GOLDFINGER (1964)

Tidak ada komentar
Petualangan saya menelusuri film-film Bond dari awal kembali berlanjut. Goldfinger adalah film ketiga yang rilis setahun setelah From Russia with Love. Ya, pada era ini film-film James Bond rilis rutin tiap tahun, sebuah tradisi yang bertahan sampai You Only Live Twice yang rili dua tahun setelah Thunderball (setelah itu film Bond menjadi rilis tiap dua tahun sekali). Bujetnya kembali meningkat menjadi $3 juta yang merupakan jumlah dari total bujet dua film pertamanya. Goldfinger tentunya masih mempunyai sosok Sean Conery sebagai Bond yang disini nampak makin nyaman dalam karakternya dan makin menguatkan sosok Bond dengan dirinya. Bond adalah Conery, begitu juga sebaliknya. Tapi tidak ada lagi sutradara Terrence Young disini. Setelah kesuksesan dua film pertama, Young merasa keberhasilannya patut mendapat kenaikan gaji yang mana hal itu ditolak oleh tim produksi dan akhirnya mereka mengganti Young dengan Guy Hamilton. Kali ini Bond akan berhadapan dengan Auric Goldfinger (diperankan Gert Frobe setelah sebelumnya peran ini ditawarkan pada Orson Welles tapi dinilai terlalu mahal), seorang pria kaya yang terobsesi pada emas. 

Goldfinger dicurigai menyelundupkan emas dalam jumlah besar ke luar negeri, dan adalah tugas Bond untuk mencari tahu bagaimana Goldfinger menyelundupkan emas tersebut. Awalnya misi ini terasa mudah, apalagi sosok Goldfinger terlihat tidak berbahaya dan mudah dikelabui. Tapi semua itu berubah setelah Bond mendapati kematian Jill Masterson (Shirley Eaton) yang ditemukan tewas di kamarnya dengan tubuh terbungkus cat emas. Usaha Bond mengejar Goldfinger tidak mudah. Selain karena kepintaran sang musuh, Goldfinger juga punya seorang anak buah menyeramkan bernama Oddjob (Harold Sakata) yang meski tidak pernah bicarra tapi kekuatannya luar biasa (dia bisa memotong kepala patung batu dengan lemparan topinya). Bahkan meski Bond sudah dibantu oleh seorang bond girl bernama Tilly Masterson (Tania Mallet) yang merupakan saudara Jill dan berusaha melakukan balas dendam, dia tetap tidak bisa mengalahkan Goldfinger dan malah berakhir menjadi tawanan. Disinilah Bond mulai mencari tahu rencana dan berbagai rahasia Goldfinger. Disini juga ia akan bertemu satu lagi bond girl yang punya nama cukup kontroversial, siapa lagi kalau bukan Pussy Galore (Honor Blackman) yang juga merupakan pilot pribadi Goldfinger.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

AMOUR (2012)

Tidak ada komentar
Film ini memang berjudul Amour yang artinya cinta dan menampilkan sepasang suami istri lanjut usia, tapi karya terbaru Michael Haneke ini bukanlah sebuah romansa mengharu biru yang penuh gelora cinta. Ini bukan sebuah kisah cinta sejati yang akan membuat penontonnya terharu dan banjir air mata melihat bagaimana sepasang suami istri itu saling berbagi cinta. Film yang berhasil memenangkan Palme d'Or di ajan Cannes Film Festival tahun lalu ini adalah tontonan yang begitu kelam dan menyesakkan. Amour sendiri adalah salah satu film yang mendapat nominasi Best Picture di ajang Oscar tahun ini. Michael Haneke sendiri mendapat nominasi Best Director dan Best Original Screenplay. Sedangkan aktris Emmanuelle Riva menjadi aktris tertua yang mendapat nominasi Best Actress dengan usia 85 tahun. Daripada menampilkan kisah cinta yang indah, Haneke lebih memilih memaparkan kisah tentang bagaimana sebuah rasa cinta yang perlahan mulai memudar. Sepasang suami istri lanjut usia yang menjadi sentral cerita adalah Georges (Jean-Louis Trintignant) dan Anne (Emmanuelle Riva). Pada saat muda dan sehat dulu keduanya adalah pengajar musik, dan diawal film kita melihat mereka baru menonton konser dari salah seorang murid Anne dulu.

Disuatu pagi saat keduanya sedang sarapan secara tiba-tiba Anne terdiam, membisu dan tidak bergerak. Georges melakukan berbagai macam hal namun Anne tidak meresponnya. Hal itu memang berlangsung hanya selama beberapa menit, tapi ternyata saat itu Anne mengalami serangan stroke untuk kedua kalinya. Perlahan kondisi Anne makin memburuk, setelah operasi yang ia jalani gagal. Kini Anne sudah kesulitan untuk bergerak dan harus duduk di kursi roda. Menghadapi hal tersebut tentu saja Georges dengan sabar terus merawat Anne meskipun tentu saja hal itu tidak mudah baginya yang juga sudah lanjut usia. Kesabaran Georges juga terus diuji oleh sikap Anne yang memang keras kepala dan makin terasa seperti anak-anak. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit, tapi tidak pernah menurut pada sang suami yang setia merawatnya. Begitu sulit untuk membujuk Anne makan dan minum, apalagi disaat dia mulai merasa membebani sang suami. Georges sendiri meskipun begitu sabar merawat Anne bukannya sama sekali tidak kerepotan. Jelas ia kerepotan menghadapi kondisi dan sikap sang istri. Dari adegan pembuka kita tahu bahwa Anne sudah meninggal, jadi Amour akan mengajak kita mengamati hari-hari terakhirnya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

ZERO DARK THIRTY (2012)

5 komentar
Kathryn Bigelow memang bukan orang baru dalam dunia perfilman. Sejak film pertamanya The Loveless yang dirilis tahun 1982 hingga sekarang total sembilan film yang sudah ia buat. Tidak terlalu banyak namun tiap filmnya punya kualitas yang bisa dibilang tidak mengecewakan. Tapi baru sekitar 3-4 tahun belakangan ini namanya mulai benar-benar dipandang setelah filmnya, The Hurt Locker sanggup mengalahkan Avatar milik James Cameron yang tidak lain adalah mantan suaminya. Kali ini Bigelow kembali menyajikan sebuah drama dibalik peperangan pada kita. Zero Dark Thirty memang bukan sepenuhnya film tentang medan perang. Judulnya sendiri adalah sebuah istilah militer untuk menyebut "30 menit setelah tengah malam". Berkisah tentang perburuan terhadap orang paling dicari sedunia, Osama bin Laden, ini adalah kisah tentang perang melawan terorisme dan sosok yang dianggap paling bertanggung jawab atas berbagai macam aksi teror termasuk tragedi 9/11. Zero Dak Thirtyi memang menimbulkan banyak kontroversi, mulai dari adegan penyiksaan, sempat dituduh membocorkan rahasia tingkat tinggi militer, hingga tidak dinominasikannya Bigelow sebagai Best Directori dalam ajang Oscar tahun ini.

Maya (Jessica Chastain) adalah anggota CIA yang sudah bertahun-tahun berusaha mencari keberadaan Osama bin Laden. Dia sudah mengabdikan waktunya untuk hal tersebut selama lebih dari 10 tahun. Dengan durasi 157 menit, dua jam pertama dalam Zero Dark Thirty akan membawa kita melihat bagaimana usaha Maya untuk melacak keberadan Osama. Tentu saja hal itu tidak mudah dan dia harus melalui berbagai macam rintangan yang bahkan sempat mengancam nyawanya sendiri. Sedangkan 30 menit terakhir adalah sebuah penyergapan ke sebuah rumah yang ditengarai adalah kediaman Osama bin Laden. Tentu saja kita semua sudah tahu mengenai fakta bahwa penyergapan tersebut akan berakhir dengan terbunuhnya Osama disamping banyaknya kontroversi tentang benar atau tidaknya hal tersebut. Tentu saja proses penyelidikan yang disajikan selama kurang lebih dua jam tersebut tidaklah mudah, bahkan jauh lebih rumit dan kompleks dari apa yang saya bayangkan sebelum menonton film ini. Sudah dibuka dengan adegan penyiksaan yang cukup keras sedari awal, Zero Dark Thirty nampaknya akan menjadi sebuah perjalanan yang juga keras dan penuh rintangan bagi Maya.

5 komentar :

Comment Page:

FROM RUSSIA WITH LOVE (1963)

Tidak ada komentar
Dengan kesuksesan Dr. No yang meraih pendapatan $60 juta, tidak butuh waktu lama bagi United Artist selaku distributor untuk memberikan lampu hijau pembuatan film kedua James Bond. Berkat kesuksesan film pertamanya, film kedua ini diberikan bujet dua kali lipat menjadi $2 juta. Bujet yang berlipat ganda akan dimanfaatkan untuk membuat adegan aksi yang lebih fantastis dan lebih besar lingkupnya. Jika film pertama hanya berlatar di Jamaika, maka From Russia with Love bertempat di Istanbul dan Venezia. Orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film ini juga tidak jauh berbeda dengan tim yang terlibat di Dr. No, dimana Terence Young masih menjadi sutradara dan tentunya masih ada Sean Conery sebagai James Bond. From Russia with Love juga diadaptasi dari novel Ian Fleming berjudul sama yang merupakan sebuah thriller perang dingin dan konon merupakan salah satu buku favorit Presiden Amerika kala itu, John F. Kennedy. Jika Dr. No masih sebuah kisah seorang agen rahasia menghentikan seorang penjahat, maka From Russia with Love memperbesar lingkupnya dengan menampilkan konspirasi internasional yang lebih kompleks.

Pada film pertama terungkap bahwa Dr. No adalah anggota dari organisasi teroris bernama SPECTRE. Dalam film ini SPECTRE berusaha untuk mencuri sebuah cryptographic (alat penerima/pengirim pesan rahasia) dari Uni Soviet. Selain itu SPECTRE juga mempunyai misi untuk membalas dendam kematian Dr. No dengan cara membunuh James Bond. Untuk itu, mantan agen rahasia Soviet, Rosa Klebb (Lotte Lenya) atau yang dikenal sebagai Number 3 yang kini membelot dan bekerja bagi SPECTRE diutus untuk menjebak Bond dengan cara memakai seorang anggota konsulat Soviet di Istanbul, Tatiana Romanova (Daniela Bianchi). Romanova mengontak MI6 dan berjanji akan memberi tahu letak cryptographic tersebut asalkan agen yang dikirim dalam misi adalah 007. James Bond kemudian menuju Istanbul untuk mencari keberadaan cryptographic tersebut yang memang sudah sekian lama  diincar oleh MI6 dan CIA. Di Istanbul Bond juga dibantu oleh Ali Kerim Bey (Pedro Armendariz) yang merupakan perwakilan dari British Intelligence di Istanbul. Bond tidak tahu bahwa gerak-geriknya diawasi oleh seorang agen SPECTRE yang sangat terlatih dan sudah dipersiapkan untuk membunuh Bond, Red Grant (Robert Shaw).

Tidak ada komentar :

Comment Page:

PARANORMAL ACTIVITY 4 (2012)

Tidak ada komentar
Franchise ratusan juta dollar ini kembali dengan film keempatnya, setelah film ketiganya yang cukup menyeramkan dan inovatif dalam penyajian mockumentary-nya. Masih disutradarai oleh duet Henry Jools dan Ariel Schulman yang menyutradarai film ketiganya, Paranormal Activity 4 akan melanjutkan kisah film keduanya. Setelah mendapat penyegaran lewat prekuel di film ketiga, kisah Katie kembali berlanjut di film keempat ini. Sekedar pengingat, di akhir film kedua Katie membunuh Kristi (adiknya) dan suaminya, lalu kemudian membawa pergi Hunter yang tidak lain adalah keponakannya sendiri. Film keempat ini ber-setting lima tahun setelah akhir film keduanya, dimana kita akan berkenalan dengan sebuah keluarga yang tinggal di Nevada. Keluarga tersebut mempunyai dua orang anak, yaitu Alex (Kathryn Newton) dan adiknya yang masih kecil, Wyatt (Aiden Lovekamp). Tidak ada keanehan terjadi sampai munculnya tetangga baru di depan rumah mereka. Tetangga baru tersebut hanya terdiri dari dua orang, yaitu seorang wanita muda dan anaknya yang masih kecil bernama Robbie (Brady Allen). Suatu hari saat sang ibu sakit dan harus rawat inap, Robbie dititipkan di rumah keluarga Alex, dan sejak saat itulah kejadian aneh mulai terjadi.

Untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, Alex meminta bantuan sahabat (atau pacarnya?), Ben (Matt Shively) untuk merekam segala kejadian di rumahnya. Jika di Paranormal Activity 3 kita diperkenalkan pada inovasi berupa kamera diatas kipas angin, maka disini kita akan diberi inovasi berbagai gadgeti modern untuk merekam segala penampakan yang ada, mulai dari smartphone, webcam, hingga kinect juga turut digunakan. Jujur saya merasa biasa saja dengan penggunaan smartphone ataupun webcam yang tidak memberikan perbedaan apapun jika dibandingkan kamera biasa. Kamera diatas kipas angin yang dipakai di PA3 mampu dimanfaatkan dengan maksimal untuk menghadirkan momen menegangkan dan mengerikan. Bagi saya itu adalah salah satu inovasi mockumentary paling kreatif yang pernah ada. Pemakaian webcam bisa menegangkan jika dieksekusi dengan maksimal seperti yang ada di salah satu segmen dalam film V/H/S. Tapi dalam film ini, penggunaan webcam gagal dimaksimalkan. Pemakaian kinect menghadirkan inovasi baru dan cukup menarik tapi tetap saja gagal menghadirkan kengerian yang maksimal.

Saya justru merasa teknik mockumentary dalam film keempat ini makin terasa pointless dan hanya digunakan dalam rangka meneruskan ciri khas franchise Paranormal Activity. Semua kamera memang terpasang dan menangkap berbagai kejadian misterius, tapi hanya sebatas itu. Tidak ada tindak lanjut seperti memeriksa kamera dan sebagainya. Bahkan entah saya yang kurang teliti karena bosan atau memang ada sudut kamera yang tiba-tiba saja muncul tanpa diperlihatkan kapan dipasang. Film ini memang memakai teknik mocku tapi di beberapa bagian melupakan semangat dan esensi dari penggunaan teknik tersebut. Bicara tentang mocku dimana karakternya membawa kamera jika bepergian, saya merasa ada kebodohan yang dipaksakan oleh film ini berkaitan dengan hal tersebut. Di bagian akhir saat Alex masuk ke rumah Robbie untuk menyelidiki, entah bagaimana dia masih sempat membawa kameranya padahal situasi sedang sangat mencekam dan menakutkan baginya. Bahkan saat teror sudah mencapai klimaks dia masih sempat kabur sambil terfokus merekam dengan kamera. 
Tidak ada momen mengerikan dalam film ini. Sebelumnya, walaupun saya sudah tahu akan ditakut-takuti tapi saya tetap tegang, terdiam dan harap-harap cemas menanti momen itu datang, dan walaupun sudah bersiap saya tetap merasa takut dan kaget. Tapi hal itu tidak terjadi dalam film keempat ini. Usaha untuk mengageti penonton yang dilakukan disini hampir tidak ada yang berhasil. Ada satu atau dua adegan yang cukup mengagetkan tapi dampaknya biasa saja, dan tidak membuat jantung saya berdegup kencang atau membuat tubuh saya lemas. Semua berlalu biasa saja, datar, membosankan. Memang seri Paranormal Activity selalu dimulai dengan lambat. Awal adalah perkenalan pada tokoh dan aktifitas mereka, lalu malam pertama tidak ada hal seram, lalu berlanjut pada teror poltergeist tingkat ringan sampai akhirnya perlahan teror meningkat dan mencapai klimaksnya. Sedangkan disini hingga satu jam berlalu teror yang ditunggu tidak kunjung muncul. Klimaks di garasi tidak menyeramkan. Begitu pula di bagian akhirnya yang terasa predictable dan tidak seram. Saat film selesai saya hanya berkata "begitu saja?". 

Selain terlihat tidak bersemangat menebar teror, film ini juga terlihat begitu mencoba memperpanjang kisahnya. Paranormal Acitivity 4 diperlakukan bukan sebagai sebuah film yang berdiri sendiri tapi diposisikan sebagai jembatan untuk sekuel yang akan terus berdatangan, itulah sebabnya tidak ada greget dan semuanya tidak maksimal. Memang film ini melanjutkan cerita film keduanya, tapi untuk ceritanya sendiri hanya diberi porsi sangat sedikit. Itupun tidak memberi jawaban apapun atas beberapa pertanyaan tidak terjawab di film-film sebelumnya. Yang ada hanyalah pertanyaan baru yang bisa dijadikan dasar untuk membuat film-film berikutnya. Saya bertaruh film kelimanya nanti akan menceritakan kisah antara film kedua dan film keempatnya ini. Sayang sekali, padahal franchise ini punya sebuah jalinan misteri yang cukup menarik dalam kisahnya, tapi atas nama uang semuanya dirangkum dengan diulur-ulur.

Paranormal Activity 4 memberikan beberapa penghormatan pada film horror klasik. Salah satu yang paling kelihatan adalah pada The Shining dalam sebuah adegannya. Cukup menghibur tapi jelas tidak mampu meningkatkan kualitas film ini. Karakternya makin banyak melakukan hal bodoh (Alex mengecek rumah Robie sendirian di pagi buta), para tokoh skeptisnya pun makin terasa menyebalkan. Sungguh, seharusnya para skpetis akan hal paranormal adalah mereka yang berpikiran luas, namun disini (dan di banyak film horor) mereka justru orang bodoh berpikiran sempit yang sangat menyebalkan. Paranormal Activity 4 adalah yang terburuk dalam franchise ini, bahkan salah satu horror paling membosankan yang pernah saya tonton dalam beberapa waktu terakhir. Tahun 2013 ini, kabarnya akan ada dua film PA yang rilis, yaitu Paranormal Activity 5 dan sebuah latino spin-off berjudul Paranormal Activity: The Oxnard Tape yang sepertinya akan memberikan pendekatan baru pada serial ini layaknya PA: Tokyo Night. Saya sepertinya masih akan setia mengikuti kisahnya, tapi sangat berharap pada inovasi layaknya film ketiga karena kesabaran saya sudah hampir habis.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

SEVEN PSYCHOPATHS (2012)

2 komentar
Dalam sebuah wawancara, Martin McDonagh mengatakan bahwa film terbarunya, Seven Psychopaths adalah sebuah film yang banyak terinspirasi dari karya-karya seorang Quentin Tarantino. Beberapa review dari kritikus juga menyebutkan hal yang sama. Sebagai seorang penyuka karya Tarantino tentu saja saya penasaran akan jadi seperti apa film ini. Apalagi nama Martin McDonagh sudah tidak asing lagi lewat sebuah black comedy yang keren berjudul In Bruges. Visi komedi hitam McDonagh dituangkan dalam sebuah film yang terinspirasi karya-karya Tarantino? Seperti sebuah mimpi indah bagi saya. Apalagi Seven Psychopaths diisi oleh banyak nama besar, mulai dari Colin Farrell, Sam Rockwell, Woody Harrelson, Christopher Walken, Abbie Cornish, hingga Olga Kurylenko. Pada ajang Toronto Film Festival 2012, film ini juga berhasil memenangkan penghargaan Midnight Madness, sebuah penghargaan bagi film-film keras dan sinting yang mungkin banyak dikenal orang Indonesia setelah pada tahun 2011 lalu The Raid berhasil memenangkan penghargaan tersebut. 

Ini adalah kisah tentang Marty Faranan (Colin Farrell), seorang penulis naskah film yang tengah mengalami weiter's block. Naskah film terbarunya yang berjudul Seven Psychopaths mandek pada bagian judul setelah Marty tidak punya satupun ide tentang bagaimana karakter-karakternya dan bagaimana ceritanya. Saya suka pada apa yang ditampilkan Martin McDonagh pada kebuntuan Marty berkat keotentikan hal tersebut. Marty sebenarnya tidak 100% buntu, karena dia sudah punya judul dan punya konsep cerita seperti apa yang ia inginkan. Dia bisa menjelaskan ingin membuat sebuah film yang paruh awalnya penuh dengan kekerasan, lalu paruh akhirnya adalah sebuah drama dengan dialog yang penuh dan berisi hal-hal spiritual penuh kedamaian. Marty punya segala konsep tersebut, tapi ia tidak tahu pengembangan hingga detilnya akan seperti apa. Saya sendiri sering mengalami hal yang sama saat menuliskan naskah, dimana saya tidak merasa nihil ide, tapi hanya tidak tahu cara mengembangkannya hingga masuk ke detil. Penilaian yang amat personal tapi saya tetap suka apa yang McDonagh tampilkan pada Marty.

Di tengah kebuntuan tersebut, Marty juga dibantu oleh sahabatnya, Billy Bickle (Sam Rockwell), seorang aktor yang sedang tidak mempunyai pekerjaan dan mencari penghasilan dengan menculik anjing dan berpura-pura mengembalikannya pada sang pemilik. Dalam bisnis tersebut Billy bekerja sama dengan Hans (Christopher Walken). Suatu hari Billy menculik anjing yang ternyata dimiliki oleh seorang bos mafia bernama Charlie Costello (Woody Harrelson). Charlie yang begitu mencintai anjingnya berusaha mati-matian menemukan Billy dan Hans. Marty sendiri yang secara tidak sengaja terjebak dalam kondisi tersebut akhirnya mendapat inspirasi untuk menulis naskah dari pengalamannya berurusan dengan para psikopat tersebut. Sepanjang film kita juga akan disuguhi visualisasi tentang bagaimana karakter psikopat yang muncul dalam cerita Marty, entah itu sebuah flashback tentang masa lalu seorang karakter aslinya, hingga sebuah visualisasi dari kisah fiktif tentang seorang psikopat yang ditulis/didengar oleh Marty. 
Ada banyak adegan brutal penuh darah dan potongan tubuh disini. Ada juga berbagai macam twist sepanjang filmnya yang akan membawa ceritanya kearah yang tidak terduga. Tentu saja ada beberapa tambahan subplot untuk memperluas jangkauan kisahnya, dan segala faktor-faktor tersebut mengukuhkan Seven Psychopaths sebagai sebuah film yang sangat Tarantino. Masih ada sentuhan komedi hitam ala McDonagh namun porsinya berkurang, begitu juga dengan kelucuannya jika dibandingkan dengan In Bruges. Daripada melihat McDonagh yang mengambil unsur film Tarantino dan merangkumnya dengan gayanya sendiri (seperti yang selalu Tarantino juga lakukan), saya justru melihat McDonagh berusaha meniru Tarantino. Hasil akhirnya tidak buruk memang, bahkan bagus tapi rasa dari seorang Martin McDonagh di film ini tenggelam oleh rasa film Tarantino.

Seven Psychopaths juga mengingatkan saya pada Adaptation yang naskahnya ditulis oleh Charlie Kauffman. Kedua film ini sama-sama berkisah tentang penulis naskah film yang tengah buntu ide dan pada akhirnya malah membuat film tentang pengalaman dirinya dalam menulis naskah film tersebut. Seven Psychopaths mungkin tidak se-absrud Adaptation, tapi jelas punya tingkat kegilaan yang sama. Naskah yang ditulis McDonagh sendiri memberikan banyak satir dan referensi tidak hanya pada film Tarantino tapi juga berbagai film kriminal lainnya. Semuanya dimasukkan mulai dari alur cerita, dialog, sampai detil pada masing-masing karakter. Mungkin ada yang sadar asal muasal dari nama tokoh Billy Bickle? Jikapun ada kekurangan dari film ini selain lebih kentalnya rasa Tarantino, itu adalah ekspektasi saya tentang ceritanya sendiri. Saya mengira akan ada tujuh psikopat yang saling melempar dialog gila layaknya para pencuri di Reservoir Dogs, dan dua diantaranya adalah Olga Kurylenko dan Abbie Cornish, namun pada akhirnya bukan seperti itu. Bahkan kedua wanita tersebut hanya punya peran kecil disini.

Paruh awal Seven Psychopaths berjalan dengan luar biasa, penuh kegilaan dan tentunya kejutaan tak terduga bertebaran. Tapi memasuki paruh kedua tensinya menurun drastis. Mengetahui ini adalah film dengan rasa Tarantino dan punya aura mirip Adaptation, saya tahu pasti akan dibawa kearah mana film ini pada akhirnya. Semua hal-hal nyeleneh dan satir tentang film kriminal di bagian akhirnya adalah sebuah twist yang bagi saya memang terasa cerdas tapi begitu predictable dan tidak segila harapan saya. Sebuah akhir yang terasa agak anti-klimaks dan mengingatkan pada ending Gran Torino-nya Clint Eastwood, bedanya saya tidak merasa itu adalah penutup yang memuaskan dalam Seven Psychopaths. Saya malah lebih suka pada ending yang diungkapkan oleh karakter Billy Bickle pada Marty dan Hans. Tapi secara keseluruhan Seven Psychopaths adalah film yang seolah sadar bahwa ini adalah sebuah film. Gambaran yang bagus dan gila tentang seorang penulis naskah, dimana ide naskah yang hebat malah sering muncul dari pengalaman dan kehidupan nyata sang penulis itu sendiri.

2 komentar :

Comment Page:

DJANGO UNCHAINED (2012)

7 komentar
I love Quentin Tarantino! Mulai dari perkenalan saya dengan karyanya lewat Inglourious Basterds, hingga akhirnya saya jatuh cinta pada filmnya setelah menonton Pulp Fiction. Tarantino adalah sutradara sekaligus penulis naskah yang sinting dalam artian positif tentunya. Lihat bagaimana dia mengobrak-abrik sejarah lewat Basterds. Dia juga terkenal sukses dalam membuat genre film yang sering dipandang remeh seperti kung-fu (Kill Bill) hingga grindhouse (Death Proof) menjadi sebuah tontonan berkualitas yang tetap berpegang teguh pada dasar genre-nya masing-masing. Saya juga suka bagaimana seorang QT seringkali "mencuri" berbagai aspek dari film-film yang ia sukai untuk kemudian merangkum aspek-aspek tersebut menjadi sesuatu yang baru, original dan tentunya khas seorang Tarantino. Saya suka segala ciri khas yang ia miliki dalam karyanya, termasuk bagaimana cara Tarantino merangkum berbagai dialog-dialog cerdas yang sekilas terasa tidak penting dan tidak nyambung dengan alur. Tidak hanya itu, Tarantino juga seorang sutradara hebat yang sanggup memunculkan akting terbaik pemainnya dan melambungkan nama mereka, sebut saja Samuel L. Jackson dan John Travolta (Pulp Fiction), Uma Thurman (Pulp Fiction & Kill Bill), hingga Christoph Waltz (Inglourious Basterds). Jadi bagaimana jika film terbaru Tarantino ini memiliki semua hal yang saya cintai diatas?

Kali ini Tarantino mengangkat satu lagi genre yang sering dipandang sebelah mata, yakni western movie. Kisah adu tembak para koboi yang juga melibatkan kerasnya dunia perbudakan kaum kulit hitam bukanlah film yang akan dilirik Oscar bukan? Tapi ini Quentin Tarantino bung! Saya yakin hampir semua orang mengenal nama Django yang dulu diperankan oleh Franco Nero dalam sebuah spaghetti western tahun 1966 karya Sergio Corbucci. Tapi Django versi Tarantino bukanlah seorang Italia, tapi seorang budak kulit hitam yang diperankan oleh Jamie Foxx. Ber-setting dua tahun sebelum perang sipil pecah, dikisahkan seorang bounty hunter yang juga dokter gigi bernama Dr. King Schultz (Christoph Waltz) membebaskan Django dari perbudakan. Schultz membutuhkan bantuan Django untuk mencari The Speck Brothers,tiga bersaudara yang sedang buron. Tapi tentu saja ini adalah film Tarantino yang punya arah cerita tidak terduga. Karena kisah dalam Django Unchained tidak akan berkonsentrasi pada perburuan tiga bandit tersebut, melainkan berjalan lebih jauh lagi hingga ke sebuah perkebunan bernama Candyland milik Calvin J. Candie (Leonado DiCaprio). Candie yang merupakan orang kaya dengan begitu banyak budak kulit hitam ternyata juga memiliki Broomhilda (Kerry Washington) yang tidak lain adalah istri Django yang sudah lama ia cari.

Kabarnya Django Unchained adalah bagian kedua dari trilogi yang dibuat oleh Tarantino. Bagian kedua? Ya, karena bagian pertamanya adalah Inglourious Basterds. Sama seperti Basterds, petualangan Django ini adalah sebuah film berlatar belakang sejarah yang memang terjadi, namun dipelintir oleh Tarantino. Tentu saja ada akurasi sejarah yang tepat, tapi layaknya kematian Hitler di Basterds ada banyak hal yang diubah semau Tarantino disini. Kedua film ini juga sama-sama berkisah tentang sebuah perlawanan terhadap penindasan. Jika sebelumnya yang diangkat adalah penindasan Nazi terhadap Yahudi, maka dalam Django Unchained ada penindasan kulit putih terhadap kulit hitam. Durasinya lebih lama daripada Basterds (153 menit berbanding 165 menit), dan dalam Django Unchained durasi yang lama itu akan diisi plot yang sekilas terasa tidak tentu arah dan dialog yang seolah tidak ada maksudnya (dan memang sebenarnya nyaris tidak ada hubungannya dengan plot), tapi semuanya berbaur dengan sempurna di tangan Tarantino. Durasi dua setengah jam lebih ini juga cukup banyak berisi obrolan yang bagi para pecinta film-film Tarantino tidak akan membosankan. Tapi diantara berbagai obrolan tersebut tentu saja masih ada banyak waktu untuk sajian brutal over-the-top ala QT. Pistol menembus kemaluan, senapan memecahkan kepala, palu menghancurkan tengkorak, dan masih banyak lagi. Big action, big talk, tentu ini adalah apa yang saya harapkan dari film Quentin Tarantino.
Aspek teknis juga tergarap sempurna. Editing cepat dengan shot-shot yang amat western dimana ada banyak adegan zoom in yang begitu keren disini. Seperti biasa juga film-film QT punya scoring yang keren dan kalau boleh dibilang cukup unpredictable. Dia tahu benar musik macam apa yang harus dipakai dalam sebuah genre tertentu tanpa terdengar basi. Tentunya kemampuan Tarantino dalam menciptakan sesosok karakter dan membuat aktornya begitu baik dalam memerankan karakter itu terasa lagi disini. Jamie Foxx sebagai Django memang bagus, tapi karakternya tenggelam oleh para tokoh pendukung lain. Yang paling saya sukai adalah trio Waltz, DiCaprio dan Jackson. Waltz sejak menit pertama sudah mencuri perhatian dan menjadi karakter luar biasa keren yang saya sukai, not as good as Hans Landa but still Oscar-worthy. Jackson yang kembali dalam karakter yang kental unsur kulit hitamnya juga begitu hebat. Memberikan sebuah karakter yang memberikan ambiguitas mengenai karakter dan identitas seorang manusia dalam kondisi penuh perbudakan seperti itu. Tapi paling menyenangkan tentu melihat seorang Leonardo DiCaprio dalam karakternya yang paling gila. Dia sering memerankan tokoh dengan gangguan psikologis yang tersiksa dan depresif (Shutter Island, The Aviator, Revolutionary Road), namun baru disini karakternya benar-benar gila. Tatapannya, senyumannya, semuanya begitu mengerikan dan intimidatif. Kemunculannya yang pertama dengan senyum gilanya itu luar biasa. Begitu pula klimaks kegilaannya saat bersenjatakan palu di meja makan. Ada juga cameo dari Franco Nero, Jonah Hill, dan pastinya Tarantino sendiri.
Django Unchained punya naskah yang brilian dan sanggup membuat saya tertawa dengan humornya, terpana dengan kegilaannya, dan begitu tegang dengan suasana yang dibangun. Klimaks di Candyland begitu menegangkan, mulai dari adegan di meja makan, penembakan di perpustakaan, sampai adu tembak keren antara Django dan anak buah Calvin Candie. Layaknya The Bride membantai anak buah O-Ren di Kill Bill Volume 1. Mungkin saya tidak merasa tersentuh dengan kisahnya. Saya tidak tersentuh dengan romansa Django dan tidak pernah merasa terbawa perasaan oleh kisahnya. Tapi mau bagaimana lagi, karena Django Unchained adalah parade super keren dari seorang Quentin Tarantino. Lagipula siapa yang peduli perasaan di sebuah film koboi jago tembak? Yang paling penting adalah seberapa keren sang koboi dan seberapa keren pengemasan filmnya. Tapi Django Unchained bukan sebuah film yang kosong diluar fakta bahwa Tarantino sedang sangat bersenang-senang disini. Lewat film ini siapa yang tidak membenci perbudakan dan rasisme? Memang ditampilkan dengan cukup vulgar, tapi saya rasa itu adalah akurasi sejarah yang (kali ini) tidak boleh dilewatkan oleh Tarantino, dan dia tahu mana yang harus tetap akurat, dan mana yang boleh dihancurkan menjadi sebuah fiksi. Film ini penuh dengan hal vulgar dan kasar yang memang perlu.

Django Unchained mungkin akan membuat beberapa penontonnya "tersesat" dengan durasinya yang lama dan ceritanya yang seolah terasa tidak fokus dan tidak jelas arahnya. Tapi toh ini adalah Django Unchained, bukannya Django Saves His Wife. Ini adalah kisah Django yang terbebas dari perbudakan, dan kebetulan saja salah satu diantara kisahnya setelah bebas adalah menyelamatkan sang istri, dimana itu memang menjadi tujuan hidupnya. Saya benar-benar menikmati dan mencintai 165 menit perjalanan yang diberikan oleh Tarantino. Sebuah perasaan yang mirip seperti saat saya dibawa oleh Coen Brothers dalam sebuah perjalanan aneh dan terasa tanpa arah yang jelas dalam O Brother Where Art Thou? Beberapa kekurangan minor memang terasa seperti karakter Django yang tertutupi oleh karakter lain, sampai kurang adanya ikatan emosi dengan kisahnya. Tapi ini adalah film Tarantino, dan Django Unchained punya semua hal dan ciri khas yang saya harapkan muncul dalam film-film Quentin Tarantino. Jangan lupakan juga hint menarik dimana dikatakan semua film Tarantino berada dalam universe yang sama. Ada satu nama yang berhubungan dengan nama salah seorang karakter Pulp Fiction di sini, bisakah anda menemukannya?

7 komentar :

Comment Page:

DR. NO (1962)

1 komentar
Film pertama yang menampilkan sosok James Bond di layar lebar ini bukan hanya mempengaruhi popularitas dari karakter ciptaan Ian Fleming ini, tapi juga punya dampak yang begitu besar pada dunia perfilman bahkan berbagai macam pop culture ikut terpengaruh oleh film ini. Semenjak rilisnya Dr. No, novel-novel yang menampilkan James Bond laku keras. Nama Sean Conery sang pemeran Bond mulai dikenal lewat film ini. Begitu pula Ursula Andress yang mulai menjadi ikon seks berkat kemunculan legendarisnya dengan mengenakan sebuah bikini. Bahkan bikini yang ia kenakan menjadi sebuah tren fashion saat itu. Dengan bujet hanya $1,1 juta, Dr. No sanggup meraih pendapatan mendekati $60 juta, sebuah angka yang fantastis mengingat saat itu James Bond belum setenar sekarang. Semenjak kemunculannya disini, genre film yang menampilkan mata-mata mulai diminati, meski pada awalnya James Bond sempat mengundang kontroversi dengan kebruralannya yang diperbolehkan asal membunuh dan kegemarannya berhubungan seks dengan wanita-wanita yang ia temui. Bond versi Conery memang tidak sekelam versi Craig, tapi juga tidak sekonyol Roger Moore ataupun Pierce Brosnan yang meski keren tapi filmnya terlalu banyak dihiasi gadget konyol.

Dibuka dengan opening dan music theme legendaris yang membuat saya langsung tersenyum senang, film ini akan mengajak kita melihat kasus hilangnya John Strangways (Timothy Moxon), salah seorang anggota intelegen Inggris yang bertugas di Jamaika.Untuk menyelidiki kasus tersebut dikirimlah James Bond (Sean Conery) si agen 007 untuk mencari tahu kebenaran di balik hilangnya Strangways. Disana Bond juga dibantu oleh agen CIA, Felix Leiter (Jack Lord) dan Quarrel (John Kitzmiller) seorang warga sekitar yang sempat bekerja bagi Strangways. Tentunya Bond juga akan bertemu dengan Bond Girlsi yang akan membantunya, siapa lagi kalau bukan Honey Ryder (Ursula Andress). Perlahan Bond mulai menemukan fakta tentang keberadaan Dr. Julius No (Joseph Wiseman) yang menjalankan proyek misterius di salah satu pulau terlarang disana. Hilangnya Strangways pun ternyata ada hubungannya dengan Dr. No yang punya sebuah rencana jahat yang dapat membahayakan dunia.

1 komentar :

Comment Page:

SILVER LININGS PLAYBOOK (2012)

1 komentar
Saya tidak terlalu suka David O. Russell. Karyanya sebelum ini, The Fighter bagi saya adalah salah satu film paling overrated dengan tujuh nominasi Oscar termasuk Best Picture berhasil didapat. Akting para pemainnya memang hebat, tapi tidak dengan filmnya. Karena itu saya tidak terlalu berekspektasi tinggi dalam film terbarunya ini yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama garapan Matthew Quick. Seperti The Fighter, Silver Linings Playbook juga cukup berjaya sebagai nominator Oscar dengan mengantongi delapan nominasi termasuk Best Picutre. Keempat pemainnya yaitu Bradley Cooper, Jennifer Lawrence, Robert DeNiro dan Jacki Weaver masing-masing mendapat satu nominasi keaktoran. Film ini sanggup mengalahkan Moonrise Kingdom-nya Wes Anderson sebagai nominator Oscar, sebagaus itukah film terbaru David O. Russell ini? Atau lagi-lagi para kritikus memang keterlaluan dalam mencintai karya-karyanya? Judul film ini berasal dari sebuah ungkapan silver linings yang berarti kebahagiaan/hal baik yang muncul dalam situasi yang buruk/sedih. Di film ini memang para pemainnya tengah menyusun strategi (playbook) untuk mencari kebahagiaan mereka.

Patrick Solitano Jr. atau yang akrab dipanggil Pat Jr. (Bradley Cooper) baru saja keluar dari rumah sakit jiwa akibat bipolar disorder yang ia miliki. Bipolar disorder sendiri adalah sebuah gangguan mood yang bisa membuat emosi pengidapnya naik turun. Pat Jr. sendiri sempat mengalami sebuah insiden dimana ia begitu marah saat memergoki istrinya, Nikki (Brea Bee) sedang berselingkuh dan memukuli selingkuhan sang istri hingga nyaris mati. Hal itu yang membuatnya dikirim ke rumah sakit jiwa. Menghabiskan delapan bulan disana, Pat Jr. akhirnya bisa kembali pulang dengan syarat tidak boleh menghubungi Nikki dan dibatasi untuk tidak terlalu jauh berkeliaran dari sekitar rumahnya. Pat Jr. kini tinggal bersama sang ibu, Dolores (Jacki Weaver) dan ayahnya, Pat Sr. (Robert DeNiro). Sang ayah yang pengidap OCD adalah penggila baseball yang baru saja kehilangan pekerjaannya. Dalam kesehariannya, Pat Jr. berusaha untuk mengontrol emosinya supaya bisa mendapatkan Nikki kembali. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Tiffany (Jennifer Lawrence), seorang gadis yang "sama gilanya" dengan Pat. Dengan rasa sakit dan gangguan yang sama-sama mereka alami ternyata justru makin mendekatkan mereka berdua.

1 komentar :

Comment Page:

LES MISERABLES (2012)

Tidak ada komentar
Pada awalnya, Les Miserables adalah sebuah novel yang ditulis oleh Victor Hugo dan terbit pada tahun 1862. Disebut sebagai salah satu novel terbaik sepanjang masa, tidak mengherankan bahwa pada akhirnya Les Miserables sudah begitu sering diadaptasi dalam bentuk film layar lebar. Tercatat sejak tahun 1909, sudah ada 10 film yang mengadaptasi novel tersebut termasuk rilisan 1998 yang dibintangi Liam Neeson, Geoffrey Rush dan Uma Thurman. Karya sutradara Tom Hooper (The King's Speech) ini adalah film layar lebar Les Miserables yang ke-11. Bedanya versi Tom Hooper lebih berkiblat pada pertunjukkan drama musikal yang pertama dipentaskan di Paris pada 1980. Les Miserables adalah sebuah musical yang over-the-top. Anda boleh saja mengaku sebagai pecinta film musikal seperti Chicago, Dreamgirls hingga Hairspray, tapi belum tentu anda bisa menikmati Les Miserables yang menjadikan musikal bukan hanya sebagai pelengkap namun sebagai sajian utama. Nyaris tidak ada dialog yang diucapkan secara biasa karena sekitar 95% dialog-nya dilagukan. Pembuatannya pun tidak seperti musikal biasa yang merekam suara aktornya di studio, karena dalam film ini semua pemainnya bernyanyi secara live!

Setelah 19 tahun menjalani hukuman berat bagaikan budak setelah dinyatakan bersalah akibat (hanya) mencuri beberapa potong roti, Jean Valjean (Hugh Jackman) akhirnya dinyatakan bebas bersayarat. Namun bukan berarti Valjean telaj menjadi manusia bebas, karena ia harus rutin melapor, jika tidak Javert ia akan kembali ditangkap. Sampai ia bertemu dengan seorang Uskup yang membuat Valjean sadar bahwa hidupnya kini harus ia gunakan untuk menolong sesama. Delapan tahun kemudian Valjean sudah hidup dalam identitas baru dan sudah menjadi pemilik sebuah pabrik sekaligus menjadi walikota Montreuil. Namun selama itu Javert (Russell Crowe) sang penjaga penjara masih terus mencari keberadaan Valjean. Sampai suatu hari Valjean bertemu dengan Fantine (Anne Hathaway) yang dulu sempat menjadi buruh pabriknya namun kini sudah hidup sangat menderita di jalanan. Fantine pun kemudian meminta bantuan Valjean untuk merawat anaknya, Cosette (Isabelle Allen) yang juga hidup menderita. Dimulailah babak baru dalam kehidupan Valjean untuk merawat Cosette sembari terus bersembunyi dari kejaran Javert, dan tentu saja akan ada momen June Rebellion sebagai klimaks kisahnya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE TERMINATOR (1984)

7 komentar
Bersamaan dengan kembalinya Arnold Schwarzenegger dalam dunia akting lewat The Last Stand, saya pun tertarik untuk menonton kembali film yang membuat namanya terkenal, apalagi kalau bukan The Terminator. The Terminator adalah pelontar karir dari banyak pihak yang terlibat dalam film ini. Bagi Arnold Schwarzenegger perannya sebagai Terminator juga melambungkan namanya sebagai action movie star kelas satu setelah sebelumnya hanya dikenal lewat perannya sebagai Conan dalam Conan the Barbarian dan sekuelnya Conan the Destroyer. Sedangkan untuk  James Cameron ini adalah momen dimana namanya mulai dikenal sebagai sutradara papan atas setelah film debutnya, Piranha II: The Spawning yang hancur-hancuran. Sedangkan bagi Linda Hamilton sendiri perannya sebagai Sarah Connor tidak hana membuat namanya dikenal luar sebagai aktris tapi juga sebagai heroine alias jagoan wanita. Tidak hanya itu, The Terminator yang hanya punya bujet $6,4 Juta juga berhasil menjadi sebuah standar baru dalam film action dengan polesan CGI di dalamnya...tentunya sebelum kemunculan Terminator 2: Judgment Day yang fenonemal itu.

Kisah dalam film ini akan terasa begitu biasa jika dilihat sekarang. Pada tahun 2029, mesin sudah menjadi penguasa dan dunia sudah dalam kondisi hancur. Pihak mesin yang sudah begitu canggih dan pintar mampu mengalahkan para manusia. Namun di masa itu manusia tetap melakukan perlawanan di bawah pimpinan John Connor. Pihak mesin yang merasa bahwa keberadaan John Connor adalah ancaman yang cukup serius kemudian mengutus sebuah cyborg pembunuh yang disebut Terminator (Arnold Schwarzenegger) untuk kembali ke masa lalu dan membunuh Sarah Connor (Linda Hamilton) yang notabene adalah ibu dari John Connor. Jika Sarah dilenyapkan maka otomatis tidak akan ada John Connor, yang berarti tidak akan ada perlawanan dari umat manusia. John Connor sendiri tidak tinggal diam. Dia mengirim Kyle Reese (Michael Biehn), salah seorang tentara manusia di masa depan untuk melindungi sang ibu. Lalu terjadilah kejar-kejaran antara sang robot brutal berdarah dingin dengan Kyle Reese dan Sarah Connor. Sebuah alur yang sangat sederhana jika dilihat sekarang, tapi di masa perilisannya dulu The Terminator sempat dianggap mind blowing dan revolusioner untuk urusan cerita.


Konsep yang ditawarkan James Cameron sebenarnya tidak terlalu orisinil karena sudah sempat beberapa kali dipakai, dan memang Cameron tidak pernah menghadirkan kisah yang sangat orisinil dalam film-filmnya. Tapi kelebihan yang ia miliki dan juga terlihat di film ini adalah bagaimana dengan konsep dasar yang ada bisa ia kembangkan dengan cukup kreatif dan ia kemas dengan sangat menarik. Kisah time traveler tentang prajurti dari masa depan yang kembali ke masa lalu sudah sempat disinggung di cerita-cerita lain termasuk serial televisi The Outer Limits yang sempat menimbulkan tudingan bahwa Cameron melakukan penjiplakan. Namun dalam pengemabangannya dia punya visi sendiri. Misalkan ada kisah tentang bagaimana mesin yang sekarang adalah alat bantu yang diciptakan manusia bisa melakukan pembrontakan dan mengalahkan manusia itu sendiri. Cameron juga memasukkan unsur paradoks dalam kisah perjalanan waktunya. Mungkin jika dilihat sekarang adalah sebuah paradoks super sederhana, namun dulu hal ini adalah konsep yang cerdas. Cameron juga sempat menyelipkan kisah tentang bagaimana hilangnya rasa kepedulian dan kemanusiaan mereka. Apakah manusia sendiri sudah mulai menjadi sebuah mesin?
Bagaimana James Cameron mengemas film ini menjadi sebuah sajian yang sangat menghibur juga luar biasa. Tensi filmnya sudah terasa cepat dari awal. Dari adegan pertama dimana kita diperlihatkan kondisi di tahun 2029, tensinya sudah menegangkan. Gambaran masa depannya begitu terasa nyata dengan mesin-mesin canggih menerang manusia dan tentunya disisi lain terasa menyeramkan membayangkan hal tersebut benar-benar terjadi. Lalu kemunculan Terminator untuk pertama kalinya, sampai kejar-kejaran antara Reese dengan para polisi di awal film sudah terasa menegangkan. The Terminator memang punya kejar-kejaran mobil, berondongan peluru dan banyak ledakan, tapi yang membuat film ini spesial adalah bagaimana tidak hanya unsur action yang terasa tapi juga horror yang disajikan lewat teror Terminator. Sosoknya yang brutal, dingin dan berbadan rakasa begitu intimidatif. Saya ingat betul begitu mengerikannya wajah Arnold dengan balutan CGI yang menunjukkan separuh mukana yang rusak. Bagaikan sebuah body horror yang creepy. Lalu saat Terminator menunjukkan wujud aslina sebagai sebuah rangka robot, kengerian masih terasa. Memang efek stop-motion yang dipakai akan terlihat kasar saat ini, tapi unsur kengeriannya tetap terasa. Robot bermata merah menyala dan berjalan patah-patah adalah pemandangan mengerikan.

Sosok Terminator begitu cocok dengan Arnold, dan nampakna tidak ada aktor lain yang bisa menggantikannya. Fisiknya jelas begitu pas sebagai robot pembunuh yang intimidatif. Lalu kejelian James Cameron mengakali aksen dan akting Arnold yang buruk juga membuat penampilannya di film ini begitu pas. Arnold memang punya akting yang tidak bagus dengan intonasi datar dan ekspresi yang datar (jika tidak datar maka akan muncul muka aneh nan berlebihan khas Arnie). Tapi disini semua itu justru terasa pas karena sosok yang ia mainkan adalah robot berdarah dingin. Jangan lupakan juga bahwa disini Arnold mmengucapkan line paling terkenal yang ia miliki, apalagi kalau bukan "I'll be back". The Terminator adalah bukti kehebatan Cameron dalam mengembangkan sebuah cerita lalu merangkumnya sebagai sebuah hiburan yang berbobot dan sangat menghibur. Cameron sanggup memaksimalkan semua aspek yang ada mulai dari efek komputer dan sumber daya pemainnya meski saat itu ia dipenuhi dengan segala keterbatasan. Bukti sebuah kejeniusan.


7 komentar :

Comment Page:

RUST & BONE (2012)

Tidak ada komentar
Sempat muncul kontroversi disaat Marion Cotillard gagal mendapat nominasi Best Actress untuk yang kedua lewat perannya di film ini. Cotillard sendiri berhasil mendapatkan nominasi Golden Globe dan SAG lewat aktingnya disini. Rust & Bone sendiri adalah film Prancis yang punya judul asli De rouille et d'os dan disutradarai oleh Jacques Audiard. Audiard sendiri selama ini cukup dikenal lewat karya fenomenalnya yakni A Prophet. Setelah mengangkat beratnya kehidupan dalam penjara, Audiard kembali mengangkat kisah tentang hidup seseorang yang tengah mendapat cobaan begitu berat. Kali ini bukan mengenai seorang narapidana, melainkan tentang hubungan kompleks yang terjadi antara Ali (Matthias Schoenaerts) dan Stephanie (Marion Cotillard). Ali adalah pria dengan seorang anak yang tidak punya pekerjaan tetap. Bekal yang ia miliki hanyalah pengalaman sebagai mantan petinju amatir. Ali bahkan harus menumpang di rumah kakaknya untuk bisa menghidupi anaknya. Sedangkan Stephania adalah seorang pelatih paus pembunuh yang dipertunjukkan di sebuah tempat wisata. Keduanya pertama kali bertemu disaat Stephanie terlibat perkelahian dengan seorang pria di sebuah klub malam dimana Ali sedang menjadi petugas keamanan disana. 

Setelah pertemuan pertama yang terasa kurang "hangat" itu, keduanya sempat beberapa lama tidak berhubungan. Sampai terjadilah kecelakaan itu dimana ada seekor paus yang lepas kendali dan membuat Stephanie harus kehilangan kedua kakinya. Insiden tersebut akhirnya malah mendekatkan mereka berdua, dimana Stephanie yang harus menjalani hari-harinya yang berat sendirian memilih menghubungi Ali yang perlahan mulai membantu Stephanie mendapatkan semangat hidupnya kembali. Ali yang sekarang mencari uang lewat pertarungan liar itu juga bukannya tanpa masalah. Dunianya dengan wanita hanya sebatas seks, dan ia juga tidak bisa memberikan kasih sayang pada anaknya yang baru berusia lima tahun. Rust & Bone nampaknya memang bermaksud untuk menghadirkan kisah antara dua orang yang tengah menghadapi cobaan berat dalam hidupnya, dan lewat satu sama lain mereka mulai menemukan cahaya harapan dalam kehidupan masing-masing. Terdengar seperti sebuah kisah yang begitu inspiratif dan menggugah memang, namun pada akhirnya film ini justru gagal membuat saya tersentuh, bahkan cerita yang ditampilkan filmnya terasa flat.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE IMPOSTER (2012)

2 komentar
Tentu kita sudah sering mendengar pernyataan bahwa dunia nyata tidak seperti dunia fiksi macam film yang penuh dengan hal-hal mengejutkan dan dramatisasi. Tapi pada kenyataannya kita sering menjumpai hal-hal di dunia nyata yang justru jauh lebih ajaib dan lebih mencengangkan dibandingkan dengan dunia fiksi. The Imposter karya Bart Layton ini adalah salah satunya, dimana kita akan dibawa menelusuri sebuah kasus nyata yang akan begitu mengejutkan dan seolah hanya bisa terjadi di dalam film. Ini adalah sebuah kisah layaknya sebuah film thriller penuh ketegangan dan misteri yang punya berbagai maca twist di dalamnya. Alkisah di bulan Juni 1994, seorang anak berusia  13 tahun bernama Nicholas Barclay dilaporkan menghilang secara tiba-tiba oleh keluarganya. Setelah pertengkaran yang terjadi dengan sang ibu, Nicholas keluar dari rumah dan tidak kembali lagi. Tiga tahun kemudian di Spanyol, seorang turis menemukan remaja yang diperkirakan berusia sekitar 15 tahun dalam kondisi lemah dan terlihat sangat ketakutan. Remaja tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Nicholas Barclay yang selama tiga tahun ini mengaku telah diculik dan disiksa oleh sekelompok orang. Kisah ini sendiri pernah dibuat menjadi film dengan judul The Chameleon yang dibintangi Famke Janssen, hanya saja gagal secara komersil dan kualitas.

Kita sudah akan tahu dari awal bahwa remaja tersebut bukan Nicholas Barclay yang melainkan Frederic Bourdin. Sepanjang film kita akan mendengar pengakuan dari Bourdin sendiri dan tentunya keluarga Nicholas mulai dari ibu, kakak perempuannya hingga keluarga-keluarganya yang lain. Juga ada pernyataan dari pihak-pihak berwajib seperti FBI dan lain-lain yang ikut menyelidiki kasus tersebut. Lalu apa yang luar biasa dari kasus ini? Yang paling mencengangkan adalah bagaimana usaha Bourdin dalam meyakinkan keluarga Nicholas bahwa ia adalah Nicholas yang asli walaupun jika dilihat dari tampilan fisik,aksen hingga kepribadian, Bourdin dan Nicholas nampak begitu berbeda. Kejeniusan Bourdin dalam mengarang cerita, kecerdikannya mengatur strategi hingga berbagai macam kebetulan yang terjadi turut dipaparkan disini. Lalu bagaimana semua anggota keluarga Nicholas bisa dengan mudah percaya? Hal itu juga yang menjadi salah satu misteri terbesar disini. Nantinya ada beberapa twist yang berhasil membuat saya terkejut mengetahui kasus seperti ini benar-benar terjadi. The Imposter akan memperlihatkan bagaimana sebuah kebohongan kecil dapat berujung pada berbagai macam kebohongan lain yang bertambah besar, dan nantinya akan muncul berbagai fakta demi fakta yang begitu mengejutkan.

2 komentar :

Comment Page:

PITCH PERFECT (2012)

2 komentar
Sebuah komedi romantis remaja berbalut musikal? Jelas bukan hal baru, apalagi di masa dimana Glee adalah salah satu serial televisi paling disukai seperti sekarang ini. Hal itu jugalah yang membuat saya sempat malas untuk menonton Pitch Perfect ini. Walaupun film garapan sutradara Jason Moore ini cukup laku di pasaran dan mendapat pujian dari para kritikus saya tetap ragu akan bisa menyukai film ini. Formula standar tentang sebuah grup yang mengikuti kompetisi musik rasanya sudah basi dan terlalu sering diangkat, walaupun dalam Pitch Perfect ada inovasi dimana grup musiknya bukan sekedar vocal group melainkan sebuah grup akapela. Pada akhirnya saya tetap menonton film ini dengan ekspektasi yang tidak terlalu tinggi. Pada akhirnya hal tersebut justru membuat saya mampu menikmati film ini sebagai sebuah sajian yang sangat menghibur meski punya naskah yang biasa saja. Dalam Pitch Perfect kita tidak akan dibawa ke masa SMA seperti pada Glee, tapi di masa kuliah yang dalam sebuah adegan (yang secara tidak langsung menyinggung Glee) disebutkan sebagai masa yang lebih serius dan bukan lagi main-main.

Universitas Barden mempunyai dua grup akapela. Yang pertama adalah Treblemaker yang merupakan juara bertahan lomba akapela mahasiswa tingkat nasional dan diisi oleh para laki-laki yang selalu tampil atraktif. Yang kedua adalah Bellas yang tampil selalu dengan imej anggun dan cantik namun penampilannya monoton. Di final nasional tahun lalu sempat terjadi peristiwa memalukan bagi Bellas dimana Aubrey (Anna Camp), salah satu anggotanya muntah di tengah pertunjukkan. Alhasil tahun ini disaat Aubrey menjadi ketua ia berusaha mencari anggota terbaik untuk memenangkan kompetisi. Setelah melalui sebuah auidisi, terkumpul anggota-anggota baru termasuk Becca (Anna Kendrick) yang menjadi sentral film ini. Becca adalah seorang gadis yang bercita-cita menjadi seorang DJ di Los Angeles. Bellas tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya karena banyak diisi oleh orang-orang yang unik bahkan aneh, mulai dari Becca yang sulit diatur dan selalu menyuarakan perubahan, Fat Amy (Rebel Wilson) yang berbadan tambun dan cerewet, Cynthia (Ester Dean) gadis kulit hitam eksentrik yang juga seorang lesbian, Stacey (Alexis Knapp) yang selalu berpikir tentang seks, sampai Lily (Hana Mae Lee) yang bicara dengan sangat pelan dan selalu berkata hal-hal aneh.

2 komentar :

Comment Page:

HOPE SPRINGS (2012)

2 komentar
Tahun 2012 lalu merupakan tahun yang tidak mengesankan bagi genre komedi romantis, setidaknya menurut saya. Para penonton nampaknya juga mulai bosan dengan genre yang satu ini karena jarang sekali memberikan inovasi pada ceritanya. Tapi Hope Springs bukan sekedar komedi romantis biasa. Film ini datang dari sutradara David Frankel yang selama ini terkenal mampu memberikan sentuhan yang cukup bagus dalam film yang sebenarnya punya cerita biasa saja macam The Devil Wears Prada atau Marley & Me. Jajaran pemainnya juga sangat menjanjikan karena ada dua nama senior yaitu Tommy Lee Jones dan Meryl Streep sebagai pemeran utama serta Steve Carell sebagai pemeran pendukung. Dari jajaran cast-nya sendiri sudah terlihat keunikan karena diisi oleh nama-nama senior. Ya, Hope Springs adalah sebuah komedi romantis tentang kisah percintaan dua orang yang sudah bisa dibilang tua. Bukan hal baru memang, karena Streep sendiri pernah bermain dalam film sejenis di It's Complicated, namun tentunya ini adalah sebuah premis yang menarik. Lewat aktingnya film ini juga Meryl Streep mendapat nominasi Golden Globe yang ke-27 atau yang terbanyak sepanjang sejarah. Hope Springs akan membawa kita pada kisah suami istri Arnold (Tommy Lee Jones) dan Kay (Meryl Streep) yang sudah 31 tahun menikah namun tengah mengalami permasalahan pada pernikahan mereka.

Meski merupakan suami istri, mereka tidak pernah lagi tidur dalam satu kamar. Bahkan sudah sekitar empat tahun mereka tidak berhubungan seks. Hal itu membuat Kay merasa pernikahannya begitu hampa, apalagi keseharian mereka hanya diisi rutinitas yang selalu sama. Pagi hari Arnold hanya akan membaca koran sambil sarapan, lalu pergi ke kantor dan di malam hari ia hanya terus-terusan melihat acara golf di TV. Hal itulah yang membuat Kay memutuskan mengajak Arnold untuk mengikuti konseling intensif selama seminggu di sebuah kota kecil di daerah Maine. Konseling itu dilakukan bersama seorang pakar pernikahan bernama Dr. Bernie Feld (Steve Carell). Meski awalnya menolak tapi pada akhirnya Arnold memutuskan ikut juga. Disana keduanya mulai berusaha mengungkapkan masalah apa saja yang terjadi pada pernikahan mereka dan perasaan yang mereka rasakan. Keduanya "dipaksa" untuk secara kooperatif memperbaiki pernikahan mereka. Tentu saja cerita yang ditawarkan tersebut terasa tidak punya hal yang baru dan spesial. Seperti biasa akhir ceritanya juga sudah bisa dengan mudah ditebak. Namun pemilihan karakter orang tua dengan pernikahan yang sudah berlangsung puluhan tahun berpengaruh pada suasana yang terbangun dalam film ini.

2 komentar :

Comment Page:

EXCISION (2012)

2 komentar
Excision adalah satu dari beberapa film yang sebelumnya tidak pernah saya dengar namun mampu mengejutkan dengan kualitasnya yang bagus. Film ini datang dari seorang sutradara sekaligus penulis naskah yang tidak saya kenal dan para pemainnya (kecuali Malcolm McDowell) juga masih asing bagi saya. Saya sempat mengira Excision hanyalah sebuah film horror biasa yang mengumbar adegan gore tanpa cerita yang bagus yang mana membuat ekspektasi saya hanyalah ingin mendapat kesenangan dan hiburan dari rentetan adegan sadis tersebut. Ternyata saya salah. Excision memang punya banyak adegan gore dengan darah dan potongan tubuh, tapi penyajiannya jauh lebih gila dari yang saya bayangkan. Ceritanya juga bukan hanya sekedar tempelan namun benar-benar sebuah unsur yang membangun filmnya, begitu juga deretan karakternya yang menarik untuk diikuti. Excision adalah sebuah kisah tentang disfungsi keluarga dimana tiap anggota keluarganya punya masalah dalam diri mereka masing-masing. Pasangan suami istri Bob (Roger Bart) dan Phyllis (Traci Lords) mempunyai dua anak perempuan, yaitu Pauline (AnnaLynne McCord) dana diknya Grace (Ariel Winter). Yang akan paling disoroti dalam film ini adalah Pauline.

Pauline adalah gadis remaja yang dikategorikan sebagai "orang aneh" oleh lingkungan sekitarnya baik itu teman, tetangga hingga gurunya. Dari fisik Pauline memang sudah terlihat creepy dengan penampilannya yang berantakan dan tatapan mata yang aneh. Tapi Pauline bukanlah sosok outsider biasa seperti yang sering kita jumpai dalam film-film coming-of-age atau komedi romantis biasa. Pada dasarnya ia memang punya gangguan psikologis dan Pauline sendiri menyadari hal itu. Dia sering berimajinasi tentang hal-hal yang merangsang dirinya. Terdengar normal? Tunggu dulu, karena yang difantasikan dan merangsang Pauline adalah hal-hal mengerikan seperti bersetubuh dengan mayat, mandi darah bersama orang-orang mati, membedah organ tubuh manusia, dan hal-hal aneh lainnya. Bicara soal membedah, Pauline memang bercita-cita menjadi dokter bedah, dimana kondisi sang adik yang menderita cystic fibrosis (penyakit paru-paru) membuatnya makin mantap mengejar cita-cita tersebut. Namun kondisi keluarganya sendiri tidaklah menyenangkan Pauline, dimana sang ibu adalah orang yang suka mengontrol hingga hal-hal kecil dan sangat egois. Sedangkan sang ayah sendiri tidak punya keberanian dan selalu patuh pada istrinya.

2 komentar :

Comment Page:

THE IMPOSSIBLE (2012)

2 komentar
Bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu tentunya masih belum lepas dari ingatan. Saya masih ingat saat itu saya berusia 12 tahun, terpaku di depan layar televisi karena merasa ngeri dengan apa yang saya saksikan. Saya ingat betul sempat menangis melihat kondisi para korban di layar televisi. Total sekitar 230.000 orang meninggal dunia saat itu, dimana lebih dari setengahnya setengahnya berasal dari Indonesia. Hingga sekarang pun dampak bencana tersebut masih terasa khususnya dampak psikologis yang dialami para saksi mata yang selamat. Tapi di balik peristiwa memilukan tersebut beredar banyak cerita tentang kejadian-kejadian luar biasa yang dialami oleh korban yang selamat. The Impossible karya sutradara Juan Antonio Bayona menceritakan satu dari sekian banyak kisah luar biasa dan sulit untuk dipercaya yang terjadi pada bencana alam tersebut. Film yang naskahnya ditulis oleh Sergio G. Sanchez ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari Maria Belon yang bersama suami dan ketiga anaknya berhasil selamat dari bencana tsunami tersebut. Sosok Maria Belon sendiri dalam film ini menjadi Maria Bennett yang diperankan oleh Naomi Watts dengan akting luar biasa yang membawanya meraih nominasi Best Actress untuk kedua kalinya di ajang Oscar. 

Maria Bennett beserta suaminya Henry Bennett (Ewan McGregor) dan tiga orang anak mereka masing-masing Lucas (15 tahun), Thomas (8 tahun) dan Simon (6 tahun) sedang berlibur di Thailand untuk merayakan Natal di sana. Awalnya semua berjalan menyenangkan penuh dengan kehangatan dalam liburan keluarga. Sampai pada tanggal 26 Desember 2004 datanglah bencana tersebut. Saat itu Maria dan semua anggota keluarganya tengah berada di kolam renang. Gelombang raksasa menerjang dan memisahkan mereka semua. Tentu saja dengan membaca judulnya pun saya yakin semua penonton pasti sudah tahu akan berjalan kearah mana film ini. Bahkan saya yakin mayoritas orang sudah bisa menebak ending dari film ini. Mungkin sekilas akan terasa cheesy, terlalu berlebihan dan klise. Tanpa bermaksud spoiler, dari judulnya sudah terlihat kelima anggota keluarga ini akan bertemu lagi lewat jalan yang tidak terduga setelah mengalami perjuangan berat. The Impossble memang punya naskah yang biasa saja dan jika tidak dieksekusi dengan baik hanya akan menjadi tontonan cheesy penuh dramatisasi berlebihan yang alurnya predictable.

2 komentar :

Comment Page:

THE POSSESSION (2012)

2 komentar
Satu lagi film tentang pengusiran setan  (exorcism) yang tentunya terinspirasi dari film horror legendaris The Exorcist. Selain mengandalkan tema exorcism yang sampai sekarang masih cukup menjual, tambahan based on a true story serta diproduseri oleh Sam Raimi juga diharapkan menarih perhatian penonton. Bagi saya sendiri kalimat based on a true story tidak terlalu menarik, karena percuma saja jika film itu dieksekusi dengan buruk. Apalagi tema exorcism akhir-akhir ini sudah terasa membosankan dengan tidak adanya inovasi dan tingkat kengerian yang biasa saja. Namun harus diakui nama Sam Raimi meski hanya sebagai produser cukup menjanjikan. The Possession sebenarnya bukan tidak berusaha memberikan sentuhan baru pada film bertema pengusiran setan. Dimasukkannya unsur drama yang cukup banyak serta pengusiran setan yang tidak lagi mengedepankan tata cara Katolik Roma melainkan cara Yahudi menjadi beberapa variasi yang coba ditampilkan dalam film ini. Tapi sekali lagi materi dasar yang menjanjikan serta niatan membuat film ini menjadi berbeda dari yang lain akan percuma jika eksekusi akhirnya melempem, dan itulah yang terjadi pada The Possession.

Dibuka dengan cukup menegangkan lewat sebuah adegan dimana ada seorang wanita tua yang tiba-tiba seperti diserang oleh sesuatu yang tidak terlihat, Film ini kemudian akan membawa kita pada Clyde (Jeffrey Dean Morgan) yang telah bercerai dengan istrinya, Stephanie (Kyra Sedgwick). Kini mereka berdua harus membagi waktu untuk bersama dengan kedua puteri mereka, Hannah (Madison DavenportI dan adiknya, Emily (Natasha Calis). Suatu hari saat sedang berada di sebuah yard sale bersama ayah dan kakaknya, Emily tertarik pada sebuah kotak kayu kuno yang diatasnya terdapat sebuah ukiran misterius dan meminta sang ayah untuk membelikan kotak tersebut. Keberadaan kotak itu ternyata malah menjadi awal munculnya kejadian-kejadian misterius yang menyeramkan seperti kemunculan sekumpulan ngengat yang entah dari mana. Tapi yang paling membuat Clyde terkejut adalah disaat secara perlahan Emily mulai menunjukkan gelagat aneh. Emily yang ramah dan baik hati tiba-tiba sering bicara sendiri dan menjadi agresif. Benarkah ada setan dari kotak tersebut yang merasuki tubuh gadis cilik tersebut?

2 komentar :

Comment Page:

FLIGHT (2012)

Tidak ada komentar
Robert Zemeckis kembali menyutradari sebuah live action setelah terakhir kali melakukannya di tahun 200 lewat dua film, Cast Away dan What Lies Beneath. Tiga film terakhirnya (The Polar Express, Beowulf dan A Christmas Carol) adalah film-film animasi motion capture yang ambisius namun sayang tidak terlalu sukses. Seolah sadar bahwa eksperimen yang ia lakukan selama sekitar satu dekade kurang berhasil, Zemeckis kembali lagi lewat Flight yang dibintangi Denzel Washington. Film ini sendiri mendapat dua nominasi untuk Oscar 2013, yakni Best Actor bagi Denzel Washington dan Best Original Screenplay untuk naskah yang ditulis oleh John Gatins. Filmnya berkisah tentang William "Whip" Whitaker (Denzel Washington), seorang pilot veteran yang juga seorang alkoholik dan pengguna narkoba. Bahkan malam sebelum ia menerbangkan pesawat menuju Atlanta Whip masih sempat pesta alkohol sembari berhubungan seks dengan Katerina Marquez (Nadine Velazquez) yang juga  merupakan pramugari di penerbangan tersebut. Sebelum terbang pun ia masih sempat memakai kokain. Bahkan disaat pesawat sudah mengudara ia juga meminum vodka yang secara diam-diam dicampurkan kedalam orange juice. 

Sampai kemudian pesawat yang ia kemudikan mengalami gangguan teknis dan memaksanya melakukan aksi penyelamatan heroik dengan membuat pesawat terbang secara terbalik sebelum akhirnya mendarat darurat. Dari 102 penumpang termasuk crew, "hanya" enam orang yang meninggal termasuk dua pramugari. Whip pun dianggap sebagai pahlawan. Hidup Whip seolah benar-benar terselamatkan, apalgi ia kemudian bertemu dengan Nicole (Kelly Reilly), seorang wanita yang tengah berusaha lepas dari ketergantungan narkoba. Keduanya pun saling jatuh cinta. Namun setelah dilakukan penelitian, dalam darah Whip ditemukan kandungan alkohol dan narkoba. Hal itu bisa membuatnya dituduh melakukan kesalahan yang berakibat hilangnya nyawa manusia dan membuatnya dipenjara seumur hidup. Dibantu oleh rekannya, Charlie (Bruce Greenwood) dan seorang pengacara Hugh Lang (Don Cheadle) Whip berusaha lepas dari tuntutan hukum. Namun di satu sisi ia juga belum bisa lepas dari permasalahan utamanya: Ketergantungan alkohol.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

HABIBIE & AINUN (2012)

Tidak ada komentar
Di penghujung tahun 2012 tercatat ada dua judul film yang mampu menyedot perhatian penikmat film Indonesia, yaitu 5 cm serta Habibie & Ainun. Kedua film tersebut mampu menggeser posisi The Raid dari daftar film lokal terlaris di 2012. Sampai saat ini tercatat 5 cm sudah mengumpulkan 2,2 juta penonton walaupun bagi saya film garapan Rizal Mantovani ini punya kualitas yang agak mengecewakan dan overrated. Sedangkan Habibie & Ainun yang menjadi debut penyutradaraan Faozan Rizal malah lebih hebat lagi dengan berhasil mengumpulkan 3,1 juta penonton. Dengan begitu film ini berhasil berada di posisi ketiga dibawah Laskar Pelangi dan Ayat-Ayat Cinta sebagai film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak. Filmnya sendiri diangkat dari buku yang ditulis oleh B.J. Habibie, Habibie dan Ainun yang mengisahkan kehidupan cintanya dengan mendiang sang istri Hasri Ainun Habibie yang wafat pada tahun 2010 lalu. Membicarakan film yang mengisahkan kehidupan seseorang yang nyata apalagi tokohnya adalah orang besar pasti tidak akan lepas dari pertanyaan tentang siapa aktor dan aktris yang memerankan tokoh tersebut. Dalam film ini sosok Habibie diperankan oleh Reza Rahadian yang dianggap sebagai aktor Indonesia terbaik saat ini. Sedangkan Ainun diperankan oleh Bunga Citra Lestari yang terakhir bermain film di tahun 2008 lewat Saus Kacang.

Film ini akan menyoroti kisah antara Habibie dan Ainun semenjak pertemuan pertama mereka di masa sekolah, hingga kemudian Habibie bersekolah di Jerman tepatnya mengambil studi teknik penerbangan untuk spesialisasi konstruksi pesawat terbang. Habibie sendiri memang punya mimpi agar suatu hari Indonesia bisa membuat pesawat terbang sendiri. Sampai pada tahun 1962 saat Habibie tengah berada di Bandung ia bertemu lagi dengan Ainun yang sudah tumbuh menjadi wanita cantik. Tidak butuh waktu lama keduanya saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Setelah pernikahan, Ainun mengikuti Habibie untuk tinggal di Jerman dimana Habibie melanjutkan studi untuk mengambil gelar doktor. Namun mereka berdua harus hidup dengan penuh kesederhanaan disana. Kemudian film ini akan membawa kita menelusuri kisah dimana Habibie telah menjadi doktor dan diminta pulang ke Indonesia untuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi yang pertama, hingga akhirnya bisa mewujudkan mimpinya membuat pesawat dengan tenaga anak negeri Indonesia. Seperti yang kita tahu pada bulan Maret 1998 beliau akhirnya menjadi Wapres dan menjadi Presiden di bulan Mei. Begitu banyak rintangan yang menghalangi namun cinta Habibie dan Ainun tetap bertahan sampai maut memaksa mereka berdua terpisah.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

MOST ANTICIPATED MOVIES OF 2013

4 komentar
Ritual berikutnya setelah menyusun daftar 20 film terbaik 2012 adalah menyusun daftar 20 film yang paling ditunggu di tahun 2013 ini. Jujur saja saya sering merasa "dikhianati" oleh ekspektasi tentang film-film yang paling ditunggu. Saya masih ingat betapa Sucker Punch begitu mengecewakan padahal sudah saya tunggu dengan ekspektasi cukup tinggi. Tapi mau bagaimana lagi, yang namanya ekspektasi tentu tidak bisa terlepas dari kegiatan menonton film. Kadangkala film yang tidak saya tunggu bahkan sebelumnya tidak pernah saya dengar judulnya malah berakhir bagus seperti Safety Not Guaranteed tahun lalu yang sempat beberapa bulan batal ditonton tapi malah berakhir sebagai salah satu film favorit saya di 2012. Dalam daftar ini ada beberapa film yang batal masuk, bukan karena ekspektasi saya menurun tapi karena jadwal rilisnya yang mundur atau belum pasti. Berandal milik Gareth Evans yang kabarnya rilis 2013 justru semapt dikabarkan dirilis di 2014, begitu juga dengan Knights of Cup milik Terrence Malick. Jadi ini dia daftar 20 film paling ditunggu untuk tahun 2013 versi Movfreak Blog yang disusun urut abjad.

4 komentar :

Comment Page:

COSMOPOLIS (2012)

Tidak ada komentar
Seorang David Cronenberg yang dikenal sebagai master of body horror dan sudah banyak menghasilkan berbagai film hebat memakai Robert Pattinson yang selama ini sering dikritisi kemampuan aktingnya? Jangan terlalu terkejut, karena Pattinson sebenarnya bukanlah aktor yang buruk, hanya saja jangkauan karakter yang bisa ia mainkan masih sempit. Pada akhirnya disaat ia menerima tokoh dengan karakterisasi dangkal seperti Edward Cullen aktingnya terlihat buruk. Cronenberg sepertinya menyadari potensi dari sang aktor dan memilihnya untuk menggantikan Colin Farrell sebagai bintang utama dalam sebuah film yang diadaptasi dari novel Cosmopolis karangan Don DeLilo. Namun Cosmopolis bukanlah sebuah body horror, karena seperti yang sudah dilakukannya selama beberapa tahun tearkhir Cronenberg masih berusaha mengesplorasi genre diluar body horror yang sudah membesarkan namanya itu. Cosmopolis akan mengajak kita berkeliling Manhattan dengan sebuah limousine mewah milik seorang milyuner muda bernama Eric Parker (Robert Pattinson). Seperti Holy Motors, film ini akan membawa kita pada sebuah perjalanan absurd bersama seorang karakter dan limousine-nya.

Di tengah kondisi kota yang tengah begitu ramai karena kedatangan Presiden Amerika Serikat, pemakaman seorang sufi rapper ternama Brutha Fez (K'naan) serta unjuk rasa anarkis yang terjadi, limousine milik Eric Parker melaju dengan perlahan. Kemana tujuannya? Menuju ke barber shop untuk memotong rambut. Ya, sekilas memang aneh melihat Eric menempun keramaian itu hanya untuk memotong rambutnya. Perjalanan yang ditempuh tentunya tidak biasa saja karena sepanjang perjalanan akan ada banyak orang yang "mampir" ke limousine Eric mulai dari Didi (Juliette Binoche) seorang konsultan seni yang juga selingkuhan Eric dimana mereka berdua berhubungan seks di dalam limo, Vija (Samantha Morton) chief advisor Eric, Jane (Emily Hampshire) kepala keuangan Eric dan masih banyak lagi termasuk seorang dokter yang datang untuk memeriksa kondisi prostat Eric yang mendiagnosa bahwa Eric punya prostat yang tidak simetris. Limousine milik Eric adalah limo yang sangat canggih, penuh dengan teknologi tinggi termasuk touch screen dan anti peluru. Eric sendiri adalah pria yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan di dalam limo pun ia benar-benar terisolasi dari dunia luar. Bagaikan sebuah pemerintahan kapitalis yang tidak mempedulikan hal lain selain kepuasan pribadi. Tidak mempedulikan betapa carut marutnya kondisi rakyat,sama seperti Eric yang bahkan tak bergeming saat limo miliknya diserbu para demonstran yang anarkis.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

LINCOLN (2012)

4 komentar
Tahun 2012 nampaknya jadi tahun bagi para Presiden Amerika Serikat, dimana setidaknya ada total tiga film yang menjadikan sosok orang nomor satu Amerika menjadi tokoh utamanya. Yang pertama adalah Abraham Lincoln: Vampire Hunter yang mengangkat kisah fiksi dari novel tentang Abe Lincoln yang menjadi pemburu vampir. Lalu ada sosok Franklin D. Roosevelt yang diperankan oleh Bill Murray dalam dramedi Hyde Park on Hudson. Tapi diantara film-film tersebut yang paling digarap dengan serius dan paling akurat dengan sejarah tentunya adalah Lincoln karya Steven Spielberg ini. Diangkat dari sebuah buku berjudul Team of Rivals: The Political Genius of Abraham Lincoln karya sejarawan Doris Kearns Goodwin, film ini menceritakan empat bulan terakhir dari hidup Abraham Lincoln. Sosok Presiden ke-16 Amerika Serikat ini diperankan oleh Daniel Day-Lewis yang sebelum filmnya tayang sudah digadang-gadang meraih nominasi Best Actor Oscar bahkan dijagokan menang. Pesona akting Day-Lewis yang dalam 10 tahun hanya bermain di lima film termasuk Lincoln (mendapat tiga nominasi Oscar dan empat Golden Globe) memang luar biasa. Lincoln sendiri mendapat 12 nominasi Oscar tahun ini termasuk Best Picture, terbanyak diantara film-film lainnya.

Pada Januari 1865 Abraham Lincoln resmi menjabat untuk kedua kalinya sebagai Presiden Amerika Serikat. Pada masa jabatan yang kedua ini Lincoln mempunyai dua problema yang harus ia pecahkan. Yang pertama adalah perang sipil yang sudah berlangsung selama empat tahun, meski diprediksi perang tersebut akan berakhir dalam hitungan bulan namun sudah ratusan ribu nyawa melayang. Yang kedua adalah usahanya untuk meloloskan Amandemen 13 yang berisi penghapusan dan larangan terhadap perbudakan. Lincoln berusaha keras untuk mengesahkan amandemen tersebut sebelum perang berakhir. Namun hal itu tidak mudah, karena lawan politiknya dari partai demokrat yang sedang panas akibat kekalahan di pemilu tentunya tidak akan menyetujui begitu saja aturan tersebut. Untuk itulah Abe Lincoln mulai mengatur strategi untuk bisa mendapatkan suara dari beberapa anggota partai demokrat supaya bisa meloloskan amandemen tersebut. Tentu saja kisah tentang Abraham Lincoln yang sanggup memberikan kemerdekaan bagi para budak sudah dikenal luas, tapi tidak semua orang tahu bagaimana jalan terjal yang harus ia lewati dan strategi macam apa yang ia lakukan.

4 komentar :

Comment Page: