiarkan hal ini, karena sebenarnya Renesmee adalah separuh manusia dan separuh vampir. Maka dimulailah perjalanan mereka untuk mengumpulkan kerabat sesama vampir dari seluruh dunia untuk menjadi saksi atas hal ini.

3 komentar :

Comment Page: