MAN OF STEEL (2013)

2 komentar
Ditengah gempuran superhero Marvel yang mencapai puncaknya lewat kesuksesan besar The Avengers tahun lalu, DC jelas kelabakan. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir hanya Batman lewat trilogi milik Nolan yang sanggup menunjukkan kehebatannya. Sedangkan film lain macam Green Lantern gagal baik secara penghasilan maupun kualitas. Tapi DC masih punya satu lagi sosok superhero besar, seorang pahlawan super yang memulai sejarah panjang komik superhero. Siapa lagi kalau bukan Superman. Sayangnya film terakhir sang manusia baja termasuk kurang berhasil di pasaran mesk karya Bryan Singer tersebut dianggap sebagai sebuah reboot dengan kualitas yang terbilang lumayan. Untuk menghidupkan kembali sosok Superman di layar lebar, maka dua sosok yang melatar belakangi kesuksesan The Dark Knight Trilogy dikontrak untuk membuat film ini. Christopher Nolan ditunjuk sebagai produser sedangkan David S. Goyer menjadi orang yang menulis naskah film ini. Tidak lupa langganan Nolan dalam mengisi soundtrack yakni Hans Zimmer turut dipakai. Sedangkan untuk sutradara ditunjuklah Zack Snyder yang sebelumnya pernah menyutradarai adaptasi komik DC lainnya lewat Watchmen. Sebagai pemeran Superman ada aktor asal Inggris, Henry Cavill. Jajaran pemeran lainnya ada Amy Adams, Michael Shannon, Kevin Costner, Russell Crowe, Diane Lane hingga Laurence Fishburne. Ya, Man of Steel adalah ensemble dari segala sisinya yang mebuat ekspektasi saya setinggi langit.

Man of Steel akan memulai kisahnya jauh sebelum Clark Kent tiba di Bumi. Saat itu Planet Krypton tengah mengalami krisis dimana Jor-El (Russell Crowe) dan istrinya Lara (Ayelet Zurer) meramalkan bahwa kiamat tidak akan lama lagi tiba di Krypton. Untuk itulah mereka berencana mengirimkan anak mereka, Kal-El yang merupakan bayi biologis pertama yang lahir di Krypton setelah berabad-abad lamanya ke planet lain yang aman untuk mencegah ras Krypton dari kepunahan. Namun sebelum hal itu berhasil, terjadi pemberontakan oleh General Zod (Michael Shannon) dan anak buahnya yang berusaha melakukan kudeta. Pada akhirnya Zod berhasil ditangkap dan Kal-el pun berhasil dikirimkan ke planet lain meski harus memakan jiwa Jor-El yang tewas di tangan Zod. Sayang tidak lama kemudian Krypton sungguh-sungguh hancur dan menewaskan semua rakyatnya. Disisi lain, Kal-El tiba di Bumi dan dirawat oleh sepasang suami istri Jonathan dan Martha Kent (Kevin Costner & Diane Lane). Kal-El tumbuh sebagai Clark Kent yang perlahan mulai mengetahui bahwa dirinya berbeda dari anak lain karena mempunyai banyak kekuatan yang melebihi manusia biasa. Jonathan Kent sendiri mendidik Clark untuk menahan dan tidak menunjukkan kekuatannya sampai tiba waktunya saat dunia sudah siap. Clark terus berkeliling dunia guna mencari jawaban atas eksistensinya. Tanpa ia sadari bahwa Zod dan pasukannya berhasil mengetahui bahwa ia tinggal di Bumi serta siap melakukan serangan untuk menangkap Clark sang putera terakhir Krypton.

2 komentar :

Comment Page:

SIDE EFFECTS (2013)

Tidak ada komentar
Rasanya tidak berlebihan jika saya menyebut Steven Soderbergh sebagai salah satu sutradara terbaik di dunia saat ini. Pertama dia adalah sutradara yang sangat produktif dimana setiap tahun rutin merilis setidaknya satu film, bahkan seringkali dia merilis dua film dalam setahun. Kedua, meski sering merilis film namun kualitas yang ia hasilkan selalu memuaskan. Jika patokannya adalah situs Rotten Tomatoes maka dari total 28 film yang telah ia sutradarai hanya delapan film yang mendapat predikat rotten dimana salah satu filmnya pun adalah sebuah antologi yakni Eros yang ia buat bersama Wong Kar-wai dan Michaelangelo Antonini dimana segmen milik Soderbergh mendapat respon positif. Alasan ketiga adalah karena Soderbergh tidak ragu untuk bereksplorasi dalam genre film yang ia sutradarai. Berbagai macam genre pernah ia garap baik itu berbujet besar maupun film micro budget. Dalam Side Effects ia mengambil tema yang sedikit mirip dengan Contagion dimana filmnya berkisah tentang sebuah efek samping dari obat-obatan. Film ini dibintangi oleh banyak bintang besar termasuk Channing Tatum yang akhir-akhir ini menjadi anak emas Soderbergh. Selain Tatum ada juga Jude Law, Rooney Mara serta Catherine Zeta-jones.

Emily Taylor (Rooney Mara) harusnya tengah berbahagia karena sang suami, Martin Taylor (Channing Tatum) baru saja dibebaskan setelah empat tahun mendekam di penjara. Namun Emily justru terlihat tertekan, bahkantidak bisa terpuaskan dalam berhubungan seks. Sampai suatu hari ia melakukan percobaan bunuh diri dnegan menabrakkan mobil yang ia naiki ke sebuah tembok di tempat parkir. Meski selamat dari kejadian tersebut namun Emily harus mendapat perawatan rutin dari seorang Psikiater bernama Dr. Jonathan Banks (Jude Law) karena dikhawatirkan akan melakukan percobaan bunuh diri lagi. Dalam proses perawatan, Dr. Banks memberikan sebuah obat bernama Ablixa yang dapat membuat mood Emily membaik. Hasilnya memang memuaskan dimana Emily tidak lagi depresi, dia bisa tidur nyenyak dan yang paling penting kehidupan seks yang ia jalani dengan Martin kembali memuaskan. Namun ternyata Ablixa memberikan sebuah efek samping mengerikan yang memberikan dampak panjang tidak hanya bagi Emily namun juga Martin dan Dr. Banks. Dibandingkan Contagion, memang Side Effects punya lingkup yang lebih kecil dan bukan menyoroti penyebaran virus berskala global, tapi ini masih sebuah film yang punya tingkat kecerdasan serta kerumitan naskah mengenai konspirasi tingkat tinggi bahkan bagi saya ini adalah sebuah suguhan yang lebih cerdas dari Contagion.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE COAST GUARD (2002)

Tidak ada komentar
Sudah cukup lama saya tidak menonton film dari salah satu sutradara favorit saya, Kim Ki-duk. Film terakhirnya yang saya tonton adalah Pieta yang merupakan film terbaru sang sutradara dan berhasil memenangkan penghargaan Golden Lion di Venice Film Festival. Sekitar enam bulan saya tidak menonton karyanya karena memang film-film dari sutradara yang satu ini sulit didapat. Kali ini saya berkesempatan menonton The Coast Guard, film kedelapan yang dibuat Ki-duk sepanjang karirnya. Film ini berkisah tentang kehidupan tentara yang bertugas menjaga perbatasan pantai yang memisahkan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Perbatasan tersebut memang seringkali dijadikan tempat para mata-mata dari Korea Utara untuk menyusup ke Korea Selatan. Untuk itulah para tentara yang berjaga disana diberi hak untuk menembak mati siapapun yang menyelinap di perbatasan pada malam hari tanpa ijin. Kemudian tentara yang berhasil menembak mata-mata tersebut akan diberi penghargaan dan hadiah berupa dibebas tugaskan selama seminggu dan boleh meninggalkan tugasnya dalam jangka waktu tersebut. Kang Sang-byeong (Jang Dong-gun) adalah salah seorang anggota disana dan cukup terobsesi dengan tugasnya tersebut.

Suatu hari ia terlibat konflik dengan beberapa penduduk sekitar dimana Kang mengancam akan menembak mereka jika mereka nekat menyusup meskipun bukan mata-mata. Tanpa diduga sepasang kekasih penduduk sipil nekat menyusup untuk berhubungan seks di pinggir pantai pada tengah malam. Melihat hal tersebut, Kang yang mengira mereka adalah mata-mata menembak sang pria. Tidak hanya itu ia melemparkan granat yang menghancurkan tubuh pria tersebut. Pada akhirnya setelah tahu yang ia bunuh bukanlah mata-mata melainkan hanya seorang warga sipil yang sempat ia ancam, Kang mulai diliputi rasa bersalah dan depresi yang mendalam. Apalagi setelah ia megetahui bahwa kekasih dari pria yang ia bunuh mulai mengalami gangguan jiwa dan menganggap para tentara yang bertugas disana adalah kekasihnya yang telah tewas. Mulai saat itulah Kang mulai tenggelam dalam mental breakdown yang makin lama semakin bertambah parah. The Coast Guard masihlah film yang mempunyai banyak ciri khas dari seorang Kim Ki-duk. Masih ada karakter minim kata-kata dan mengalami permasalahan yang depresif dalam kehidupannya. Masih ada juga atmosfer depresif dan aura kelam dalam konflik-konflik yang dihantarkan dalam filmnya. Tapi bagi saya ini bukanlah film Ki-duk yang gila.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE SQUID AND THE WHALE (2005)

3 komentar
Noah Baumbach memang bukanlah sutradara yang mengarahkan film-film dengan bujet besar atau mampu menghasilkan film dengan pendapatan ratusan juta dimana filmnya yang paling banyak mendapatkan uang adalah The Squid and the Whale ini yang berhasil mendapatkan lebih dari $11 juta. Meski begitu, karya-karyanya yang relatif mini itu selalu memuat ksiah-kisah sederhana namun unik dalam kehidupan sehari-hari. Baumbach selalu mampu menangkap suatu hal dalam hidup dari sisi yang cukup unik dan khas sehingga menghasilkan karya-karya yang sangat menarik.The Squid and the Whale sendiri adalah film rilisan tahun 2005 yang berhasil memberikan Noah Baumbach nominasi Oscar untuk Best Original Screenplay meskipun pada akhirnya harus kalah oleh duo Paul Haggis dan Bobby Moresco lewat Crash. Film ini dibintangi oleh Jeff Daniels. Laura Linney, Anna Paquin serta Jesse Eisenberg yang saat itu baru memulai awal karirnya di dunia film layar lebar. Filmnya sendiri berkisah tentang sebuah keluarga yang harus menghadapi permasalahan seputar perceraian. Tentu saja meskipun membahas ranah permasalahan yang cukup berat dan sedikit kelam namun Noah Baumbach tidak akan mengemasnya sebagai film keluarga yang depresif seperti American Beauty misalnya. Seperti film-filmnya yang lain, Baumbach tetap akan memberikan sedikit unsur komedi di dalamnya.

Walt (Jesse Eisenberg) dan adiknya, Frank (Owen Kline) sedang berada dalam situasi sulit dalam kehidupan mereka disaat suatu hari kedua orang tua mereka memberitahu bahwa keduanya akan berpisah. Untuk mengakali hak asuhnya, maka dibagilah jadwal hari kapan Walt dan Frank ikut dengan ibunya dan kapan dengan ayahnya. Tapi tentu saja seperti apapun kondisinya, perpisahan kedua orang tua selalu menghadirkan permasalahan pelik tidak hanya bagi keduanya tapi bagi anak-anak mereka juga. Walt dan Frank sendiri mulai menghadapi permasalahan mereka masing-masing akibat dari konflik keluarga yang menimpa tersebut. The Squid and the Whale mungkin hanya berdurasi 81 menit, tapi dengan waktu singkat tersebut kisahnya mampu mengeksplorasi cukup dalam aspek-aspek seputar perceraian serta dampaknya bagi anak-anak. Kita akan melihat bagaimana Walt dan Frank pada masa dimana keduanya tengah beranjak dewasa harus menghadapi sulitnya perceraian yang terjadi. Pada akhirnya mereka mau tidak mau dan secara sadar tidak sadar harus memilih antara ayah ataupun ibu. Mereka melakukan pelarian beserta coping terhadap apa yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka selaku role model. Walt yangdekat dengan sang ayah dan sering mendapat berbagai nasihat mulai bermain-main dengan rasa cinta meskipun harus membohongi dirinya sendiri. Sedangkan Frank terobsesi dengan masturbasi dimanapun ia berada dan mengkonsumsi minuman keras.

3 komentar :

Comment Page:

WORLD WAR Z (2013)

Tidak ada komentar
Dalam proses penggarapannya, World War Z yang disutradarai oleh Marc Forster (Quantum of Solace) ini menyimpan begitu banyak cerita. Yang pertama tentu saja adalah perbedaannya dengan buku berjudul sama karangan Max Brooks yang merupakan sumber adaptasi kisah film ini. Jika dalam bukunya, narasi yang dipakai adalah sebuah penelusuran terhadap orang-orang yang menjadi surivor dari seluruh dunia tanpa satu jagoan utama maka di filmnya ada sosok Gerry yang diperankan oleh Brad Pitt sebagai sosok protagonist. Hal ini sempat menimbulkan protes dari penggemar bukunya karena menurut mereka justru bentuk narasi itulah yang menjadi keunggulan utama World War Z dan mampu menciptakan ketegangan serta aura epic invasi zombie secara massal daripada hanya mengikuti satu karakter utama yang mencoba bertahan hidup. Cerita kedua yang muncul adalah mengenai pemunduran jadwal rilis yang mencapai enam bulan dimana film ini awalnya akan dirilis pada Desember 2012 tapi pada Juni 2012 dilakukan shooting ulang. Bagi saya itu adalah sebuah pertanda buruk. Memundurkan jadwal karena menghindari persaingan dengan film lain saja bagi saya sudah pertanda buruk karena pihak studio berarti tidak yakin dengan filmnya, apalagi sampai melakukan pengambilan gambar ulang. Jadi seperti apakah film zombie dengan bujet sebesar $190 juta ini?

Sedari awal, Marc Forster tidak ragu untuk menggeber film ini dengan kecepatan tinggi. Tidak butuh waktu lama bagi Gerry Lane yang merupakan mantan pegawai di PBB beserta keluarganya untuk menghadapi sebuah invasi zombie besar-besaran disaat mereka tengah terjebak kemacetan di Philadelphia. Setelah itu mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk bertahan hidup dari serangan zombie-zombie yang bergerak cepat dan berjumlah sangat banyak. Bantuan dari PBB sempat datang dimana Gerry dan keluarganya mendapat tempat tinggal yang aman di kapal militer PBB. Namun Gerry mendapat tugas untuk terjun ke medan perang guna mencari cara menangkal virus yang sudah menyebar secara massal tersebut. Dengan bantuan pasukan militer, Gerry mulai menelusuri satu per satu negara di dunia untuk mencari cara menyelesaikan teror virus misterius tersebut. Saat saya menulis bahwa film ini memiliki zombie yang berjumlah sangat banyak maksud saya adalah benar-benar banyak. Bukan lagi berjumlah ratusan atau ribuan namun menyentuh angka jutaan, karena dalam film ini mayoritas umat manusia telah tewas dan secara otomatis berubah menjadi zombie. Jadi bicara skala, ini adalah film zombie dengan skala terbesar yang pernah saya tonton. Melihat ribuan zombie berkumpul dan mampu bergerak begitu cepat memang terasa luar biasa. Adegan zombie memanjat tembok di Yerusalem adalah salah satu momen paling gila di film ini.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

NOW YOU SEE ME (2013)

Tidak ada komentar
Masih sangat jarang film yang mengangkat sulap sebagai sajian utamanya. Mungkin yang paling terkenal adalah The Prestige karya Nolan dan The Illusionist yang dirilis pada tahun yang sama. Maka dari itu Now You See Me garapan sutradara Louis Leterrier (The Incredible Hulk, Transporter, Clash of the Titans) ini terasa menarik dan cukup fresh apalagi filmnya diisi oleh begitu banyak bintang besar. Ya, bicara bintang besar, Now You See Me memang punya jajaran ensemble cast yang menggiurkan dengan nama-nama seperti Jesse Eisenberg, Woody Harrelson, Isla Fisher, Dave Franco, Mark Ruffalo, Michael Caine sampai Morgan Freeman. Now You See Me akan membawa kita berkenalan pada empat orang pesulap yang masing-masing punya keahlian yang berbeda-beda. Pada scene pembuka kita sudah disuguhi satu per satu dari mereka yang sedang melakukan aksi sulapnya. Ada Daniel Atlas (Jesse Eisenberg) yang melakukan trik sulap kartu dan ahli memainkan mindset seseorang lewat kata-kata dan cara bicaranya, lalu Merritt McKinney (Woody Harrelson) yang jago hipnotis, Jack Wilder (Dave Franco) yang memakai sulapnya untuk mencuri sampai Henley Reeves (Isla Fisher) yang memukau penonton lewat aksinya menyelamatkan diri dari ikan piranha.

Namun sebuah undangan lewat kartu tarot mempertemukan dan menyatukan mereka di sebuah tempat misterius dimana mereka mendapati sesuatu yang sangat mengejutkan dan mempesona mereka. Setahun berlalu dan mereka berempat sudah tergabung sebagai kuartet sulap bernama The Four Horsemen yang terkenal dan melakukan pertunjukkan di Las Vegas. Tanpa diduga oleh penonton mereka berhasil memperlihatkan aksi sulap yang sebelumnya belum pernah ada, yakni merampok bank yang terletak di Prancis dan membagi uangnya pada semua penonton. Aksi tersebut tentunya membuat kepolisian turun tangan dimana agen FBI Dylan Rhodes (Mark Ruffalo) dan agen Interpol Alma Dray (Melanie Laurent) ditugaskan untuk menangkap dan membongkar trik keempat pesulap tersebut. Dalam usaha tersebut mereka meminta bantuan pada Thaddeus Bradley (Morgan Freeman) yang merupakan seorang pembongkar trik sulap. Mereka harus berhasil meringkus The Four Horsemen sebelum mereka melakukan pertunjukkan ketiga mereka yang juga menjadi klimaksnya. Begitulah Now You See Me, sebuah film yang bagaikan mengajak penontonnya menikmati pertunjukkan sulap dalam skala luar biasa besar.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

A HISTORY OF VIOLENCE (2005)

Tidak ada komentar
A History of Violence adalah sebuah adaptasi dari graphic novel berjudul sama karangan John Wagner dan Vince Locke yang terbit pada tahun 1997. Delapan tahun kemudian David Cronenberg yang dikenal sebagai master dari film-film body horror mengadaptasinya menjadi sebuah film yang dibintangi oleh Viggo Mortensen, Maria Bello, Ed Harris dan William Hurt. Filmnya sendiri cukup meraih kesuksesan dengan berhasil meraup pendapatan diatas $60 juta dan mendapat dua nominasi di ajang Oscar tahun 2006. Naskah dari John Olson mendapat nominasi Best Adapted Screenplay (kalah dari Brokeback Mountain) sedangkan aktor William Hurt mendapat nominasi Best Supporting Actor (kalah dari George Clooney) meski hanya muncul selama delapan menit di film ini. A History of Violence bertutur mengenai kehidupan Tom Stall (Viggo Mortensen) yang bekerja sebagai pemilik restoran di sebuah kota kecil di Indiana. Meski tidak hidup sebagai orang kaya, Tom tetaplah mendapat kebahagiaan dalam hidupnya. Hubungannya dengan sang istri, Edie Sall (Maria Bello) masih mesra meski telah dikaruniai dua orang anak . Hubungan Tom dengan kedua anaknya pun akrab dan tidak terjadi disfungsi hubungan. Tom sendiri orang yang cukup disukai oleh masyarakat sekitar. Singkat kata Tom Stall adalah pria biasa yang hidup bahagia penuh kehangatan dari orang-orang di sekitarnya.

Namun semua hal itu perlahan mulai berubah saat di suatu malam restoran milik Tom kedatangandua orang misterius yang mulai mengancap pelanggan serta karyawannya. Dengan cepat Tom melakukan perlawanan dan berhasil membunuh dua orang tersebut. Dengan cepat Tom dielu-elukan sebagai local hero bahkan pahlawan Amerika. Dia muncul di televisi dan wartawan selalu berada di sekitarnya. Namun ternyata tidak hanya wartawan yang datang pada Tom tapi juga seorang gangster bernama Carl Fogarty (Ed Harris). Carl kemudian mengungkap bahwa Tom bukanlah sosok yang selama ini ia kenal, melainkan seorang gangster dari Philadelphia bernama Joey Cusack. Tentu saja Tom dan keluarganya tidak mempercayai hal tersebut. Namun Carl terus menerus datang dan mengganggu ketenangan hidup Tom dan keluarganya. Benarkah Tom adalah Joey? Ataukah Carl hanya salah mengenali orang lain? Saya selalu suka film yang membangun ceritanya dengan tone yang cukup drastis perbedaannya di awal dan di akhir dan merangkumnya dengan maksimal seperti film ini. Meski sempat disuguhi momen misterius yang melibatkan kematian, namun diawal kita "hanya" akan diajak melihat keseharian Tom dan keluarganya. Kita diajak melihat bagaimana harmonis dan bahagianya hidup mereka. Meski ada permaslaahan itu hanya masalah keluarga atau remaja yang biasa terjadi. Dari situlah saya mulai dibuat secara tidak sadar bersimpati pada Tom dan keluarganya.
Kemudian di paruh kedua saat masalah mulai muncul dan mengancam keharmonisan bahkan nyawa Tom sekeluarga, saya dibuat terus berharap mereka semua baik-baik saja. Saya dibuat peduli pada semua karakter utamanya. Dari situlah film ini membangun ketegangannya dengan tensi yang terus terjaga hingga akhir. Kita ikut dibawa merasakan rasa paranoid dan ketakutan yang dirasakan oleh Tom dan keluarganya. A History of Violence mampu mengeksplorasi bagaimana rasa takut pada diri manusia. Rasa takut yang berasal dari prasangka dan hal-hal yang sebenarnya belum tentu akan terjadi dan pada akhirnya hal tersebut berpengaruh pada bagaimana seseorang memandang kejadian di sekitar mereka serta bagaimana mereka menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Rasa takut memang dapat merubah semuanya dengan begitu drastis dalam waktu yang relatif singkat. Secara tidak sadar ditunjukkan tiap-tiap karakter yang ada mulai mengalami perubahan tingkah laku seiring dengan makin membesarnya rasa takut yang mereka rasakan.

Sama seperti judulnya, A History of Violence juga mengeksplorasi bagaimana kekerasan dan kaitannya dengan diri seseorang. Kekerasan memang sebuah hal yang tidak pernah lepas dari manusia, siapapun dia tinggal bagaimana seseorang mampu menekan keluarnya perilaku kekerasan tersebut, sama seperti yang dilakukan oleh Tom Stall. Ini adalah kisah tentang nature of violence dalam diri manusia. Ya, sekeras apapun seseorang menekan perilaku tersebut, hal yang sudah mendarah daging akan sulit untuk dilupakan, apalagi itu adalah hal yang bawaannya natural seperti kekerasan. A History of Violence adalah sebuah studi yang sebenarnya sederhana namun begitu mendalam akan sebuah sifat natural dalam diri manusia. Dengan tensi yang selalu terjaga, karakter yang likeable serta ditutup dengan ending yang cukup miris namun terasa sempurna menjadikan film ini sebagai salah satu film favorit saya dari seorang David Cronenberg, khususnya pada era dimana dia sudah melebarkan sayapnya tidak hanya pada genre body horror seperti diawal karirnya. Sebuah ironi bagaimana hidup seseorang berubah menjadi lebih tidak tentram setelah dia dinobatkan menjadi sosok pahlawan.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

STOKER (2013)

2 komentar
Park Chan-wook bisa dibilang merupakan salah satu sutradara terbaik dari Korea Selatan yang telah menghasilkan film-film luar biasa yang selalu punya keunikan tersendiri. Sebut saja Thirst yang menghadirkan sosok Pendeta yang juga merupakan vampir dan tentu saja karyanya yang paling terkenal lewat The Vengeance Trilogy yang di dalamnya terdapat Oldboy, sebuah film yang tidak hanya layak disebut sebagai film terbaik Korea tapi juga salah satu film terbaik sepanjang masa. Meski sudah memulai debut dari tahun 1997, baru 16 tahun kemudian Park mendapat kesempatan untuk memulai debut Hollywood-nya dengan Stoker. Tahun 2013 memang spesial bagi perfilman Korea dimana tidak hanya Park Chan-wook, tapi juga dua sutradara lainnya yakni Kim Ji-woon (I Saw the Devil, The Tale of Two Sisters, The Good, the bad, the Weird) dan Bong Joon-ho (Memories of Murder, The Host, Mother) juga melakukan debut Hollywood mereka masing-masing dengan The Last Stand dan Snowpiercer. Stoker sendiri merupakan film yang naskahnya ditulis oleh Wentworth Miller dan dibintangi oleh tiga aktris ternama yakni Nicole Kidman, Mia Wasikowska dan Jacki Weaver. Judulnya mungkin akan menipu anda, karena Stoker sama sekali tidak bercerita tentang drakula ataupun tentang Bam Stoker, tapi tentang sebuah keluarga Stoker yang misterius.

India Stoker (Mia Wasikowska) harus menerima kenyataan pahit bahwa sang ayah, Richard Stoker (Demot Mulroney) yang amat dekat dengannya dan sangat ia sayangi harus meninggal akibat kecelakaan tragis tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-18. Mulai saat itu ia harus tinggal berdua dengan ibunya,  Evelyn Stoker (Nicole Kidman) yang tidak begitu ia sukai. Evelyn sendiri merasa bahwa sang puteri tidak pernah menuruti perkataannya dan selalu melawannya. Evelyn yang selama ini merasa bahwa sang suami telah "direnggut" oleh puterinya sendiri kini harus menerima kenyataan sang suami benar-benar meninggalkannya untuk selamanya. Namun pada saat itu tiba-tiba datang Charlie (Matthew Goode) dalam kehidupan mereka berdua. Charlie sendiri adalah adik dari Richard yang selama ini keberadaannya tidak pernah diketahui baik oleh Evelyn maupun India. Kehadiran Charlie membuat Evelyn teringat akan sosok Richard disaat mereka masih muda dan India belum lahir. Hal itu membuat Evelyn perlahan mulai membaik dari duka yang ia alami. Sebaliknya India justru merasa terganggu dengan keberadaan sang paman yang ia rasa menyimpan sesuatu yang misteterius. Namun kenyatannya tidak hanya Charlie, karena India juga menyimpan misteri dalam dirinya.

2 komentar :

Comment Page:

A NIGHTMARE ON ELM STREET FRANCHISE (RANKING FROM WORST TO BEST)

3 komentar
Selama beberapa hari ini saya memutuskan untuk menonton marathon tiga franchise slasher terbesar sepanjang masa yang juga telah melahirkan tiga karakter pembunuh yang begitu ikonis. Ketiga franchise tersebut adalah A Nightmare on Elm Street dengan karakter Freddy Krueger, Friday the 13th lewat Jason Voorhees serta Halloween yang mempunyai Michael Myers. Yang pertama saya selesaikan adalah A Nightmare on Elm Street yang dibuat oleh Wes Craven, sosok yang juga membidani lahirnya karakter Ghostface dalam franchise slasher Scream. Kisah mimpi buruk ini dimulai pada tahun 1984 lewat film berjudul A Nightmare on Elm Street yang ditulis dan disutradarai oleh Wes Craven. Dengan konsep yang terbilang unik, film tersebut mampu meraih kesuksesan baik dari segi finansial ataupun kualitas. Dari bujet hanya $1,8 juta, film tersebut berhasil meraup lebih dari $25 juta. Di website Rotten Tomatoes sendiri film ini mendapat nilai 95%,sebuah angka yang jarang didapatkan oleh film horror. Kesuksesan tersebut melahirkan delapan film lanjutan termasuk remake tahun 2010 dan sebuah crossover dimana Freddy berhadapan dengan Jason lewat Freddy vs Jason pada 2003. Lewat film ini juga nama Robert Englund sebagai Freddt Krueger begitu dikenal lewat pembawaannya yang tidak hanya menyeramkan tapi juga jago melontarkan one-line kocak. Jika Samuel L. Jackson terkenal lewat kata motherfucker, maka Robert Englund dikenal lewat kata Bitch! Berikut ini adalah catatan singkat saya sekaligus urutan dari kesembilan film mulai dari yang terburuk sampai yang terbaik.

3 komentar :

Comment Page:

CINTA DALAM KARDUS (2013)

1 komentar
Baru sekitar sebulan lalu Raditya Dika muncul dalam Cinta Brontosaurus yang sanggup mengumpulkan lebih dari 890.000 penonton, dia sudah kembali lagi dalam film berjudul Cinta Dalam Kardus yang disutradarai oleh Salman Aristo. Bagi para penikmat serial Malam Minggu Miko tentu sudah tidak asing lagi dengan sosok Miko, tokoh utama film ini yang diperankan oleh Dika sendiri. Film ini memang mengambil cerita dalam dunia yang sama seperti serial tersebut. Saya sendiri bukan termasuk pecinta serial tersebut, bukan karena memang tidak suka tapi karena saya memang tidak menyempatkan diri untuk menontonnya. Tapi dengan kesuksesan Cinta Brontosaurus dan tentunya serial Malam Minggu Miko tidak ada salahnya kali ini saya menyempatkan diri mengikuti kisah cinta dari Raditya Dika yang tentunya seperti biasa penuh dengan hal absurd dan komedi konyol yang selalu menyentil aspek-aspek kehidupan remaja zaman sekarang. Dalam film ini Miko diceritakan tengah menghadapi konflik dalam hubungannya dengan sang pacar, Putri (Anizabella Putri). Selalu mendapat omelan dari sang pacar membuat Miko mulai merasa hubungannya sulit untuk dipertahankan lagi. 

Hal itu membuatnya memutuskan untuk melakukan stand-up comedy perdana di cafe langganannya. Saat melakukan persiapan, Miko memutuskan untuk membawa kardus berisi peninggalan 21 mantan gebetannya yang sebelumnya sempat ingin ia buang. Mengawali panggungnya dengan kurang lancar saat para penonton terus mencibir lawakannya, Miko memutuskan untuk mulai menggunakan satu per satu dari barang dalam kardus tersebut dan menceritakan kisah-kisah cintanya di masa lalu yang tentunya begitu absurd dan diisi kekonyolan. Cinta dalam Kardus sama halnya dengan performa Miko di panggung stand-up comedy. Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan ceritanya dan merasa humor yang dilontarkan biasa saja, tidak terlalu lucu. Ada beberapa momen yang membuat tertawa tapi cukup banyak juga yang gagal. Namun layaknya performa dari Miko, disaat film ini mulai berjalan dengan perlahan saya mulai semakin menikmati sajian kisahnya dan tentunya dibuat tertawa dengan segala humor dan dialog yang terlontar dari karakter Miko. Sekilas humor ataupun cerita cinta dari Miko memang terasa absurd, tapi cobalah tengok lebih jauh lagi maka anda akan menemukan bahwa semua itu sebenarnya hal-hal yang selalu terjadi dalam hubungan cinta remaja saat ini.

1 komentar :

Comment Page:

JACK THE GIANT SLAYER (2013)

2 komentar
Sebelum kembali menahkodai franchise X-men dalam X-Men: Days of Future Past yang akan dirilis pada tahun 2014, Bryan Singer terlebih dahulu membuat sebuah adaptasi live action dari dongeng klasik Jack and the Beanstalk dan Jack the Giant Killer. Dengan bujet raksasa yang mencapai $200 juta, jelas proyek ini menjadi sebuah proyek yang menjanjikan, apalagi ditangani oleh sutradara sekelas Bryan Singer yang sudah membuktikan bahwa ia mampu menangani berbagai macam jenis film mulai dari superhero (X-Men & Superman) thriller kriminal (The Usual Suspects) hingga film bertemakan Nazi (Valkyrie). Kisahnya sendiri bercerita mengenai Jack (Nicholas Hoult), seorang anak petani yang sedari kecil terobsesi dengan dongeng mengenai pohon kacang raksasa yang akan menyambungkan dunia manusia dengan dunia para raksasa yang terletak jauh diatas langit. Pertemuannya secara tidak sengaja dengan seorang biarawan tanpa ia sadari akan membawanya pada petualangan seperti dongeng masa kecilnya tersebut. Sang biarawan ternyata baru saja mencuri biji kacang yang disimpan oleh Lord Roderick (Stanley Tucci) di dalam istana. Sebelum tertangkap, biarawan tersebut menitipkan kacang itu pada Jack untuk dikirimkan pada biarawan lainnya dengan syarat jangan sampai biji tersebut basah.

Bukannya langsung mengirimkan biji tersebut, Jack malah menyimpannya terlebih dahulu tanpa sadar bahwa salah satu biji terjatuh di bawah lantai kayu rumahnya. Lalu di sebuah malam saat hujan deras, Jack dikejutkan oleh kemunculan seorang wanita di depan pintu rumahnya. Wanita itu tidak lain adalah Puteri Isabelle (Eleanor Tomlinson) yang selalu keluar dari istana untuk mencari petualangan. Sama dengan Jack, Isabelle di masa kecilnya juga begitu menyukai dongeng mengenai kacang ajaib dan raksasa tersebut. Yang tidak mereka ketahui adalah petualangan tersebut akan segera mereka alami setelah kacang yang jatuh tersebut terkena air hujan dan mulai tumbuh ke angkasa membawa rumah Jack beserta Isabelle di dalamnya. Jack yang terjatuh dari rumah bersama para pengawal kerajaan termasuk Lord Roderick memanjat pohon kacang raksasa tersebut untuk menyelamatkan Isabelle. Tentu saja sepasukan raksasa ganas pemakan manusia sudah menyambut mereka diatas sana. Saya sebenarnya sedikit berharap Singer akan melakukan lebih banyak twist entah itu pada alur cerita ataupun pada tone kisahnya, namun ternyata Singer membuat Jack The Giant Slayer hanya sebagai film hiburan keluarga yang punya alur sangat sederhana, karakterisasi biasa serta tone yang cerah.

2 komentar :

Comment Page:

RISE OF THE GUARDIANS (2012)

Tidak ada komentar
Jack Frost, Santa Claus, Easter Bunny, Sandman hingga Tooth Fairy adalah sosok-sosok mitologi yang sudah begitu melegenda, bahkan hingga saat ini tetap ada orang-orang yang percaya bahwa tokoh-tokoh tersebut memang benar adanya dan bukan sekedar dongeng belaka. Namun dalam film produksi Dreamworks ini, tokoh-tokoh tersebut bukan hanya nyata tetapi juga tergabung menjadi satu sebagai Guardians yang mempunyai tugas menjaga dan memberikan harapan bagi semua anak-anak di seluruh dunia. Begitulah konsep dari film garapan sutradara Peter Ramsey ini. Diangkat dari buku The Guardians of Childhood, film ini memberikan twist bagi keberadaan makhluk-makhluk mitologi termasuk pada karakterisasi fisik serta kepirbadian mereka. Pernahkah terbayang Santa Klaus yang memiliki tato besar di lengannya? Atau Easter Bunny yang ternyata begitu urakan dan berbicara dengan aksen Australia? Semua hal twisty mengenai karakter mitologi tersebut akan kalian temui di Rise of the Guardians. Dengan berebagai karakter mitologi tersebut, film ini akan membawa kita untuk berfokus pada karakter Jack Frost.

Dicerikana Jack Frost tiba-tiba terbangun tanpa ingat apapun mengenai dirinya. Yang ia tahu hanyalah dia bernama Jack Frost dan punya kemampuan untuk mengendalikan salju serta es. Namun alangkah terkejutnya ia karena sosoknya tidak dapat dilihat bahkan disentuh oleh manusia-manusia. Tanpa tahu tujuan hidupnya, Jack Frost hanya bersenang-senang bersama anak-anak yang tidak bisa melihat sosoknya sampai 300 tahun kemudian. Pada saat yang sama di kutub utara Nicholas St. North (Santa Klaus) dikejutkan oleh kemunculan bayangan hitam yang ia duga sebagai Pitch Black (Boogeyman) yang ternyata telah bangkit kembali. Untuk itulah Santa kembali mengumpulkan para Guardians lainnya, yaitu E. Aster Bunnymund (Easter Bunny), Toothiana (Tooth Fairy) dan Sandy (Sandman). Namun mereka mengetahui bahwa kekuatan Pitch Black kini sudah semakin bertambah dan sulit untuk mengalahkannya jika hanya menggabungkan kekuatan mereka berempat. Untuk itulah Man in the Moon menunjuk satu orang lagi Guardian, yang secara mengejutkan jatuh kepada Jack Frost. Bersama, mereka berlima berusaha menggagalkan usaha Pitch Black untuk mengisi kehidupan anak-anak dengan mimpi buruk dan rasa takut.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

AFTER EARTH (2013)

3 komentar
Saya bukanlah satu dari sekian banyak orang yang "bergabung" untuk mencela M. Night Shyamalan seolah-olah dia merupakan sutradara terburuk sepanjang masa menyaingi reputasi Ed Wood. Saya menyukai The Sixth Sense, Unbreakable hingga Signs yang menyeramkan meskipun punya twist yang mengecewakan. Bahkan jika dilanjutkan, saya masih menyukai The Village termasuk twist ending-nya yang sering dicap bodoh itu. Saya memang belum menonton Lady in the Water, tapi barulah pada The Happening saya merasa kecewa dan merasa film itu buruk meski punya premis yang potensial serta dibuka dengan cukup meyakinkan. Pada akhirnya memang karya terakhir Shyamalan, The Last Airbender adalah film yang amat sangat buruk, tapi sejujurnya saya masih yakin pada Shyamalan, termasuk apda twist ending yang menjadi signature miliknya. Kali ini Shyamalan kembali menggarap film yang jauh dari ciri khasnya (thriller supranatural) yakni sebuah science-fiction berbuujet $130 juta berjudul After Earth yang turut dibintangi duo ayah-anak, Will Smith dan Jaden Smith. Tentu saja banyak cerita yang mengiringi perilisan film ini, mulai dari tuduhan nepotisme dalam keterlibatan Jaden Smith, keraguan terhadap sang sutradara, hingga perdebatan tentang twist macam apa yang akan ia tampilkan kali ini.

After Earth ber-setting 1000 tahun di masa depan dimana pada saat itu manusia sudah meninggalkan Bumi yang sudah tercemar dan pindah ke planet baru bernama Nova Prime. Namun Nova Prime tidak sepenuhnya aman karena manusia masih harus menghadapi ancaman dari alien ganas bernama Ursas yang sanggup mendeteksi manusia dari rasa takut yang mereka keluarkan. Untungnya ada Jenderal Cypher Raige (Will Smith) yang tidak punya rasa takut dan memimpin para Ranger untuk menjaga keamanan Nova Prime dari serangan Ursas. Cypher sendiri punya seorang putera bernama Kitai (Jaden Smith) yang baru saja gagal dalam ujiannya menjadi seorang ranger. Untuk memperbaiki hubungan dengan sang putera yang telah rama merenggang, Cypher memutuskan membawa serta Kitai dalam sebuah misi yang ia rencanakan sebagai misi terakhirnya sebelum pensiun. Namun celakanya pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan pada akhirnya terjatuh di Bumi yang telah 1000 tahun tidak ditinggali manusia dan membuat spesies liar yang ada berevolusi menjadi monster-monster ganas. Pada kecelakaan tersebut Cypher mengalami cedera parah dan membuat Kitai harus sendirian mencari sisa reruntuhan pesawat guna mengirim sinyal bantuan.

3 komentar :

Comment Page:

V/H/S/2 (2013)

Tidak ada komentar
Hanya butuh waktu setahun semenjak V/H/S untuk sekuelnya dirilis ke pasaran. Sama seperti prekuelnya, film yang awalnya berjudul S-V/H/S ini juga diputar perdana di Sundance Film Festival dan mendapatkan penilaian yang lebih bagus dari film pertamanya. Jika dalam V/H/S ada enam film termasuk Tape56 yang menjadi penghubung, maka dalam V/H/S/2 akan ada lima film horror yang siap memberikan teror pada penonton. Dari para sutradara film pertamanya hanya Adam Wingard yang kembali. Nama-nama lain yang duduk di kursi sutradara adalah Simon Barrett, Eduardo Sanchez & Gregg Hale (The Blair Witch Project) serta Jason Eisener (Hobo with a Shotgun). Namun bagi para pecinta film Indonesia tentunya keterlibatan Gareth Evans dan Timo Tjahjanto yang berkolaborasi menyutradarai segmen Safe Haven adalah hal yang paling menarik perhatian. Berikut adalah review dari masing-masing segmen.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

A GOOD DAY TO DIE HARD (2013)

2 komentar
Siapa tidak kenal John McClane dengan line ikoniknya, Yippee-ki-yay, motherfucker? Semenjak kemunculan perdananya lewat Die Hard pada tahun 1988, sosok McClane sudah menjadi salah satu legenda dalam dunia film aksi Hollywood. Selain dianggap sebagai salah satu film aksi terbaik yang pernah ada, Die Hard juga telah melahirkan tiga sekuel yang meski tidak sanggup mencapai kualitas seperti film pertamanya tetapi masih termasuk dalam jajaran film aksi yang cukup berkualitas. Tepat 25 tahun setelah film pertamanya atau enam tahun setelah Live Free or Die Hard, John McClane kembali dalam film kelima yang berjudul A Good Day to Die Hard. Saya sendiri cukup menantikan film ini karena dibandingkan aktor-aktor laga seangkatannya yang lain seperti Sylvester Stallone ataupun Van Damme, Bruce Willis masih mempunyai taringnya karena dia tidak hanya mengandalkan otot saja tapi juga sanggup menghadirkan karakter-karakter yang cukup menarik baik itu dalam film aksi macam Die Hard hingga drama seperti Moonrise Kingdom. Kali ini petualangan McClane tidak hanya terjadi di New York ataupun Washington melainkan hingga ke Moscow, Russia. Jika dalam film keempatnya McClane harus memperbaiki hubungan dengan puterinya, Lucy McClane (Mary Elizabeth Winstead), dalam film kelima ini dia harus memperbaiki hubungan dengan puteranya, John 'Jack' McClane Jr. (Jai Courtney).

McClane diceritakan sedang melakukan pencarian terhadap putera tunggalnya, Jack dimana ia menemukan fakta bahwa saat ini Jack sedang menjadi tahanan di penjara Russia. McClan punpada akhirnya memutuskan untuk pergi ke Moscow demi menyelamatkan sekaligus berusaha memperbaiki hubungannya dengan Jack. Namun sesampainya disana lagi-lagi McClane harus berada dalam situasi penuh masalah. Jack ternyata adalah mata-mata CIA yang mendapat tugas untuk melindungi seorang tahanan politik yang mempunyai bukti mengenai perbuatan kotor yang dilakukan oleh Viktor Chagarin (Sergei Kolesnikov). Kini John harus bahu membahu dengan Jack untuk menyelamatkan sang tahanan sekaligus menghindari ancaman dari anak buah Viktor. Tentunya dimana ada John McClane disitu ada kehancuran dan kerusakan besar-besaran. Pada awalnya saya sempat pesimistis pada film ini mengingat di mata kritkus A Good Day to Die Hard dianggap sebagai film Die Hard yang terburuk. Bahkan jika melihat rating pada situs Rotten Tomatoes, film ini punya rating yang begitu jauh dibawah film lainnya dimana film ini hanya mendapat 15% sedangkan film pertama hingga keempatnya secara berurutan mendapat nilai 94%, 57%, 62% dan 81%.Secara pendapatan pun film ini "hanya" memperole $306 juta dimana angka tersebut masih kalah jika dibandingkan Die Hard with a Vengeance ($366 juta) yang dirilis tahun 1995.

2 komentar :

Comment Page:

THE HANGOVER PART III (2013)

4 komentar
Empat tahun lalu Todd Phillips berhasil meraih kesuksesan luar biasa saat The Hangover yang mempunyai bujet hanya $35 juta sanggup meraup pendapatan $467 juta dan memenangkan Golden Globe untuk kategori Best Musical or Comedy. Film pertamanya memang punya ramuan yang fresh sekaligus luar biasa atara komedi dan misteri. Filmnya juga dipenuhi banyak kejutan seperti kemunculan Ken Jeong dan cameo Mike Tyson yang sangat lucu. Dua tahun kemudian The Hangover Part II rilis dan berhasil meraup pendapatan sebesar $580 juta meskipun secara kualitas dianggap mengalami penurunan drastis akibat ceritanya yang bagaik copy-an film pertamanya. Bagi saya pribadi kualitas film keduanya tidaklah buruk tapi memang mengalami penurunan yang cukup curam dibanding film pertama. Hilangnya unsur kejutan serta kelucuan yang menurun adalah faktor utama penurunan kualitas tersebut. Akhirnya tahun ini film ketiga yang juga dikatakan oleh Tod Phillips sebagai penutup dari trilogi The Hangover dirilis. Dengan bujet yang mencapai $103 juta dan kisah yang (katanya) berbeda dibanding dua film pertamanya, saya jelas berharap bahwa The Hangover Part III ini akan kembali terasa fresh, sebuah harapan yang pada akhirnya menghilang secara perlahan seiring dengan berjalannya film membosankan ini.

Janji Todd Phillips untuk membuat kisahnya berbeda memang tidak salah, karena kali ini tidak ada lagi pernikahan dan pesta bujang gila-gilaan semalam suntuk. Fokusnya adalah tentang Alan (Zach Galifianakis) yang makin tidak terkontrol setelah berhenti mengkonsumsi obat miliknya. Salah satu kegilaan yang terakhir ia lakukan adalah mengakibatkan kecelakaan besar di jalan tol akibat jerapah yang ia beli tertabrak jembatan layang dan kepalanya yang terpenggal terlempar kearah mobil lain. Kejadian tersebut membuat ayahnya makin kecewa dan akhirnya meninggal akibat serangan jantung. Hal itulah yang membuat Doug (Justin Bartha) berinisiatif untuk membawa Alan ke sebuah rehabilitasi di Arizona. Supaya Alan bersedia, para wolfpack bersedia mengantarnya kesana. Jadilah Phil (Bradley Cooper) dan Stu (Ed Helms) ikut mengantar Alan ke Arizona. Tapi mereka tidak tahu bahwa nantinya mereka akan berurusan dengan bahaya yang mengancam nyawa mereka dan memaksa wolfpack untuk melakukan perjalanan mulai dari Meksiko hingga kembali ke Las Vegas. Tentu saja mereka juga tidak akan menyangka bahwa lagi-lagi petualangan mereka akan melibatkan Leslie Chow (Ken Jeong) yang beberapa waktu sebelumnya berhasil kabur dari penjara di Bangkok. 

4 komentar :

Comment Page:

LORE (2012)

1 komentar
Sudah begitu banyak film yang berkisah seputar nazi dan perang dunia II. Kebanyakan dari film tersebut akan menyoroti tragedi hollocaust dengan seorang Yahudi sebagai tokoh utamanya, ataupun menceritakan kisah Adolf Hitler. Namun sudut pandang serta konflik yang diangkat dalam film Lore garapan Cate Shortland ini cukup unik. Alih-alih menyoroti tragedi hollocaust, film yang menjadi perwakilan Australia pada Oscar 2013 ini justru menyoroti usaha anak-anak dari seorang anggota nazi untuk bertahan hidup disaat Jerman sudah dinyatakan kalah dan Hitler telah tewas. Film ini sendiri ceritanya berbasis dari buku The Dark Room karya Rachel Seiffert yang dipublikasikan pada tahun 2001 lalu. Judul film ini berasal dari nama tokoh utamanya, Lore (Saskia Rosendahl) yang merupakan puteri sulung dari lima bersaudara. Suatu hari mereka harus pergi dari rumah bersama sang ibu setelah ayah mereka berada dalam daftar anggota nazi yang diburu oleh pasukan sekutu. Untuk itu mereka harus melakukan perjalanan sejauh 900 km untuk menuju rumah sang nenek yang terletak di Hamburg. Tidak hanya jauh karena mereka juga harus menempuh perjalanan tersebut dengan berjalan kaki serta perbekalan seadanya. Padahal empat orang adik Lore masih kecil, bahkan si bungsu masih bayi.

Keadaan bertambah sulit bagi Lore saat sang ibu meninggalkan mereka dan menyerahkan tanggung jawab pada Lore untuk menjaga adik-adiknya dalam sisa perjalanan yang berbahaya dan penuh rintangan tersebut. Sampai di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang pria Yahudi misterius bernama Thomas (Kai Malina) yang pada akhirnya melakukan perjalanan bersama lima bersaudara tersebut. Menonton Lore bukan hal yang bisa dikatakan mudah karena penyajiannya yang punya rasa arthouse serta Eropa yang cukup kental dimana film berjalan dengan tempo yang lambat, konflik realis serta dinamika cerita yang jika diperhatikan sekilas akan terasa datar bahkan di klimaks sekalipun. Bahkan tidak seperti film-film besar ala Hollywood yang "berbaik hati" memberikan penjabaran atas semua yang terjadi di dalamnya, film macam Lore akan seringkali hanya memberikan gambaran tersirat ataupun sekilas saja. Tapi disinilah yang membuat film ini menarik, karena lebih menyoroti konflik internal serta perasaan karakternya beserta berbagai pesan tersirat yang menghiasi sepanjang filmnya. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya bahwa film ini mengambil sudut pandang yang menarik dalam narasinya. Dengan menjadikan anak seorang petinggi nazi sebagai sentral kita akan diberikan sudut pandang lain mengenai pergolakan di Jerman pada masa itu.

1 komentar :

Comment Page:

FAST & FURIOUS 6 (2013)

Tidak ada komentar
Jarang ada franchise film yang bertahan sampai film keenam tapi kualitasnya tetap terjaga bahkan meningkat. The Fast and the Furious adalah satu dari sedikit franchise tersebut. Disaat film ketiganya (Tokyo Drift) tidak terlalu berhasil baik secara kualitas ataupun komersial, saya mengira bahwa nyawa serial ini sudah hampir berakhir. Apalagi film keempatnya, Fast & Furious kualitasnya makin menurun meski para pemain di film pertamanya kembali dan pendapatannya meningkat dua kali dibanding Tokyo Drift. Namun siapa sangka akan muncul Fast Five yang tidak hanya memperpanjang namun juga memberikan nafas baru bagi franchise ini. Dengan pendapatan $626 juta di seluruh dunia serta tanggapan positif dari para kritikus, film ini dengan berani membawa franchise ini kearah baru yang tidak hanya menampilkan aksi balapan mobil tapi lebih kearah heist movie. Tentu saja post-credit scene di Fast Five yang menunjukkan bahwa karakter Letty (Michelle Rodrihguez) masih hidup setelah diceritakan tewas di film keempatnya memberikan misteri baru pada ceritanya dan membuat Fast & Furious 6 (punya judul lain Fast 6 dan Furious 6) makin dinanti. Khusus bagi penonton Indonesia, kehadiran Joe Taslim yang melakukan debut Hollywood-nya juga menjadi bonus.

Pasca keberhasilan di Rio, Dominic (Vin Diesel) dan para timnya kini hidup mewah meski tetap harus bersembunyi akibat status mereka yang masih dicari pihak kepolisian. Kejutan datang bagi Dom saat Luke Hobbs (Dwayne Johnson) muncul di tempat tinggalnya untuk meminta bantuan Dom dan timnya meringkus kelompok teroris yang dipimpin oleh Owen Shaw (Luke Evans). Makin terkejutlah Dom saat ia tahu bahwa salah satu anak buah Shaw ternyata adalah Letty yang ia kira sudah tewas. Setelah menyetujui tawaran tersebut, Dom kembali mengumpulkan rekan-rekannya yang terpisah di seluruh penjuru dunia, tidak hanya untuk menangkap Shaw tapi juga untuk membawa pulang kembali Letty. Hampir semua orang baik itu penonton biasa hingga kritikus yang menganggap bahwa Fast & Furious 6 masih sebuah hiburan yang sangat menyenangkan namun masih kalah jika dibandingkan Fast Five. Saya sendiri tidak menyangkal bahwa adegan klimaks di film kelimanya yang menampilkan penucrian brankas raksasa dan menghancurkan kota Rio memang super gila, memacu adrenaline dan sulit untuk ditandingi. Namun bagi saya pribadi film keenamnya ini punya kualitas diatas film kelimanya.

Tidak ada komentar :

Comment Page: