COMMITMENT (2013)

3 komentar
Satu-satunya alasan saya menonton film ini adalah karena kehadiran Choi Seung-hyun alias T.O.P yang merupakan salah satu anggota boyband Big Bang sebagai aktor utama. Saya pribadi merupakan salah satu dari (mungkin) sedikit pria yang mengidolakan sosoknya. Saya suka proyek solo yang ia kerjakan lengkap dengan video klipnya yang begitu artistik dan tentu saja menarik untuk melihat akan seperti apa kemampuannya berakting di depan kamera. Apalagi sampai sekarang T.O.P merupakan salah satu idol Korea yang paling aktif bermain dalam film dimana secara total sudah lima film yang ia bintangi. Commitment sendiri memfokuskan kisahnya pada kehidupan ganda yang dilakoni seorang mata-mata Korea Utara dalam misinya di Korea Selatan. Sang mata-mata adalah Ri Myung-hoon (T.O.P). Myung-hoon yang masih remaja sebenarnya sama sekali tidak ingin menjadi seorang mata-mata sekaligus pembunuh. Semuanya terjadi setelah sang ayah yang merupakan mata-mata Korea Utara terbunuh dan itu membuat Myung-hoon bersama adik perempuannya, Ri Hye-in (Kim Yoo-jung) ditangkap dan dikurung dalam sebuah camp.

Seorang Kolonel bernama Moon Sang-chul (Jo Sung-ha) yang juga merupakan atasan dari ayah Myung-hoon menawarkan sebuah perjanjian. Myung-hoon dan adiknya akan dibebaskan jika dia bersedia menjadi mata-mata di Korea Selatan guna melanjutkan misi sang ayah yang belum tuntas. Tidak punya pilihan lain, Myung-hoon pun bersedia dan akhirnya menyamar sebagai seorang pelajar SMU bernama Kang Dae-hoon. Disana ia tinggal bersama dua orang tua angkat yang tidak lain juga merupakan mata-mata Korea Utara. Myung-hoon pun mulai menjalani kehidupan ganda disana. Dia menjadi seorang pelajar SMU biasa sedangkan disisi lain ia juga harus menjalankan misinya membunuh para target yang diperintahkan oleh Sang-chul. Di sekolahnya sendiri, Myung-hoon perlahan mulai menjalin pertemanan dengan seorang gadis korban bullying yang memiliki nama sama dengan adiknya, Lee Hye-in (Han Ye-ri). Kehidupan ganda ini pun perlahan mulai memberikan masalah bagi Myung-hoon apalagi saat ia harus berhadapan dengan konspirasi politik besar.

3 komentar :

Comment Page:

NEIGHBORS (2014)

Tidak ada komentar
Seorang Seth Rogen memang selalu identik dengan film rated R comedy yang penuh dengan lelucon jorok serta pesta gila-gilaan penuh ganja dan alkohol. Saya sendiri tidak terlalu menyukai Seth Rogen beserta mulut kotornya itu. Setiap filmnya dia lebih sering terasa annoying daripada lucu. Jadi bagi saya pada awalnya Nieghbors atau yang dirilis dengan judul Bad Neighbors untuk peredaran diluar Amerika Serikat tidaklah terlalu menarik. Hanya saja kesuksesan film garapan sutradara Nicholas Stoller (Forgetting Sarah Marshall & Get Him to the Greek) ini meraup pendapatan diatas $266 juta serta respon positif dari para kritikus sukses membuat saya tertarik untuk memberi kesempatan pada film yang juga diproduseri Seth Rogen ini. Lagipula keberadaan Rose Byrne yang selalu memikat dan Zac Efron yang masih terus berusaha menjauhi imej "cowok ganteng Disney" cukup untuk membuat filmnya menjanjikan lebih dari sekedar Seth Rogen berbicara kotor dan mabuk-mabukan. Tapi memang Neighbors akan diisi oleh begitu banyak pesta gila-gilaan di dalamnya mengingat ini adalah film yang bercerita tentang "peperangan" antara sepasang suami istri dengan sebuah fraternity gila pesta.

Pasangan suami-istri Mac (Seth Rogen) dan Kelly (Rose Byrne) tengah berbahagia karena baru saja dianugerahi bayi perempuan yang lucu. Tapi meski merasa bahagia, sesungguhnya di dalam hati mereka merindukan kehidupan mereka saat muda dulu yang bebas, penuh pesta dan dipenuhi tantangan. Sampai suatu hari sebuah fraternity bernama Delta Psi Beta yang dipimpin oleh Teddy (Zac Efron) pindah ke rumah sebelah mereka. Tentu saja kehadiran mereka yang selalu membuat kegaduhan setiap malam akibat pesta gila-gilaan mengganggu Mac dan Kelly yang memiliki bayi. Terlebih lagi Teddy dan teman-temannya tidak pernah merespon protes baik-baik yang dilakukan oleh Mac dan Kelly. Dari situlah peperangan antara kedua belah pihak tidak terhindarkan lagi. Mac dan Kelly berusaha mengusir Delta Psi dari lingkungan mereka, sedangkan Teddy dan teman-temannya pun berusaha terus membalas perlakuan Mac dan Kelly.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

YASMINE (2014)

4 komentar
Jangankan menonton, saya sendiri sebelum ini belum pernah mendengar kabar apapun tentang perfilman Brunei Darussalam. Sampai kemudian muncul kabar menghebohkan tentang Yasmine, sebuah film yang disebut sebagai film pertama Brunei dalam 50 tahun terakhir. Tidak tanggung-tanggung film ini langsung mendapat perhatian kalangan internasional dengan dibeli oleh banyak distributor mancanegara termasuk diputar di Cannes Film Festival 2014 yang lalu. Yasmine sendiri dibuat oleh sutradara wanita asli Brunei, Siti Kamaludin serta diisi oleh banyak kru dan aktor baik dari dalam maupun dari luar Brunei. Indonesia sendiri menyumbang cukup banyak nama mulai dari aktor-aktor seperti Reza Rahadian, Agus Kuncoro, Dwi Sasono hingga Arifin Putra, penulis naskah dari Laskar Pelangi, Salman Aristo, sampai Nidji yang didapuk sebagai pengisi soundtrack lewat lagu Menang Demi Cinta. Filmnya bakal menggabungkan kisah kompetisi silat remaja dengan kisah coming-of-age yang dialami oleh karakter-karakternya. 

Yasmine (Liyana Yus) adalah gadis remaja dengan tingkah laku yang seenaknya sendiri. Kekecewaan datang menghampiri Yasmine saat ia gagal masuk ke sebuah sekolah privat unggulan dan harus berakhir di SMU Negeri yang tidak begitu dikenal luas. Disanalah pada akhirnya Yasmine tertarik untuk mengikuti klub pencak silat bersama dua orang temannya, Ali (Roy Sungkono) dan Nadia (Nadia Wahid). Tapi sesungguhnya alasan utama Yasmine mengikuti klub tersebut adalah untuk menarik perhatian Adi (Aryl Falak), seorang atlit pencak silat muda berbakat milik Brunei yang juga teman masa kecil Yasmine. Yasmine yang sudah lama menyukai Adi merasa cemburu saat pria pujaannya itu justru dekat dengan Dewi (Mentari De Marelle) yang juga seorang atlit pencak silat. Yasmine pun mengajak Ali dan Nadia mengikuti sebuah kompetisi pencak silat yang mana juga diikuti oleh sekolah Dewi. Tujuan dari Yasmine adalah untuk mengalahkan Dewi dan merebut perhatian Adi. Tapi pada perjalanannya banyak konflik yang harus ia hadapi mulai dari ujian persahabatan, pendewasaan, sampai perselisihan dengan sang ayah (Reza Rahadian) yang selalu melarang Yasmine mengikuti pencak silat.

4 komentar :

Comment Page:

GUARDIANS OF THE GALAXY (2014)

2 komentar
Kehebatan Marvel Studios dalam merangkum cinematic universe milik mereka memang tidak diragukan lagi. Satu hal yang paling mengagumkan adalah bagaimana mereka bisa menjadikan superhero kelas B menjadi kelas A setelah diangkat kedalam film. Sebagai contoh, sebelum tahun 2008 sosok Iron Man jelas kalah kelas jika dibandingkan Spider-Man maupun para mutan X-Men. Tapi lihat sekarang dimana film sang manusia besi memperoleh pendapatan jauh diatas superhero-superhero tersebut. Tapi biar bagaimanapun proyek Guardians of the Galaxy tetap menjadi salah satu proyek paling risky dari Marvel. Iron Man mungkin bukan superhero kelas A, tapi setidaknya namanya sudah cukup dikenal, berbeda dengan Guardians of the Galaxy yang begitu asing. Saya sendiri baru mengetahui tentang tim superhero ini saat Marvel mengumumkan rencana pembuatan filmnya empat tahun lalu. Hal ini mungkin wajar saja karena GOTG baru dibuat kembali komiknya pada tahun 2008 lalu (versi pertamanya terbit dari tahun 1969 sampai 1995).  Jadi apakah perjudian besar Marvel lewat gelontoran bujet $170 juta bagi kisah superhero kelas C ini akan sukses?

Pada tahun 1988, Peter Quill yang masih anak-anak diculik oleh sebuah pesawat alien milik Yondu Udonta (Michael Rooker) di malam saat sang ibu meninggal dunia. Selang 23 tahun kemudian, Peter (Chris Pratt) telah menjadi bagian dari kelompok bandit bernama Ravager yang dipimpin oleh Yondu dengan menggunakan nama Star Lord. Pada sebuah kesempatan ia mendatangi planet kosong bernama Morag untuk mengambil sebuah batu misterius guna dijual dengan harga mahal. Tapi ternyata batu tersebut menyeretnya ke dalam permasalahan yang lebih besar disaat Ronan the Accuser (Lee Pace) yang merupakan alien kree radikal juga menginginkan batu tersebut karena perjanjian yang ia buat dengan Thanos (Josh Brolin). Untuk itulah Ronan mengutus Gamora (Zoe Saldana) yang tidak lain adalah puteri angkat Thanos untuk mengambil batu tersebut dari Peter. Tapi ternyata yang ingin memburu Peter tidak hanya Gamora, karena duo bounty hunter yakni seekor rakun yang bisa bicara bernama Rocket (disuarakan Bradley Cooper) dan sebuah pohon hidup bernama Groot (disuarakan Vin Diesel) juga ingin menangkap Peter demi uang hadiah. Kekacauan terjadi dan mereka akhirnya harus mendekam dalam penjara. Disanalah mereka ditambah Drax the Destroyer (Dave Bautista) bersatu tidak hanya untuk keluar dari penjara tapi juga untuk menghalangi Ronan mendapatkan batu yang konon punya kekuatan luar biasa tersebut.

2 komentar :

Comment Page:

JODOROWSKY'S DUNE (2013)

Tidak ada komentar
Bagi banyak kalangan mulai dari pecinta buku, penggila sci-fi sampai penikmat film, kata "Dune" bisa berarti banyak hal. Yang pertama itu merupakan novel sci-fi epic karya Frank Hebert yang terbit tahun 1965 dan dianggap sebagai salah satu novel/literatur sci-fi terbaik yang pernah ada. Sedangkan yang kedua, Dune berarti sebuah film flop berkualitas buruk karya sutradara sureal David Lynch. Banyak yang menganggap film tersebut merupakan karya terburuk Lynch. Sang sutradara sendiri memilih melupakan film itu, bahkan sempat menggunakan nama Alan Smithee (nama samaran yang digunakan sutradara terhadap sebuah film yang ia sutradarai tapi ia tidak ingin namanya dikaitkan dengan film tersebut). Hal itu dia lakukan karena ketidak puasan terhadap hasil akhir Dune yang banyak mendapat campur tangan dari pihak studio dan produser. Tapi banyak yang tidak tahu bahwa sebelum dibuat oleh Lynch, Dune sempat hendak dibuat oleh sutradara cult Alejandro Jodorowsky yang juga terkenal lewat film-filmnya yang sureal seperti El Topo da The Holy Mountain. Dalam filmnya ini, sutradara Frank Pavich mencoba memperlihatkan kira-kira akan seperti apa Dune versi Jodorowsky beserta proses yang mengiringi pembuatannya hingga akhirnya kandas.

Jodorowsky's Dune akan membawa penontonnya mendengarkan penuturan dari berbagai narasumber. Selain Alejandro Jodorowsky sendiri, ada juga produser Michel Seydoux, penulis dan ahli special effect H.R. Giger, ilustrator Chris Foss, sutradara Nicolas Winding Refn, dan masih banyak lagi. Kita akan diajak melihat seperti apa proses pengembangan film tersebut secara cukup mendetail dari awal. Dimulai dari kesuksesan dua film Jodorowsky, El Topo dan The Holy Mountain, ia pun mendapat kebebasan dari produser Michel Seydoux untuk membuat film apapun yang ia mau. Jodorowsky pun memilih adaptasi Dune meski ia belum pernah membaca novel itu. Proses pun dimulai dan kita akan melihat bagaimaa Jodorowsky dengan penuh semangat memegang kendali penuh proses kreatif tersebut. Dia memilih sendiri satu per satu anggota yang terlibat dalam film tersebut bahkan sampai mendatangi mereka secara personal. Melihat nama-nama yang terlibat saya sendiri tercengang karena mereka adalah nama-nama besar yang bisa dibilang terbaik. Ada H.R. Giger yang kelak kita kenal lewat desain Alien yang ikonik, Chris Foss yang menjadi desainer spaceship dari Alien, Flash Gordon dan Guardians of the Galaxy, Jean "Moebius" Giraud yang membuat storyboard  Alien, The Fifth Element dan Empires Strike Back, penulis naskah Alien dan Total Recall Dan O'Bannon hingga Band legendaris Pink Floyd untuk menggarap musiknya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

IDA (2013)

Tidak ada komentar
Judul film karya sutradara Pawel Pawlikowski ini memang sangat pendek dan simpel. Ditambah lagi dengan durasi yang hanya 80 menit dan penggunaan warna hitam putihnya makin membuat Ida terasa begitu minimalis. Tapi meski dikemas secara minimalis, film yang bakal menjadi perwakilan Polandia pada ajang Oscar tahun 2015 nanti ini punya kompleksitas yang lumayan berkaitan dengan pergolakan batin dalam diri karakter-karakternya. Ida akan membawa kita pada berbagai pertanyaan serta pertentangan yang terjadi apabila kita sedang membicarakan tentang masalah kepercayaan, masalah agama. Penonton akan diajak untuk mengamati dua perspektif tentang agama yang amat bertolak belakang. Film ini ber-setting di Polandia pada era 1960-an dimana meskipun perang dunia telah berakhir tapi dampak dan "peninggalannya" masih terasa begitu kental. Disana kita akan melihat Anna (Agata Trzebuchowska) seorang biarawati novice yang baru akan mengambil sumpah. Tapi sebelum itu ia diperintahkan oleh biarawati senior untuk bertemu dengan satu-satunya anggota keluarganya yang masih hidup.

Anna pun berangkat untuk menemui bibinya, Wanda (Agata Kulesza) yang selama ini belum pernah ia temui. Jika Anna adalah seorang biarawati yang pendiam dan selalu yakin untuk hidup di jalan Yesus, maka sang bibi begitu  bertolak belakang. Wanda adalah wanita yang "liar", alkoholik dan senang bercinta dengan pria-pria yang ia temui di bar. Tapi pertemuan itu tidak berakhir hanya sebagai reuni belaka, karena Anna menemukan banyak rahasia mengejutkan tentang dirinya dan identitas kedua orang tuanya dari Wanda. Nama asli Anna ternyata adalah Ida Lebenstein dan kedua orang tuanya adalah Yahudi yang terbunuh di saat perang. Bersama dengan Wanda, Ida pun akhirnya memutuskan untuk mencari makam orang tuanya. Kedua wanita yang begitu bertolak belakang ini pun melakukan perjalanan panjang bersama yang nantinya akan berpengaruh besar kepada cara berpikir serta keyakinan yang selama ini mereka anut.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

IN THE BLOOD (2014)

Tidak ada komentar
Film karya sutradara John Stockwell (Dark Tide) ini hanyalah film aksi standar berbujet rendah yang dirilis langsung ke DVD. Secara kualitas pun tampaknya tidak terlalu baik bisa dilihat dari respon para kritikus, dan pastinya jika film ini bagus tidak akan berakhir menjadi straight-to-DVD movie bukan? Jadi kenapa saya mau repot-repot menonton film yang tidak spesial ini? Jawabannya adalah Gina Carano. Kehadiran sosokjuara MMA ini memang menarik perhatian saya untuk menonton In the Blood. Namanya semakin melambung pasca bermain di Fast & Furious 6, tapi Carano benar-benar bersinar saat ia menjadi bintang utama Haywire. Disana dia menunjukkan kebolehannya menjadi sosok female action star yang tangguh dan berkat kemampuannya bertarung sungguhan tiap adegan aksi yang dilakoni Carano jadi terasa makin meyakinkan. Memang penyutradaraan John Stockwell di film ini tidak akan sehebat Steven Soderbergh di Haywire tapi tetap saja menarik melihat aksi Gina Carano sebagai aktris utama. Selain itu film ini juga punya banyak nama-nama terkenal lainnya seperti Cam Gigandet, Luiz Guzman, Stephen Lang, Amaury Nolasco hingga Danny "Machete" Trejo.

Ava (Gina Carano) adalah wanita dengan masa lalu yang keras dimana sang ayah selalu memberikan latihan keras dan menyiksa guna menjadikan Ava wanita tangguh. Tapi baginya semua itu hanyalah masa lalu yang coba ia lupakan khususnya setelah ia menikah dengan Derek (Cam Gigandet). Keduanya memutuskan untuk berbulan madu di kepulauan Karibia tempat keluarga Derek sering berlibur di masa lalu. Awalnya semua begitu membahagiakan bagi mereka berdua, sampai sebuah kecelakaan menimpa Derek saat tengah menggunakan zipline. Derek yang terluka parah pun dibawa dengan ambulans, tapi sesampainya di rumah sakit Ava mendapati sang suami tidak ada disana. Ava pun mulai mencari di rumah sakit dan klinik lainnya tapi Derek masih tetap tidak ditemukan. Pihak kepolisian yang dipimpin oleh Chief Ramon (Luiz Guzman) juga tidak banyak membantu. Karena itulah Ava akhirnya memtusukan untuk mencari sang suami sendirian berbekal kemampuan bela diri dan latihan beratnya selama bertahun-tahun tersebut.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

VENUS IN FUR (2013)

Tidak ada komentar
Roman Polanski kembali mengadaptasi sebuah pertunjukkan teater setelah pada tahun 2011 membuat Carnage yang memperlihatkan bagaimana kemampuan sang sutradara memindahkan sebuah pertunjukkan panggung ke dalam media film. Naskah teater yang banyak didominasi oleh dialog-dialog mampu ditransformasikan menjadi sebuah film yang dinamis berkat penyutradaraan Polanski. Setelah keberhasilan tersebut, kali ini Roman Polanski melakukan adaptasi dari pertunjukkan Venus in Fur yang ditulis oleh David Ives. Pertunjukkan itu sendiri mengambil inspirasi dari novel Venus in Furs karya Leopold von Sacher-Masoch. Dari nama pengarang novelnya mungkin anda sudah bisa menebak bahwa istilah Masochism (merasakan kepuasan seksual saat disakiti/didominasi) berasal dari namanya. Memang baik pada novel, pertunjukkan teater, maupun film milik Polanski ini aspek masokis dan dominasi terasa begitu kental. Dengan naskah yang ditulis berdua oleh Polanski dan Ives, Venus in Fur hanya menampilkan dua orang aktor, yaitu Mathieu Amalric Emmanuelle Seigner yang tidak lain adalah istri Roman Polanski. Dengan ber-setting hanya di sebuah gedung pertunjukkan Venus in Fur akan membawa penonton mengikuti begitu banyak dinamika antar kedua karakternya.

Thomas (Mathieu Amalric) baru saja menjalani hari yang melelahkan disaat audisi untuk aktris dalam pementasannya tidak berjalan lancar. Dari sekian banyak wanita yang datang tidak ada satupun yang ia anggap cocok untuk memerankan karakter utama wanita dalam pementasannya, Wanda von Dunayev. Thomas sendiri baru kali ini menyutradarai pementasan teater setelah selama ini lebih banyak menulis naskahnya. Pementasan yang akan ia sutradarai merupakan sebuah adaptasi yang dia buat dari novel Venus in Furs. Merasa frustrasi, Thomas memutuskan untuk pulang, apalagi para kru juga sudah terlebih dahulu meninggalkan gedung pertunjukkan. Tapi sesaat sebelum ia pergi datanglah seorang wanita dengan penampilan nyentrik nan kental unsur fetish bernama Vanda (Emmanuelle Seigner). Meski namanya hampir sama dengan nama karakter yang akan diaudisi, kepribadian keduanya amat bertolak belakang. Melihat hal itu Thomas menolak melakukan audisi, apalagi nama Vanda tidak tercantum dalam daftar peserta audisi. Meski pada akhirnya setuju melakukan audisi, tentu saja Thomas tidak berharap banyak. Tapi semuanya berubah saat Vanda mulai mengucapkan dialog pertama karakter Wanda.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

UNDER THE SKIN (2013)

Tidak ada komentar
Scarlett Johansson si Black Widow berperan sebagai sesosok alien penggoda laki-laki dalam sebuah film? Tanpa mempedulikan aspek lainnya faktor tersebut sudah cukup menjadikan Under the Skin sebagai salah satu film yang paling saya tunggu tahun ini. Film ini sendiri adalah film ketiga dari sutradara Jonathan Glazer yang merupakan adaptasi lepas dari novel berjudul sama karangan Michel Faber yang terbit tahun 2000. Pembuatan film ini sendiri sudah direncanakan oleh Glazer setelah menyelesaikan debutnya, Sexy Beast tahun 2001. Tapi proses pengerjaan awalnya baru benar-benar dimulai setelah film keduanya, Birth rilis pada tahun 2004. Berarti kurang lebih film ini dikerjakan selama satu dekade, sebuah waktu yang sangat panjang tentu saja. Melihat daftar filmografi dan video klip yang digarap oleh sang sutradara, tentu saja ekspektasi saya dari Under the Skin adalah mendapatkan sebuah kisah yang punya atmosfer kelam dan diisi momen-momen kontroversial nan berani khususnya dalam aspek seksual. Tapi meskipun dibintangi oleh Scarlett Johansson yang merupakan aktris besar dan mengangkat genre sci-fi, film ini bukanlah sci-fi blockbuster ala Hollywood, melainkan lebih kearah film arthouse yang lambat dan penuh metafora.

Filmnya dibuka dengan rangkaian gambar abstrak yang sedikit meningatkan saya akan opening film-film David Lynch. Kemudian kita melihat sesosok pria yang mengendarai motor (Jeremy McWilliams) mengangkat mayat seorang wanita (Scarlett Johansson) lalu memasukkannya kedalam sebuah van. Di dalam van kita melihat ada satu lagi wanita yang berpenampilan serupa dengan mayat tadi. Sang wanita hidup yang telanjang ini ternyata adalah sesosok alien yang menyerupai wajah si wanita yang telah mati tersebut. Yang terjadi berikutnya adalah, alien wanita ini berkeliling Skotlandia dengan mengendarai van tersebut. Sepanjang perjalanan ia berulang kali berhenti untuk bertanya arah pada banyak pria, dimana beberapa diantara pria tersebut akhirnya ikut naik ke dalam van. Mereka yang naik tentu saja berharap bisa berhubungan seks dengan sang wanita cantik nan seksi berambut hitam itu, tapi yang mereka dapatkan justru kengerian saat tiba di "rumah" milik sang wanita. Ya, alien wanita ini ternyata sedang mencari mangsa. Hal itu terjadi berulang kali sampai sebuah pertemuan merubah segalanya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE CROW (1994)

Tidak ada komentar
Sebagai sebuah film yang sering disebut salah satu film adaptasi komik terbaik dan sukses mendapatkan penghasilan lebih dari $144 juta, The Crow nyatanya lebih dikenal sebagai film terakhir seorang Brandon Lee. Sebelum perilisannya, The Crow disebut bakal menjadi film yang menghantarkan Brandon Lee menuju gerbang kesuksesan. Memang pada akhirnya film ini sukses besar secara finansial, diakui kualitasnya bahkan menjadi sebuah cult movie. Performa Brandon Lee pun banyak mendapat pujian disini. Ya, andaikata tidak ada kecelakaan yang menewasknnya, film ini memang bakal menjadi pembuka kesuksesan bagi putera Bruce Lee tersebut. The Crow sendiri merupakan adaptasi dari komik berjudul sama karya James O'Barr yang terbit tahun 1989. Kesuksesan film pertamanya ini sayangnya tidak berhasil diikuti oleh tiga sekuel yang kesemuanya gagal total baik secara Box Office maupun kualitas (dua diantara dirilis langsung ke DVD). Sesungguhnya jika ditinjau dari segi cerita tidak ada yang spesial dari film ini, bahkan ada banyak kekurangan khususnya pada segi penggalian karakter, tapi atmosfer kelamnya lah yang sanggup menjadikan The Crow terasa spesial.

Sehari sebelum malam Halloween atau yang dikenal sebagai Devil's Night sepasang kekasih yang akan segera menikah diserang oleh sekelompok geng. Eric Draven (Brandon Lee), seorang gitaris band rock tewas setelah dijatuhkan dari lantai atas apartemen, sedangkan tunangannya, Shelly Webster (Sofia Shinas) yang juga diperkosa masih hidup saat polisi datang sebelum akhirnya meninggal di rumah sakit. Pelaku penyerangan tersebut adalah sebuah geng berisikan empat orang preman yang dipimpin oleh T-Bird (David Patrick Kelly). Walaupun begitu sesungguhnya otak dibalik segala penyerangan dan pembakaran yang terjadi adalah Top Dollar (Michael Wincott), bos dunia hitam yang dahulu pertama memulai Devil's Night. Pihak kepolisian termasuk Sersan Albrecht (Ernie Hudson) yang sempat mengusut kasus tersebut kesulitan untuk menangkap para pelaku. Sampai akhirnya sebuah kejadian misterius terjadi di saat seekor burung gagak memberikan kekuatan supranatural yang membangkitkan Eric Draven dari kuburnya. Tidak hanya bangkit, ia juga tidak bisa dilukai. Kekuatan itulah yang ia pakai untuk menuntut balas terhadap para pembunuh dirinya dan Shelly. 
Seperti yang sudah saya singgung diatas, The Crow tidaklah terlalu spesial jika ditinjau dari jalan cerita maupun eksplorasi karakternya. Kisah yang hadir merupakan kisah balas dendam biasa yang berjalan lurus tanpa ada kelokan berupa kejutan maupun selipan unsur lain yang membuat plotnya lebih dinamis dan variatif. Karakterisasinya pun termasuk dangkal, bahkan jika Eric Draven tidak berubah menjadi The Crow yang keren akan sulit bagi penonton untuk bersimpati pada kisah tragisnya. Kenapa? Karena tidak ada penggalian lebih dalam tentang kehidupan Eric sebelumnya. Kita tidak diajak untuk menengok lebih jauh tentang kebahagiaan yang dirasakan Eric dan Shelly sebelum maut merenggut keduanya. Saat filmnya dimulai kita sudah dibawa ke TKP dimana Shelly sudah sekarat dan Eric diceritakan sudah tewas. Saya sebut diceritakan karena bahkan mayatnya pun tidak tampak dan pertemuan pertama kita dengan Eric baru dimulai saat ia bangkit dari kubur. Beberapa flashback dimasukkan guna memberikan sentuhan drama dan penggalian hubungan Eric dan Shelly, tapi itu jelas tidak cukup. Belum lagi karakter pendukung lain macam Albrecht dan Sarah yang useless maupun Top Dollar yang sempat menarik diawal sebagai villain keji berdarah dingin sebelum akhirnya makin lama makin klise.
Untungnya Eric saat sudah menjadi The Crow adalah sosok anti-hero yang luar biasa keren. Lupakan fakta bahwa ia lebih memilih mengoleskan make-up daripada memakai topeng yang sudah ada tanpa alasan jelas. Melihat sosoknya yang tidak bisa dilukai serta tidak ragu untuk bertindak kejam pada korbannya sudah memberikan suatu hiburan yang luar biasa. Karakternya terasa keren karena intensinya menggunakan kekerasan serta tingkahnya yang nampak begitu santai bahkan cenderung "bercanda" saat mengeksekusi korbannya. Ditambah akting Brandon Lee, sosok Eric Draven/The Crow punya segala aspek yang menjelaskan mengapa anti-hero macam Batman jauh lebih mudah disukai daripada sosok superhero yang (nyaris) sempurna seperti Superman. Melihat Lee sebagai The Crow yang sekilas seperti psikopat tentu saja mengingatkan pada Heath Ledger sebagai Joker. Keduanya sama-sama memberikan performa terbaik mereka sebelum meninggal secara tragis dimana kedua karakter yang mereka mainkan sama-sama "gila", berambut panjang dan memakai make-up yang creepy. 

Kelebihan lain dari film ini yang sanggup menutupi kelemahan pada naskahnya adalah aspek visualnya. Dengan rasa gothic yang kelam ditambah sinematografi brilian dari Dariusz Wolski yang didominasi kegelapan, The Crow terlihat begitu stylish. Lihat juga bagaimana hamparan kota Detroit di malam hari yang terlihat begitu megah sekaligus mengerikan. Tapi semua itu bukan hanya gaya-gayaan saja, karena pengemasan visualnya yang kelam turut mendukung suasana dalam ceritanya dimana digambarkan kota Detroit adalah kota yang dipenuhi kriminalitas. Pada Devil's Night para penjahat membabi buta melakukan pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan dimana para warga bahkan kepolisian tidak sanggup berbuat apapun. Melihat ini semua yang terjadi dalam film The Purge terasa begitu aman dan biasa saja. Sentuhan kekerasannya juga tidak main-main. Ada banyak darah dan adegan yang cukup sadis untuk ukuran film superhero tersaji disini. Lagi-lagi semua kekerasan tersebut bukanlah tanpa maksud dan berhasil dengan sempurna menggambarkan betapa keras dan kejamnya kehidupan di kota tersebut. Puas atau tidaknya anda dengan film ini tergantung apakah bagi anda kelebihan pada visual dan akting Brandon Lee bisa menutupi kekurangan pada naskahnya. Bagi saya bisa.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE EXPENDABLES 3 (2014)

Tidak ada komentar
Setelah The Expendables sukses mewujudkan mimpi para penggemar film action dengan menggabungan para aktor laga veteran, sekuelnya diluar dugaan sanggup tampil lebih baik dan menjadi salah satu film aksi paling menghibur yang pernah saya tonton. Bisa dibilang The Expendables 2 adalah apa yang selama ini dinantikan para penggila action dengan menghadirkan rangkaian adegan aksi eksplosif, nama-nama besar yang semakin banyak, sampai sentuhan komedi yang banyak mengambil referensi dari filmografi para aktornya. Karena itulah beban dari film ketiganya sebenarnya cukup berat, karena paling tidak harus menyamai kualitas film keduanya. Meski beberapa nama seperti Chuck Norris, Bruce Willis dan Van Damme tidak kembali, Expendables 3 masih menghadirkan nama-nama besar lain seperti Wesley Snipes, Antonio Banderas, Mel Gibson hingga Harrison Ford. Sedangkan beberapa darah muda seperti Kellan Lutz, Glen Powell, Victor Ortiz sampai juara UFC wanita Ronda Rousey turut meramaikan film ini. Kehadiran mereka menurut Stallone adalah untuk menjadi daya tarik bagi para penonton muda termasuk anak-anak. Hal itu jugalah yang membuat film ketiga ini mengincar rating PG-13 daripada R meski saya ragu anak-anak tertarik untuk menonton orang-orang tua berotot saling berkelahi dan adu tembak.

Kali ini tim Expendables ditugaskan oleh agen CIA bernama Max Drummer (Harrison Ford) untuk menghalangi rencana pengiriman bom ke Somalia oleh seorang pedagang senjata misterius yang terkenal kejam. Karena kekurangan orang, akhirnya direkrutah Doctor Death (Wesley Snipes) seorang ahli medis yang juga merupakan salah satu anggota asli dari Expendables. Misi tersebut awalnya berjalan lancar sampai akhirnya diketahui bahwa sang pedagang senjata adalah Conrad Stonebanks (Mel Gibson) yang tidak lain merupakan salah satu pendiri Expendables selain Barney Ross (Sylvester Stallone). Bagi Barney hal ini mengejutkan karena ia selama ini menduga bahwa Stonebanks telah lama tewas. Tidak hanya itu, dalam baku tembak yang terjadi Stonebanks juga menembak Caesar (Terry Crews) dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Dalam situasi inilah Barney yang merasa tidak ingin membahayakan nyawa teman-temannya memilih membubarkan tim dan memilih untuk merekrut anak-anak muda dalam misi menangkap Stonebanks. Dengan bantuan Trench Mauser (Arnold Schwarzenegger), Barney dan tim barunya ini mulai memburu Stonebanks, meninggalkan para Expendables tua, meskipun pada akhirnya sudah bisa ditebak bahwa orang-orang tua itu tetap akan dibutuhkan guna menghentikan Stonebanks.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

THE MACHINE (2013)

Tidak ada komentar
Sebuah film science-fiction memang identik dengan efek CGI canggih yang tentunya membutuhkan bujet raksasa. Lihatlah film-film sci-fi produksi Hollywood zaman sekarang yang bujetnya hampir selalu menembus angka $100 juta. Maka dari itu saat ada sebuah film sci-fi yang diproduksi dengan biaya tidak lebih dari $1.5 juta tentu saja menarik untuk disimak akan seperti apa film itu dikemas. The Machine yang merupakan debut penyutradaraan bagi Caradog W. James ini memang sebuah film yang murah, tapi jelas bukan film murahan seperti banyak sci-fi kelas B. Dengan biaya yang tidak sampai seperseratus dari Transformers: Age of Extinction, Caradog W. James nyatanya tetap berhasil menciptakan sebuah sci-fi dengan konsep menarik serta cerita yang bagus dan cukup kaya, tentunya jauh lebih berisi dari film milik Michael Bay tersebut. Ide dasar film ini sebenarnya jauh dari kata baru, karena kisah tentang sebuah A.I. (Artificial Intelligence) sudah berulang kali diangkat dalam film khususnya Hollywood. Tapi sekali lagi fakta bahwa The Machine merupakan film yang "kecil" dan pastinya tidak akan menjadikan efek CGI sebagai suguhan utama menjadikan konsep yang klise itu berpotensi menjadi sebuah tontonan yang menarik.

Kisahnya ber-setting di Inggris masa depan disaat perang dingin melawan Cina semakin mendekati kenyataan. Pada saat itulah kesatuan militer Inggris mulai mengembangkan sebuah proyek untuk menciptakan super soldier. Untuk itulah seorang ilmuwan bernama Vincent (Toby Stephens) yang memang tengah mengembangkan teknologi implan otak berisi program canggih dipekerjakan. Vincent sendiri mempunyai agenda lain saat menerima pekerjaan tersebut, karena dengan ambil bagian dalam proyek itu, risetnya akan mendapatkan dana yang nantinya akan ia pakai untuk mengembangkan teknologi demi menolong puterinya yang sakit parah. Dalam pekerjaan tersebut, Vincent merekrut seorang ilmuwan wanita muda bernama Ava (Caity Lotz) yang juga tengah mengembangkan program serupa. Program itu sebenarnya belumlah sempurna karena masih ada berbagai efek samping dan kecacatan, namun disaat Ava terbunuh Vincent pun terpaksa merealisasikan programnya demi menghidupkan Ava kembali. Sosok Ava akhirnya berhasil "dihidupkan" kembali dalam bentuk android. Android inilah yang diincar oleh pihak militer untuk dijadikan mesin pembunuh. Pertanyaan pun mulai muncul, "apakah android ini hanya sekedar mesin atau memiliki kesadaran alias hidup seperti manusia?"

Tidak ada komentar :

Comment Page:

LOCKE (2013)

Tidak ada komentar
Film-film yang mengambil mayoritas setting hanya pada satu tempat sempit memang selalu menarik, unik dan penuh kreativitas. Tidak semua film seperti ini bagus memang karena banyak juga yang dimulai dengan meyakinkan sebelum mengendor di akhir karena kehabisan ide. Tapi tetap saja single location movie selalu menarik apalagi menanti seperti apa ceritanya berkembang dan tentunya akting pemainnya yang harus benar-benar maksimal. Tom Hardy menyusul jejak Ryan Reynolds dan James Franco dengan tampil sendirian dalam film yang berlokasi di satu tempat. Jika Reynolds harus terkurung di peti dan Franco terjebak di himpitan batu besar, maka disini Tom Hardy hanya berada di dalam mobil BMW miliknya, melintasi jalan raya selama kurang lebih dua jam. Dalam film yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Steven Knight (Hummingbird) ini, Tom Hardy berperan sebagai Ivan Locke, seorang mandor konstruksi bangunan yang di suatu malam melakukan perjalanan sendirian dari Birmingham menuju London. Hanya itu saja sinopsis yang bisa saya tuliskan, karena salah satu keasyikan terbesar menonton Locke adalah mengikuti perkembangan alur dan konfliknya dari awal sampai akhir bahkan hingga detail yang terkecil sekalipun. 

Yang jelas, sepanjang perjalanan yang ia tempuh Ivan Locke harus terlibat banyak pembicaraan lewat telepon dengan beberapa orang yang masing-masing dari mereka memegang peranan penting dalam berbagai konflik yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Ivan Locke. Secara keseluruhan film ini memang hanya memperlihatkan karakter Locke menyetir dan terlibat berbagai pembicaraan lewat telepon. Bahkan jika dibandingkan dengan Buried maupun 127 Hours, Locke terasa jauh lebih sederhana dan lebih minim gejolak. Buried setidaknya memberikan rasa terancam, ketegangan akibat berpacu dengan waktu sampai beberapa misteri, sedangkan Locke meski berlokasi di dalam mobil tidak ada ketegangan apapun yang melibatkan mobil dan pengendaranya. Jangankan kejar-kejaran mobil, "nyaris kecelakaan" yang bisa menimbulkan efek kejut pun tidak ada. Tapi daya tarik utama Locke yang juga membuatnya bakal terasa "berat" memang adalah eksplorasi karakter Ivan Locke dimana seiring dengan berjalannya durasi kita akan semakin memahami bahkan bersimpati pada sosok pria yang satu ini. Locke adalah kisah tentang seorang pria biasa yang ingin memperbaiki dirinya dan berusaha untuk tidak menjadi seperti sosok yang begitu ia benci.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

MY SHORT MOVIE (...BY FEAR)

2 komentar
Seperti yang saya sebutkan saat membagi film Conversation of Men, ada satu lagi film pendek yang sedang saya kerjakan. Sebenarnya ...By Fear sudah sekitar dua bulan lalu selesai diedit tapi karena beberapa faktor non-teknis baru sempat saya publikasikan tidak lama ini. Film ini adalah proyek coba-coba saat saya datang ke lokasi syuting film teman saya, yaitu sebuah rumah tua. Dari situlah saya tertarik untuk membuat film pendek horror yang di-shoot tanpa naskah dalam waktu sehari. Jadi silahkan menikmati ...By Fear dan silahkan memberikan komentar baik di postingan ini maupun langsung di halaman YouTube saya. Silahkan juga menonton film-film pendek lainnya yang ada di channel saya (bisa langsung ditonton juga di blog ini, ada di kanan atas halaman).

2 komentar :

Comment Page:

DIVERGENT (2014)

Tidak ada komentar
Pasca kesuksesan Twilight Saga, semakin banyak adaptasi film dari novel-novel Young Adult yang menggabungkan unsur drama-romansa remaja dengan aspek fantasi maupun sci-fi. Tapi sejauh ini yang sukses baik secara kualitas maupun pendapatan hanyalah The Hunger Games dengan pendapatan total dua filmnya melebihi angka $1,5 milyar. Sedangkan film-film lain seperti Beautiful Creatures, The Host, Mortal Instruments: City of Bones sampai Ender's Game hadir dengan kaulitas kurang memuaskan bahkan harus bersusah payah untuk sekedar balik modal. Maka dari itu, Divergent karya Neil Burger ini jadi dipenuhi ketidak pastian akan hasil akhirnya. Tapi dengan sumber cerita novel yang dipenuhi oleh satir sosial ala Hunger Games serta jajaran cast meyakinkan mulai dari Shailene Woodley, Theo James, Maggie Q hingga Kate Winslet menjadikan adaptasi yang satu ini memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi franchise baru yang sukses. Bahkan sekuelnya yang berjudul Insurgent pun sudah dipersiapkan untuk rilis tahun 2015 sebelum film pertamanya resmi ditayangkan. Tidak hanya itu, bagian akhirnya yang berjudul Allegiant sudah dipastikan bakal mengikuti tren yang ada dengan dipecah menjadi dua bagian yang bakal dirilis tahun 2016 dan 2017.

Divergent berlatar pada sebuah masa depan dimana mayoritas dunia telah hancur akibat perang besar yang melanda. Sisa-sisa umat manusia kini hidup dikelilingi tembok raksasa yang terletak di Chicago. Disana mereka hidup berdasarkan kelompok-kelompok yang dibagi lewat keahlian masing-masing. Ada lima kelompok yang disebut factions disana, yaitu Abnegation yang suka menolong sesama dan menjalankan pemerintahan, Amity yang cinta damai, Candor yang selalu berkata kejujuran, Dauntless yang pemberani sekaligus bertindak sebagai penjaga keamanan dan Erudite yang terkenal dengan kepandaian intelektualnya. Satu kelompok lagi adalah mereka yang tidak mempunyai faction dan hidup seperti gelandangan. Beatrice (Shailene Woodley) adalah gadis remaja yang tinggal dalam keluarga Abnegation. Bersama sang kakak Caleb (Ansel Elgort) ia akan segera menjalani tes untuk menentukan kelompok mana yang cocok bagi dirinya. Tapi saat tes dilakukan, hasil yang didapat oleh Beatrice menunjukkan sebuah anomali. Tidak ada kepastian dia cocok berada di kelompok mana karena hasilnya memperlihatkan bahwa Beatrice punya bakat di semua kelompok. Bakat langka ini disebut sebagai "Divergent". Mereka para "Divergent" sendiri dianggap sebagai ancaman dan harus dimusnahkan. Beatrice yang akhirnya memilih bergabung dengan Dauntless harus bersembunyi dari pihak pemerintahan yang dipimpin oleh Jeanine Matthews (Kate Winslet) sembari berlatih untuk menjadi Dauntless yang hebat dengan bantuan Four (Theo James).

Tidak ada komentar :

Comment Page:

JOE (2013)

Tidak ada komentar
Film garapan sutradara David Gordon Green ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Larry Brown. Ceritanya adalah tentang seorang pria bernama Joe yang dulunya adalah seorang narapidana yang sering keluar masuk penjara. Bisa dibilang masa lalunya benar-benar kelam, dan sekarang Joe sedang berusaha memperbaiki hidupnya dengan menahan segala amarah dan mencari pekerjaan yang bersih sebagai mandor bagi sebuah proyek di sebuah hutan. Berpaling sejenak dari cerita filmnya, alkisah ada seorang aktor yang dahulu dikenal sebagai aktor hebat pemenang Oscar. Tapi kebangkrutan menghancurkan karirnya dan membuat sang aktor harus bermain dalam banyak film jelek lengkap dengan kualitas akting yang saking jeleknya sampai menjadi bahan banyak lelucon internet. Kini sang aktor mencoba mengembalikan kembali nama baiknya sebagai aktor hebat lewat sebuah peran dalam film yang lebih "serius". Nama aktor itu adalah Nicolas Cage, dan dialah yang bermain sebagai karakter Joe dalam film ini. Cukup unik melihat Cage memainkan karakter yang punya kisah hidup mirip-mirip dengan dirinya, yaitu pria dengan masa lalu kelam yang coba melakukan penebusan terhadap kesalahan masa lalunya. 

Joe yang sekarang terlihat sebagai seorang pria yang meski nampak suram tapi melakukan berbagai macam kebaikan dengan peduli terhadap orang-orang di sekitarnya. Hal yang sama terjadi saat Joe bertemu dengan Gary (Tye Sheridan), seorang remaja berusia 15 tahun yang mempunyai kehidupan berat. Gary hidup bersama orang tua dan saudara perempuannya yang tidak pernah berbicara. Kesulitan hidup Gary banyak berasal dari sang ayah, Wade (Gary Poulter) yang pengangguran, alkoholik dan sering melakukan kekerasan pada keluarganya termasuk Gary. Merasa iba dengan nasib Gary dan tergerak dengan kesungguhan yang ia tunjukkan, Joe pun akhirnya bersedia menerima Gary bekerja untuknya. Dari situlah kedekatan semakin terjalin diantara keduanya dimana Gary perlahan menemukan sosok ayah dalam diri Joe, sebaliknya Joe menemukan sesuatu yang membuatnya rela untuk berkorban. Joe memang sekilas terdengar bagaikan sebuah film standar tentang hubungan serupa ayah dan anak, tapi sentuhan David Gordon Green menjadikan kesederhanaan dan beberapa kekurangan yang terdapat dalam naskah tulisan Gary Hawkins mampu tertutupi.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

PASIR BERBISIK (2001)

Tidak ada komentar
Dian Sastrowardoyo begitu "beruntung" karena bisa terlibat dalam dua film yang cukup berperan besar dalam menandai kebangkitan industri perfilman Indonesia. Yang paling dikenal tentu saja saat ia berperan sebagai Cinta dalam AADC, tapi setahun sebelumnya, saat usianya baru menginjak 19 tahun Dian Sastro juga ikut ambil bagian dalam film Pasir Berbisik karya Nan Achnas (Kuldesak, The Photograph) yang berhasil meraih kesuksesan dalam berbagai festival film mancanegara. Film yang memiliki judul internasional Whispering Sands ini sukses membawa Dian Sastro menjadi Best Actress dalam Deauville Asian Film Festival serta Singapore International Film Festival. Di festival-festival lain film ini juga meraih kesuksesan termasuk tiga piala (Best New Director, Best Cinematography dan Best Sound) dalam Asia Pasific Film Festival. Film ini sendiri tidak hanya dibintangi oleh Dian Sastro, karena ada banyak nama-nama besar lainnya seperti Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Didi Petet, penyanyi Dessy Fitri, pelawak senior Mang Udel, sampai Dik Doank yang muncul dalam sebuah peran kecil. Dengan segudang prestasi serta nama besar baik di depan maupun belakang layar, Pasir Berbisik jelas merupakan salah satu film "kelas berat" yang begitu menarik perhatian.

Daya (Dian Sastrowardoyo) adalah seorang gadis muda yang tinggal hanya berdua dengan sang ibu, Berlian (Christine Hakim) di sebuah perkampungan yang terletak di sekitar pantai. Berlian bekerja menjadi seorang penjual jamu untuk menghidupi mereka berdua setelah sang suami, Agus (Slamet Rahardjo) yang dulunya merupakan seorang dalang "menghilang" beberapa tahun lalu disaat Daya masih kecil. Pada saat itu, kondisi kampung tempat mereka tinggal juga tengah memanas setelah terjadi beberapa pembunuhan dan pembakaran rumah. Perpaduan beberapa konflik itulah yang mempengaruhi cara Berlian mendidik Daya. Daya tidak mendapatkan kebebasan untuk melakukan hal-hal yang ia mau termasuk bersosialisasi dengan beberapa orang. Hal itu membuat Daya tidak menyukai sang ibu dan menghabikan waktunya dengan terus berharap suatu hari sang ayah akan pulang dan membawanya pergi dari tempat tersebut. Seiring berjalannya waktu, kondisi makin memanas dan memaksa Berlian membawa Daya pergi dari kampung tersebut menuju sebuah tempat bernama Pasir Putih. Disanalah Daya mulai bertemu dengan banyak orang seperti Sukma (Dessy Fitri) yang dengan cepat menjadi sahabatnya beserta sang kakek (Mang Udel) yang mengajari Daya menulis dan berhitung, sampai seorang lintah bernama Suwito (Didi Petet). Di Pasir Putih jugalah Daya kembali bertemu dengan Agus yang justru membawa konflik baru lagi.

Tidak ada komentar :

Comment Page: